Sejarah Singkat Tarekat Sammaniyah

Tarekat Sammaniyah merupakan salah satu cabang dari Tarekat Syadziliyah yang didirikan oleh Syeh Abul Hasan Asy Syadzili (w. 1258). Pendiri Tarekat Sammaniyah adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Karim As-Samani Al-Hasani Al-Madani (1718-1775 M).

Tarekat ini berhasil membentuk jaringan yang sangat luas dan mempunyai pengaruh besar di kawasan utara Afrika, yaitu dari Maroko sampai ke Mesir. Bahkan, memperoleh pengikut di Suriah dan Arabia. Aliran tarekat ini lebih banyak menjauhkan diri dari pemerintahan dan penguasa serta lebih banyak memihak kepada penduduk setempat, di mana tarekat ini berkembang luas. Salah satu negara Afrika yang banyak memiliki pengikut Tarekat Sammaniyah adalah Sudan. Tarekat ini masuk ke Sudan atas jasa Syaikh Ahmad At-Tayyib bin Basir yang sebelumnya belajar di Makkah sekitar tahun 1800-an.

Nama Tarekat ini terambil dari nama seorang guru tasawuf yang masyhur yaitu Muhammad ibn ‘Abdul Karim al-Madani al-Syafi’i, yang dikenal dengan al-Sammani (1718 - 1775 M/1130 – 1189 H). Ia dilahirkan di Madinah dari keluarga Quraisy. Dia melewatkan hidupnya di Madinah dan tinggal di dalam rumah bersejarah milik Abu Bakr al-Siddiq.

Syekh Muhammad Samman mempelajari berbagai tarekat kepada guru-guru terbesar pada zamannya. Guru tarekatnya yang paling mengesankan adalah Mustafa ibn Kamal ad-Din al-Bakri, pengarang produktif dan syekh tarekat Khalwatiyah dari Damaskus, yang pernah menetap di Madinah dan wafat di Kairo pada 1749. menurut beberapa sumber, Syekh Samman semasa kunjungannya ke Mesir (tahun 1760) pernah belajar pada dua guru Khalwatiyah lainnya, Muhammad ibn Salim al-Hifnawi dan Mahmud al-Kurdi, tetapi pengaruh keduanya tidak terlihat dalam karya-karya Syekh Samman sendiri dan ‘Abd as-Samad al-Palimbani. Dalam silsilahnya, ‘Abd as-Samad hanya menyebut rantaian guru Khalwatiyah, mulai dengan Mustafa al-Bakri, sehingga tarekat Sammaniyah lazim dianggap cabang dari tarekat Khalwatiyah.

Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan Syekh Muhammad Samman mengajarkan Tarekat di Madinah. Syekh Muhammad Samman juga menjabat sebagai pintu makam Nabi di Madinah. Dalam rangka jabatan ini, ia menerima tamu dari seluruh dunia Islam, sehingga tidak mengherankan bila ajaran tasawufnya menggabungkan tradisi dari berbagai wilayah dan benua: dari Maghrib dan Afrika Timur sampai ke India dan Nusantara. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika Tarekat ini tersebar luas dan terkenal dengan nama Tarekat Sammaniyah.

Sebagaimana guru-guru besar tasawuf, Syekh Muhammad Samman terkenal akan kesalehan, kezuhudan dan kekeramatannya. Salah satu keramatnya adalah ketika Abdullah Al-Basri – karena melakukan kesalahan – dipenjarakan dengan kaki dan leher dirantai. Dalam kedaan yang tersiksa, Al-Basri menyebut nama Syekh Muhammad Samman tiga kali, seketika terlepaslah rantai yang melilitnya. Kepada seorang murid Syekh Muhammad Samman yang melihat kejadian tersebut, Al-Basri menceritakan, “kulihat Syekh Muhammad Samman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku pingsan. Setelah siuman, kulihat rantai yang melilitku telah putus.”

Perihal awal kegiatan Syekh Muhammad Samman dalam Tarekat dan Hakikat, menurut kitab Manaqib Tuan Syekh Muhammad Samman adalah sejak pertemuannya dengan Syekh Abdul Qadir Jailani. Kisahnya, si suatu ketika Syekh Muhammad Samman berkhalwat di suatu tempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu datang Syekh Abdul Qadir Jailani membawakan pakaian jubah putih. “ini pakaian yang cocok untukmu”. Ia kemudian memerintahkan Syekh Muhammad Samman agar melepas pakaiannya dan mengenakan jubah putih yang dibawanya. Konon semula Syekh Muhammad Samman menutup-nutupi ilmunya sampai datanglah perintah dari Rasulullah SAW menyebarkannya dalam kota Madinah.

Di antara karya-karya Syekh Muhammad Samman yaitu :

1. An-Nafakhat al-Ilahiyah fi as-Suluk at-Tariqah al-Muhammadiyah . ( النفحة الإلهية فى كيفية السلوك الطريقة المحمدية). Buku ini berisi tentang ajaran tatacara atau thariqah yang harus dilalui oleh salik untuk sampai kepada hadrah al-Rahman, yaitu terbukanya tabir yang menghalangi penglihatan untuk sampai kepada musyahadah dengan Tuhan. Tarekat yang diajarkannya berisi ajaran mengenai tata cara berzikir, berkhalwat, bergaul, berguru, dan menjadi wali Allah.


2. Ratib Samman (رواتب السمان). Ratib ini berisi tentang ajaran zikir dan doa-doa kepada Tuhan yang dibaca sesudah sembahyang isya.


3. Igsya lil hafa wal mu’nisat al-Walhan (إغشى اللحفاوالمؤنسات الولهان). Naskah ini berisi tentang metode zikir dan muraqabah agar fana dan baqa dapat dicapai.


4. Risalah fi Ahwali al-Muraqabah (رسالة فى أحوال المراقبة). Naskah ini berisi tentang tarekat atau metode yang dilalui oleh sufi untuk sampai kepada maqam al-fana.


5. Jaliyah al-Kurab wa Manilah al-‘Arab (جلية الكرب ومنيلة العرب). Naskah ini adalah syarah dari kitab yang berisi tentang ajaran zikir dan doa yang disusun dalam bentuk qasidah dan sebagai pedoman bagi ahl al-irfan (ahli ma’rifah) untuk sampai kepada Tuhan. Naskah ini ditulis oleh murid Syekh Muhammad Samman, yaitu Syekh Abdul Hamid.

Mengenai riwayat hidup Syekh Muhammad Samman secara terperinci tidak diketahui, hanya ada ditulis oleh salah seorang muridnya atau khalifah yang bernama Syekh Siddiq al-Madani dalam sebuah Manaqib Tuan Syekh Muhammad Samman, tetapi buku tersebut tidak banyak menceritakan tentang kesalehannya dan kezuhudannya, serta keramat dan keanehan-keanehannya, yang terdapat pada dirinya. Dalam buku tersebut dijelaskan latar belakang penulisannya bahwa kisah-kisah wali-wali Allah dan Hadis Nabi yang menjanjikan rahmat Allah bagi orang-orang yang suka membaca Manaqib wali-wali itu disamping membaca Al-Qur’an, membaca tahlil, dan bersedekah, berdasarkan hal itu ia tertarik untuk menulis sebuah Manaqib gurunya yang dianggap sebagai ahli syari’at, tarekat dan hakikat.

Syekh Samman mempelajari berbagai tarekat kepada guru-guru terbesar pada zamannya. Ia bukan ahli tasawuf saja; ia juga mempelajari ilmu Islam lainnya. Suatu sumber Arab hampir sezaman dengannya, Sulaiman al-Ahdal dalam bukunya al-Nafs al-Yamani, sebagaimana dikutip oleh Martin Van Bruinessen menyebut lima gurunya merupakan ulama fiqih terkenal: Muhammad al-Daqqaq, Sayyid ’Ali al-’Aththar, ’Ali al-Kurdi, ’Abd al-Wahab al-Thanthawi (di Mekkah) dan Sa’id Hilal al-Makki. Di bidang Tasawuf dan Tauhid, gurunya yang paling mengesankan adalah Mustafa ibn Kamal ad-Din al-Bakri, pengarang produktif dan Syekh Tarekat Khalwatiyah dari Damaskus, yang pernah menetap di Madinah dan wafat di Kairo pada 1749. Menurut beberapa sumber, Samman semasa kunjungannya ke Mesir tahun 1760 pernah belajar pada guru Khalwatiyah lainnya, Muhammad ibn Salim al-Hifnawi dan Mahmud al-Kurdi, tetapi pengaruh keduanya tidak terlihat dalam karya-karya Samman sendiri dan ’Abd as-Samad al-Palimbani. Dalam silsilahnya, ’Abd as-Samad hanya menyebut rantai guru Khalwatiyah, mulai dengan Mustafa al-Bakri, sehingga Tarekat Sammaniyah lazim dianggap cabang dari Khalwatiyah. Padahal Syekh Samman memasuki Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Qadiriyah pula, dan oleh karenanya orang sezaman sering menyebut Muhammad ibn Abd al-Karim al-Qadiri as-Samman. Syekh lain yang sangat berpengaruh terhadap ajaran dan praktek-praktek Sammaniyah, walaupun Samman tidak bertemu langsung dengannya, adalah ’Abd al-Ghani an-Nabulusi (w. 1143 H/1731 M), salah seorang guru Mustafa al-Bakri, tokoh besar Tarekat Naqsyabandiyah dan pengarang sangat produktif, pembela Ibn ’Arabi dan ’Abd al-Karim al-Jili. Tarekat keempat yang diambil Samman adalah Syadziliyah, yang mewakili tradisi tasawuf Maghrib dan terkenal dengan hizib-hizibnya.

Samman mulai mengajar perpaduan dari teknik-teknik zikir, bacaan-bacaan lain, dan ajaran metafisika semua tarekat ini dengan beberapa tambahan (qasidah dan bacaan lain susunannya sendiri), yang kemudian dikenal dengan nama baru Sammaniyah. Meski Sammaniyah bukanlah satu-satunya tarekat yang merupakan gabungan dari berbagai tarekat yang asli. Karena tidak lama kemudian, Muhammad ’Usman al Mirghani mendirikan Tarekat Khatmiyah (perpaduan dari Naqsyabandiyah, Qadiriyah, Syadziliyah, Junaidiyah dan Mirghaniyah), sedangkan Ahmad Khatib Sambas membuat perpaduan sejenis dengan nama Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Kitab Fath al-’Arifin yang secara singkat menguraikan ajaran Ahmad Khatib Sambas begitu jelas menyamakan tarekat ini dengan Sammaniyah. Tarekat Khatmiyah kemudian menyebar, utamanya Afrika Timur, sedangkan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah tersebar ke Indonesia.

As Samman semasa hidupnya mengajar di Madrasah Sanjariyah yang didatangi banyak murid dari negeri-negeri jauh. Diriwayatkan bahwa dia pernah bepergian ke Yaman dan Mesir pada tahun 1174 H/1760 M untuk mendirikan cabang-cabang Sammaniyah dan mengajar murid-muridnya mengenai Zikir Sammaniyah. Ia juga mendirikan Zawiyah Sammaniyah di berbagai kota di Hijaz dan Yaman. Hikayat Syekh Muhammad Samman menceritakan bahwa salah satu zawiyah di kota Jeddah, dibangun atas biaya Sultan Palembang, dua tahun setelah wafat Syekh Samman yakni pada tahun 1191 H/1777 M.

Dalam kitab Sair as Salikin, ’Abd as Samad menyebut tiga murid Syekh Samman yang diizinkan mengajar Tarekat Sammaniyah, yang paling terkenal diantaranya Siddiq ibn Umar Khan dan Muhammad Nafis. Di dalam kitab Hikayat Syeikh Samman juga disebutkan sejumlah nama murid terkemuka Syekh Samman. Disamping Syekh Siddiq dan Syekh Abdurrahman, kitab ini menyebut Syekh Abd al Karim (putra Syekh Samman), Mawla Sayyid Ahmad al Baghdadi, Shur ad Din al Qabili (dari Kabul Afganistan) dan Abd al Wahab Afifi al Misri


Sebagai orang Nusantara, penulis menyebut M. Arsyad al Banjari, Abd al Rahman al Fathani, dan tiga orang Palembang : Syekh Abd as-Samad, Tuan Haji Ahmad dan dirinya, M. Muhyiddin ibn Syihabuddin.

Murid-murid Syekh Samman dan banyak ulama di sekitarnya menganggapnya sebagai seorang wali yang luar biasa keramatnya. Dalam Hikayat Syekh Muhammad Samman ia disebut Khatam al-Wilayah al-Khashshah al-Muhammadiyah dan  martabatnya disamakan dengan martabat Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Keajaiban yang diriwayatkan dalam kitab Manaqib ini memang melebihi keajaiban wali-wali lain.



MANAQIB SYEKH SAMMAN AL-MADANI AL-HASANI

Syech Samman Al Madani Al Hasani Sang Pendiri Tarekat Sammaniyah dan Penjaga Makam Rasulullah SAW


Nama beliau adalah Ghauts az Zaman al Waliy Quthb al Akwan asy Syekh Muhammad bin Abdul Karim as Samman al Madani keturunan Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali dengan Sayyidah Fatimah az Zahra binti Sayyidina Rasulullah Saw

Beliau adalah ulama besar dan wali agung berdarah Ahlul Bait Nabi beraqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dengan Imam Asy’ari dalam bidang teologi atau aqidah, dan Imam asy Syafi’i madzab fiqih furu’ ibadatnya, dan Imam Junaid al Baghdadi dalam tasawufnya.

Beliau Ra. tinggal di Madinah menempati rumah yang pernah ditinggali Khalifah pertama, yakni Sayyidina Abu Bakar ash Shiddiq Ra. (seorang Shiddiq yang paling agung yang tiada bandingannya, kecuali para Anbiya wal Mursalin).

Guru mursyid beliau diantaranya adalah Sayyidina Syekh Musthafa Bakri, seorang wali agung dari Syiria, keturunan Sayyidina Abu Bakar Shiddiq Ra. dari pihak ayah, sedangkan dari pihak ibu keturunan Sayyidina Husein Sibthi Rasulullah Saw.

Pangkat kewalian beliau adalah seorang Pamungkas para wali, yakni Ghauts Zaman, dan wali Quthb al-Akwan, yakni kewalian yang hanya bisa dicapai oleh para sadah yang dalam tiap periode 200 tahun sekali. Dan beliau adalah Khalifah Rasulullah pada zamannya.

Beliau banyak memiliki karomah yang tidak bisa dihitung jumlahnya, bahkan sampai saat inipun karamah itu terus ada. Karamah agung beliau adalah pangkat kewaliannya yang begitu agung. Beliau mendapat haq memberi syafaat 70.000 umat manusia masuk syurga tanpa hisab.

Diantara murid-murid beliau dari Indonesia yaitu:
1. Quthb az-Zaman Syekh muhammad Arsyad al-Banjari
2. Quthb al-Maktum Syekh Abul Abbas Ahmad at Tijani (pendiri tarekat Tijani)
3. Al Quthb Syekh Abdussamad al-Palimbani
4. Al Quthb Syekh Abdul Wahab Bugis (menantu Syekh Arsyad al-Banjari)
5. Al Qutb Syekh Abdurrahman al Batawi (kakek Mufti betawi dari pihak ibu Habib Utsman Betawi)
6. Al Quthb Syekh Dawud al Fathani, dan lain-lain.

Dan diantara keagungan dan kemuliaan beliau yang amat banyak diantaranya adalah; semua murid beliau yang jumlahnya ribuan menempati maqam Quthb. Beliau menempati kemuliaan karena beliau berada pada jalan Rasulullah Saw. dan para sahabatnya, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah.

Demikian lah kesuksesan Syekh Samman dalam mendidik ruhani murid-muridnya sehingga mereka yang berjumlah ribuan menempati maqam Quthb, apatah lagi Rasulullah Saw. dengan para murid-muridnya yakni para sahabat, tentu maqam kewaliannya sangat agung, karena mereka mendapat keistimewaan menyertai kekasihNya (Muhammad Saw.), dan apa-apa yang menjadi Nubuwat Rasulullah Saw. dalam kitab-kitab terdahulu, maka pasti menceritakan dan memuji para Qudus agung yang menyertai kekasihNya, yakni para sahabat Rasulullah Saw.


Al Quthb al Habib Ali bin Muhammad al Habsyi berkata: “Serendah-rendahnya martabat sahabat maka tidak akan bisa dicapai walau oleh 70 Imam Junaid al Baghdadi”. Padahal Imam Junaid hidup pada zaman salaf dan menempati Sulthon al Auliya pada zamannya.


Karena para sahabat ini adalah para wali agung, maka para ahli tasawwuf (Aswaja) sangat sopan dengan mereka, tidak menceritakan mereka kecuali kebaikan. Sehingga wajib hukumnya berprasangka baik dengan para Auliya. Lebih-lebih lagi para sahabat yang notabene adalah hasil didikan langsung Rasulullah Saw. yang menempati Shiddiq dalam kewalian.

Maka dari itu, ummat Islam Aswaja tidak akan membicarakan panjang lebar tentang pertikaian antar sahabat, baik itu antara Sayyidah Aisyah dengan Sayyidina Ali Kw, pada perang Jamal, maupun antara Sayyidina Ali Kw. pada satu pihak dengan Sayyidina Muawiyah Ra. pada pihak lain.

Kita kaum Aswaja tidak akan mengotori mulut kita dengan umpatan dan negatif thinking kepada mereka. Bahkan Khalifah Ali Kw. mengatakan seterunya saat itu bahwa antara beliau dengan Sayyidina Muawiyah adalah saudara seiman dan satu kalimat, hanya saja khilaf dalam penyelesaian pembunuhan Khalifah Utsman Ra. Bahkan beliau Kw. menyolatkan semua korban perang baik yang di pihak beliau maupun pihak Gubernur Damaskus saat itu.


Syekh Samman Al-Madani Al-Hasani (Pendiri Tarekat Sammaniyah) 

Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan sang tokoh pendirinya, yaitu Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Hasani ai-Madani al-Qadiri al-Quraisyi. Ia adalah seorang fakih, ahli hadits, dan sejarawan pada masanya. Dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 1132 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1718 Masehi. Keluarganya berasal dari suku Quraisy.

Semula, ia belajar Tarekat Khalwatiyyah di Damaskus. Lama-kelamaan, ia mulai membuka pengajian yang berisi teknik dzikir, wirid, dan ajaran tasawuf lainnya. Ia menyusun cara pendekatan diri dengan Allah Swt. yang akhirnya disebut sebagai Tarekat Sammaniyah. Sehingga, ada yang mengatakan bahwa Tarekat Sammaniyah adalah cabang dari Khalwatiyyah.

Demi memperoleh ilmu pengetahuan, ia rela menghabiskan usianya dengan melakukan berbagai perjalanan. Beberapa negeri yang pernah ia singgahi untuk menimba ilmu diantaranya adalah Iran, Syam, Hijaz, dan Transoxiana (wilayah Asia Tengah saat ini). Diantara karya-karya tulis beliau adalah; Mujamu al Masyayikh, Tazyil at Tarikh Baghdad, dan Tarikh Marv.

Kemuliaan Syekh Muhammad Samman dikenal sebagai tokoh tarekat yang memiliki banyak karamah. Baik dari kitab Manaqib Syaikh al-Waliy asy-Syahir Muhammad Samman maupun Hikayat Syekh Muhammad Samman, keduanya mengungkapkan sosok Syekh Samman. Sebagaimana guru-guru besar tasawuf, Syekh Muhammad Samman terkenal akan kesalehan, kezuhudan, dan kekeramatannya. Konon, ia memiliki karamah yang sangat luar biasa.

“Ketika kaki diikat sewaktu di penjara, aku melihat Syekh Muhammad Samman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku dan pingsan. Setelah siuman, kulihat rantai yang melilitku telah terputus," kata Abdullah al Basri. Padahal, kata seorang muridnya, ketika itu Syekh Samman berada di kediamannya sendiri.

Adapun perihal awal kegiatan Syekh Muhammad Samman dalam tarekat dan hakikat, menurut Kitab Manaqib, diperolehnya sejak bertemu dengan Syekh Abdul Qadir al Jailani.  


Suatu ketika, Syekh Muhammad Samman berkhalwat (menyendiri) di suatu tempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu datanglah Syekh Abdul Qadir al Jailani yang membawakan pakaian jubah putih dan berkata : "Ini pakaian yang cocok untukmu." Ia kemudian memerintahkan Syekh Muhammad Samman agar melepas pakaiannya dan mengenakan jubah putih yang dibawanya itu.

Konon, Syekh Muhammad Samman menutup-nutupi ilmunya sampai datanglah perintah dari Rasulullah Saw. untuk menyebarkannya kepada penduduk Kota Madinah.

Wasiat Syekh Samman Al-Madani Al-Hasani (Penjaga Makam Rasulullah Saw.)

Diantara wasiat yang diberikan Syekh Samman al Madani adalah, berkata al Imam al Quthb al Ghauts az Zaman al Waliy al Quthb al Akwan asy Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al Madani :

- "Tidaklah aku diangkat Allah Swt. menjadi al Waly al Quthb al Ghauts dan Quthb al Akwan melainkan aku selalu rutin membaca doa; Allahummaghfir li-ummati sayyidina Muhammad. Allahummarham li-ummati sayyidinina Muhammad. Allahummastur li-ummati sayyidina Muhammad. Allahummajbur li-ummati sayyidina Muhammad Saw. 4X, berturut-turut setelah selesai sholat Shubuh sebelum berkata-kata urusan dunia dan dia istiqamah membacanya maka ia menempati martabat fadhilah Quthub.”

Maksud beliau memberikan amalan ini ialah agar kita selalu bersatu sesama ummat islam dan sebagai ummatnya Rasulullah Saw. janganlah ada iri dengki dan buruk sangka terhadap sesama sekalipun seseorang itu kelihatannya hina. Jadi membaca doa ini setelah sholat Shubuh dengan niatan mudah-mudahan semua ummat Rasulullah Saw. diampuni Allah Swt. Atas segala dosa, dimudahkan Allah Swt. tuk mengamalkannya dan dengan harapan semoga hati kita dibersihkan dari segala penyakit hati seperti riya, ujub, takabbur, sombong, iri, dengki, hasud, berperasangka buruk dan sifat-sifat buruk lainnya.

-  “Barangsiapa mengambil thariqah kepadaku dan mengamalkannya niscaya pasti ia akan mendapatkan rasa majdzub di dalam dunia (diambil oleh Allah Swt. aqalnya yang Basyariyyah diganti dengan aqal yang bersifat Rabbaniyah) yakni diambil oleh Allah akan rasa punya wujud dan sifat dan af’al diganti dengan rasa ‘adam mahdhah adam semata” yakni tiada punya wujud, sifat dan af’al melainkan hanya Allah Swt. yang punya wujud hakiki, minimal di saat sakaratul maut.”

-  “Perkataan aku ini seperti perkataan Sayyidi Syekh Abdul Qadir al Jailani. Barangsiapa yang menyerukan aku “Ya Samman” 3 kali ketika mendapat kesusahan, niscaya aku akan datang menolongnya.”

Syekh Samman al-Madani meninggal dunia pada hari Rabu 2 Dzulhijjah tahun 1189 H, dan dimakamkan di pemakaman Baqi’ bersandingan dengan maqam para Istri Rasulullah. Para ualam mengatakan bahwa barangsiapa yang melazimkan membaca Manaqib Sayyidi Syekh Samman (Ratib Samman) berjamaah dengan orang banyak dan membaca al Qur’an serta bertahlil kemudian bersedekah semampunya dan pahalanya dihadiahkan kepada Sayyidi Syekh Samman, niscaya ia akan dimudahkan rizqinya oleh Allah Swt.


Dzikir Tarekat Sammaniyah

Membaca : 


1. Laa Illaaha Illallooh 166 x (pembacaan Laa panjang, illaa panjang, ha pendek, illalloh tebal)
2. Allooh 66 x
3. Hu 77 x


Lalu membaca :
Allohumaghfirli ummatan muhammadin, allohummarhamli ummati muhammadin, allohummasturli ummatan muhammadin, allohummazburli ummatan muhammadin, 4x.


Tsuma ila arwahi jami'i ahli silsaltil sammaniyah Syech Samman Al Madani Al Hasani, wa Syekh muhammad Arsyad al Banjari, wa Syekh Abul Abbas Ahmad, wa Syekh Abdussamad al Palimbani, wa syekh Siddiq ibn Umar Khan, wa Syekh Muhammad Nafis, wa Syekh Siddiq, wa Syekh Abdurrahman, wa Syekh Abdul al Karim, wa Sayyid Ahmad al Baghdadi, wa Abdul al Wahab Afifi al Misri, Wa Syekh Abdul Wahab Bugis, wa Syekh Abdurrahman al Batawi, wa Syekh Dawud al Fathani, wa Syekh M Arsyad al Banjari, wa Syekh Abdul al Rahman al Fathani, wa Syekh Abd as-Samad, wa Tuan Haji Ahmad, wa M. Muhyiddin ibn Syihabuddin, Wa ushuulihim wafuruu 'ihin wa ahli sislatihim wal aakhidziina 'anhum. syaiun lillahi lahum ~ al Faatihah 1x.

Tsuma ila arwahi khususon shohibul  ijjajah KH  Muhammad Zaini Abdul Ghani (abah Guru Sekumpul), wa ushuulihim, wa furuu 'ihim, wa ahli sislatihim wal aakhidziina 'anhum.  syae'un lillahi lahum ~ al faatihah 1 x.
 
Warhamhum birohmatika yaa arrhamarrohimin, Wa shollollohu ala sayyidina muhammadin wa alihi wa shohbihi ajmain. Aamiin

Dibaca setelah melaksanakan  ibadah sholat Fardlu

Sohibul Ijasah dzikir : Tarekah Sammaniyah dari 
ijjajah  Muhammad Zaini Abdul Ghani (abah Guru Sekumpul Martapura)