Syekh Siti Jenar (829-923 H/1348-1439 C/1426-1517 M), memiliki banyak nama diantara : 

- San Ali (nama kecil pemberian orangtua angkatnya, bukan Hasan Ali Anshar seperti banyak ditulis orang). 

- Syekh ‘Abdul Jalil (nama yang diperoleh di Malaka, setelah menjadi ulama penyebar Islam di sana). 

- Syekh Jabaranta (nama yang dikenal di Palembang, Sumatera dan daratan Malaka). 

- Prabu Satmata (Gusti yang nampak oleh mata, nama yang muncul dari keadaan kasyf atau mabuk spiritual, juga nama yang diperkenalkan kepada murid dan pengikutnya).

- Syekh Lemah Abang atau Lemah Bang (gelar yang diberikan masyarakat Lemah Abang, suatu komunitas dan kampung model yang dipelopori Syekh Siti Jenar, melawan hegemoni kerajaan. Wajar jika orang Cirebon tidak mengenal nama Syekh Siti Jenar, sebab di Cirebon nama yag populer adalah Syekh Lemah Abang). 

- Syekh Siti Jenar (nama filosofis yang mengambarkan ajarannya tentang sangkan-parang dumadi, bahwa manusia secara biologis hanya diciptakan dari sekedar tanah merah dan selebihnya adalah roh Allah juga nama yang dilekatkan oleh Sunan Bonang ketika memperkenalkannya kepada dewan Wali, (pada kehadirannya di Jawa Tengah / Demak / Babad Cirebon) dan Syekh Nurjati atau Pangeran Panjunan atau Sunan Sasmita (nama dalam Babad Cirebon, S.Z. Hadisutjipto). 

- Syekh Siti Bang, serta Syekh Siti Brit, Syekh Siti Luhung (nama-nama yang diberikan masyarakat Jawa Tengahan). 

- Sunan Kajenar (dalam sastra Islam-Jawa versi Surakarta baru, era R.Ng. Ranggawarsita [1802-1873]). 

- Syekh Wali Lanang Sejati, Syekh Jati Mulya, dan Syekh Sunyata Jatimurti Susuhunan ing Lemah Abang.

Siti Jenar lebih menunjukkan sebagai simbolisme ajaran utama Syekh Siti Jenar yakni ilmu kasampurnan, ilmu sangkan-paraning dumadi, asal muasal kejadian manusia, secara biologis diciptakan dari tanah merah saja yang berfungsi sebagai wadah (tempat) persemayaman roh selama di dunia ini. Sehingga jasad manusia tidak kekal akan membusuk kembali ketanah. Selebihnya adalah roh Allah, yang setelah kemusnaan raganya akan menyatu kembali dengan keabadian. Ia di sebut manungsa sebagai bentuk “manunggaling rasa” (menyatu rasa ke dalam Tuhan).

Dan karena surga serta neraka itu adalah untuk derajad fisik maka keberadaan surga dan neraka adalah di dunia ini, sesuai pernyataan populer bahwa dunia adalah penjara bagi orang mukmin. 

Menurut Syekh Siti Jenar, dunia adalah neraka bagi orang yang menyatu-padu dgn Tuhan. Setelah meninggal ia terbebas dari belenggu wadag-nya dan bebas bersatu dgn Tuhan. Di dunia manunggalnya hamba dengan Tuhan sering terhalang oleh badan biologis yang disertai nafsu-nafsunya. Itulah inti makna nama Syekh Siti Jenar.