Ketika selesai membangun pesantren, Raden Paku teringat salah satu
bungkusan yang harus dibukanya. Ia ingat kata-kata ayahnya kalau bingkisan itu
berisi rahasia ilmu sejati yang harus dibacanya. Dengan hati-hati dibukanya
bungkusan tersebut. Didalamnya ada beberapa lembar daun lontar bertuliskan
huruf arab pegon. Segera dibacanya tulisan tersebut.
A. Tentang Macam Ilmu Manusia
Adalah suatu yg pasti terjadi anakku, ketahuilah ini, renungkan demi
kasampurnaan ilmumu. Di dunia ini, entah kapan, sakit, dan mati pasti
terjadi. Maka hendaklah waspada, tidak urung kita juga akan mati, jangan
lupa pada sangkan paran dumadi. Untuk itu, di dunia ini hendaklah
selalu prihatin. Agar benar-benar sempurna engkau berilmu.
Dalam memperbincangkan ilmu kasempurnaan ini, jangan lupa arti
bahasanya jika engkau mempertanyakannya. Karena mengetahui arti bahasa
adalah kuncinya. Kesungguhanlah yg pasti, itulah yang perlu benar-benar engkau
mengerti. Jangan takut pada biaya. Bukan emas, bukan dirham, dan bukan
pula harta benda. Namun hanya niat ikhlas saja yang diperlukan.
Adapun ilmu manusia itu ada 2, anakku. Yang pertama adalah ilmu
kamanungsan yang lahir daru jalan indrawi dan melalui laku kamanungsan.
Yang kedua adalah ilmu kasampurnaan yang lahir melalui pembelajaran
langsung dari Sang Khalik.
Untuk yang kedua ini, ia terjadi melalui 2
cara, yaitu dari luar dan dari dalam. Yang dari luar, dilalui dengan cara
belajar. Sedangkan yang dari dalam, dilalui dengan cara menyibukan diri dengan
jalan bertapa (bertafakur).
Adapun bertafakur secara batin itu sepadan dengan belajar secara lahir.
Belajar memilki arti pengambilan manfaat oleh seorang murid dari gerak
seorang guru. Sedangkan tafakur memilki makna batin, yaitu suksma
seorang murid yg mengambil manfaat dari suksma sejati, ialah jiwa
sejati.
Suksma sejati dalam olah ngelmu memilki pengaruh yang lebih kuat
dibandingkan berbagai nasehat dari ahli ilmu dan ahli nalar. Ilmu-ilmu
seperti itu tersimpan kuat pada pangkal suksma, bagaikan benih yang
tertanam dalam tanah, atau mutiara di dasar laut.
Ketahuilah anakku, kewajiban orang hidup tidak lain adalah selalu
berusaha menjadikan daya potensial yang ada di dalam dirinya menjadi suatu
bentuk aksi (perbuatan) yang bermanfaat. Sebagaimana engkau juga wajib
mengubah daya potensial yang ada dalam dirimu menjadi perbuatan, melalui
belajar. Sejatinya dalam belajar, suksma sang murid menyerupai dan
berdekatan dengan suksma sang guru. Sebagai yang memberi manfaat, guru laksana
petani. Dan sebagai yang meminta manfaat, murid ibarat bumi atau tanah.
Anakku ketahuilah, ilmu merupakan kekuatan seperti benih atau
tepatnya seperti tumbuh-tumbuhaan. Apabila suksma sang murid sudah matang, ia
akan menjadi seperti pohon yang berbuah, atau seperti mutiara yang sudah
dikeluarkan dari dasar laut. Jika kekuatan badaniah mengalahkan jiwa,
berarti murid masih harus terus menjalani laku prihatin dalam olah
ngelmu dengan menyelami kesulitan demi kesulitan dan kepenatan demi
kepenatan, dalam rangka menggapai manfaat.
Jika Cahaya Rasa mengalahkan macam-macam indra, berarti murid lebih
membutuhkan sedikit tafakur ketimbang banyak belajar. Sebab suksma yang
cair atau dalam bahasa arab, nafs al-qabil akan berhasil menggapai
manfaat walau hanya dengan berfikir sesaat, ketimbang proses belajar setahun
yang dilakukan oleh suksma yang beku nafs al-jamid.
Jadi, engkau bisa meraih ilmu dengan cara belajar, dan bisa juga
mendapatkannya dengan cara bertafakur. Walaupun sebenarnya dalam belajar itu
juga memerlukan proses tafakur. Dan dengan tafakur engkau tahu manusia
hanya bisa mempelajari sebagian saja dari seluruh ilmu dan tidak bisa
semuanya.
Banyak ilmu-ilmu mendasar atau yang dengan annazhariyyah dan penemuan-penemuan baru,
berhasil dikuak oleh orang-orang yang memilki kearifan. Dengan kejernihan otak,
kekuatan daya fikir dan ketajaman batin, mereka berhasil menguak hal-hal
tersebut tanpa proses belajar dan usaha pencapaian ilmu yqng berlebihan.
Dengan bertafakur, manusia berhasil menguak 'ajaran sangkan paraning
dumadi'. Dengan begitu terbukalah asumsi dasar dari keilmuan sehingga
persoalan tidak berlarut-larut dan segera tersingkap kebodohan yang menyelimuti
kalbu.
Seperti telah kuberitahukan sebelumnya anakku, suksma tidak bisa
mempelajari semua yang di inginkan, baik yang bersifat sebagian (juz’i/parsial) maupun yang menyeluruh (kulli/universal) dengan cara belajar. Ia
harus mempelajari dengan induksi, sebagian dengan deduksi sebagaimana umumnya
manusia dan sebagian lagi dengan analogi yang membutuhkan kejernihan berfikir.
Berdasarkan hal ini, ahli ilmu terus membentangkan kaidah-kaidah keilmuan.
Seorang ahli ilmu tidak bisa mempelajari apa yang dibutuhkan seluruh hidupnya. Ia hanya bisa mempelajari keilmuan umum dan beragam bentuk yang merupakan turunannya dan hal itu menjadi dasar untuk melakukan qiyas terhadap berbagi persoalan lainnya. Begitu pula para tabib, tidaklah bisa mempelajari seluruh unsur obat-obatan untuk orang lain. Meraka hanya mempelajari gejala-gejala umum. Dan setiap orang diobati menurut sifat masing-masing Demikian juga para ahli perbintangan, mereka mempelajari hal-hal umum yang berkaitan dengan bintang, kemudian berfikir dan memutuskan berbagai hukum.
Demikian juga halnya seorang ahli fikih dan pujangga. Begitu seterusnya, imajinasi dan karsa yang indah-indah berjalan. Yang satu menggunakan tafakur sebagai alat pukul, semacam lidi, sedangkan yang lain menggunakan alat bantu lain untuk merealisasikan.
Anakku jika pintu suksma terbuka, ia akan tahu bagaimana cara
bertafakur dengan benar dan selanjutnya ia bisa memahami bagaimana
merealisasikan apa yang diinginkan. Karena itu hati pun menjadi lapang,
pikiran jadi terbuka dan daya potensial yang ada dalam diri akan lahir
menjadi aksi (perbuatan) yang berkelanjutan dan tak mengenal lelah.
B. Memahami Ilmu Kasampurnaan
Ketahuilah anakku bahwa ilmu kasampurnaan itu ada 2 macam,
Pertama, diberikan melalui wahyu.
Apabila suksma manusia telah sempurna, niscaya akan sirna segala
sesuatu yang dapat mengotori watak, seperti halnya sikap rakus dan impian
semu. Suksma akan menghadap Sang Pencipta, merengkuh cintaNya dan
berharap manfaat serta limpahan cahayaNya.
Allah akan menyambut suksma itu secara total. Tatapan KeTuhan
memandanginya dan menjadikannya seperti papan. kemudian Allah akan
menjadikan pena dari suskma sejati. Dan pena itu diukirkan ilmu pada
papan tadi.
Suksma sejati laksana guru, suksma manusia suci ibarat sang murid.
Sehingga dicapailah seluruh ilmu, dan padanya semua bentuk terukir tanpa
proses belajar maupun berfikir. Dalilnya : “Dan Dialah yang mengajarkanmu
apa-apa yang tidak kamu ketahui” (QS. An-Nisa:213).
Ilmu para nabi lebih tinggi derajatnya dibandingkan ilmu mahluk-mahluk yang
lain. Karena ilmu tersebut diperoleh langsung dari YME tanpa perantara. Kau
bisa memahami dalam kisah para malaikat dengan kanjeng Nabi Adam. Sepanjang
usianya para malaikat terus belajar. Dan dengan berbagi cara mereka berhasil
mendapatkan banyak macam ilmu, sehingga mereka menjadi mahluk yang paling
berilmu dan mahluk paling berpengetahuan.
Sementara itu Adam tidaklah tergolong ahli ngelmu karena ia tidak
pernah belajar dan berjumpa dengan seorang guru. Malaikat bangga dan dg
besar hati mereka berkata:” padahal kami Senantisa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau.” (QS. Al-Baqarah:30).
Kanjeng Nabi Adam kembali menuju Sang Pencipta. Lantas beberapa
bagian dalam hati Kanjeng Nabi oleh Allah dikeluarkan ketika ia
menghadap dan memohon pertolongan kepada Tuhan. Lalu Allah ajarkan
seluruh nama-nama benda. “Kemudian Dia mengemukakannya kepada para malaikat,
lantas Allah berfirman: “Sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu
memang orang-orang yg benar” (QS. Al-Baqarah:31).
Ketahuilah, malaikat menjadi kecil dihadapan Adam. Ilmu mereka menjadi terlihat sempit. Mereka tak bisa berbangga dan berbesar hati, justru yang ada hanya rasa tak berdaya.
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang
kami ketahui selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami” (QS.
Al-Baqarah:32).
Maka kepada mereka Adam diberitahukan bbrp bagian ilmu dan hal-hal yang
masih tersembunyi. Akhirnya jelaslah bagi kaum berakal, bahwa ilmu gaib
yang bersumber dari wahyu lebih kuat dan lebih sempurna dibandingkan ilmu
yang diperoleh dengan penglihatan langsung.
Ilmu yang diperoleh melalui wahyu merupakan warisan dari hak para nabi.
Namun mulai masa Kanjeng Nabi Muhammad pintu wahyu telah ditutup oleh
Allah. Sebab Muhammad adalah penutup para nabi. Dia mewakili sosok
paling berilmu dan paling fasih dikalangan manusia. Allah telah
mendidiknya denga bnudi pekertinya menjadi baik.
Ketahuilah anakku, Ilmu Rasul itu lebih sempurna, lebih mulia, dan
kuat. Karena ilmu tersebut diperoleh langsung dari Sang Khalik. Beliau sama
sekali tidak pernah menjalankan proses belajar-mengajar insani.
Ilmu Kasampurnaan Yang Kedua
Disampaikan sebagai ilham yaitu peringatan suksma sejati terhadap
suksma manusia berdasarkan kadar kejernihan, penerimaan dan daya
kesiapannya. Ilham boleh dikatakan mengiringi wahyu. Kalau Wahyu
merupakan penegasan perkara gaib, maka ilham merupakan penjelasannya.
Ilmu yg diperoleh dengan wahyu itulah sejatinya ilmu kenabian, sedangkan yang
diperoleh dengan ilham itulah sejatinya ilmu kewalian.
Ilmu kewalian diperoleh secara langsung, tanpa perantara antara
suksma dan Sang Pencipta. Ilmu Kasampurnaan itu laksana secercah cahaya
dari alam gaib, yang datang menerpa hati yang jernih, hampa dan lembut.
Semua ilmu merupakan produk pengetahuan yang diperoleh dari suksma sejati yang terdapat dalam 'inti sangkan paraning dumadi' dengan menisbatkan pada RASA SEJATI, seperti penisbatan Siti Hawa kepada Kanjeng Nabi Adam.
Ketahuilah anakku, rasa sejati lebih mulia, lebih sempurna dan lebih
kuat dari disisi Allah dibandingkan suksma sejati. Sedangkan suksma
sejati lebih terhormat, lebih lembut dan lebih mulia dibandingkan
mahluk-mahluk lain.
Adapun ilham itu terlahir dari melimpahnya rasa sejati dan juga
terlahir dari melimpahnya pancaran sinar suksma sejati. Jika wahyu
menjadi perhiasan para nabi, maka ilham menjadi perhiasan para wali.
Adapun ilmu yg diperoleh dari wahyu adalah sebagaimana suksma tanpa rasa
atau wali tanpa nabi. Begitu pula ilham tanpa wahyu akan menjadi lemah.
Ilmu akan menjadi kuat jika dinisbatkan kepada wahyu yang bersandar pada
penglihatan ruhani. Itulah ilmu para nabi dan wali.
Ketahuilah, ilmu yang diperoleh dengan wahyu hanya khusus bagi para rasul,
seperti diberikan kepada Nabi Adam a.s, Musa a.s, Ibrahim, Isa a.s, Muhammad saw dan para
rasul lain. Itulah yang menbedakan antara risalah dengan nubuwwah .
Adapun nubuwah adalah perolehan hakikat dari ilmu dan rasionalitas-rasionalitas oleh suksma yang suci kepada orang-orang yang mengambil manfaat. Barangkali perolehan semacam itu didapat salah satu suksma, tetapi ia tidak berkewajiban menyebarkannya karena suatu alasan dan oleh sebab-sebab tertentu.
Ilmu kasampurnaan menjadi milik seorang nabi dan wali, sebagaimana
dimilki Nabi Khidir a.s.
Hal itu terdapat pada dalil :
“Dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami” (QS. Al-Kahfi:65).
Ingatlah ketika Sayyidina Ali r.a berujar: “Kumasukan lisanku kemulutku,
hingga terbukalah dihatiku seribu pintu ilmu, yang pada setiap pintu
terdapat seribu pintu yang lain”. Dan ia berkata: “Andai kuletakkan bantal
dan aku duduk diatasnya, niscaya aku akan mengambil putusan hukum bagi
penganut Taurat berdasarkan Taurat mereka, bagi penganut Injil
berdasarkan Injil mereka, dan bagi penganut al-Quran berdasarkan
al-Quran mereka”.
Derajat seperti ini tidak bisa diterima dengan melalui ilmu kemanungsa
semata yang hanya dari pembelajaran insani. Pastilah seseorang yang telah
mencapai derajat tesebut telah dikarunia ilmu kasampurnaan.
Jika Allah menghendaki kebaikan pada dirimu, Dia akan menyingkap
tabir atau hijab yang menghalangi dirimu dengan sukma yang menjadi papan itu. Dengan
demikian, sebagian rahasia dari apa-apa yang tersembunyi akan ditampakan
pdmu. segenap makna yg terkandung didalam rahasia tersebut akan terpahat pada
suksmamu. Dan suksma itupun mengungkapkan sebagaimana engkau ingin
karena dikehendakiNya. Sejatinya, kearifan bisa lahir dari ilmu kasampurnaan. Selama engkau
belum mencapai derajat atau tingkatan ini, engkau tidak akan menjadi
seorang arif.
Karena kearifan merupakan pemberian Hyang Widi.
Dalilnya : ”Allah menganugrahkan al-hikmah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar2 telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran” (QS. Al-Baqarah:269).
Hal itu karena orang-orang yang berhasil mencapai ilmu kasampurnaan tidak
perlu lagi banyak berusaha memahami ilmu secara induktif dan
berpayah-payah belajar. Orang yang demikian sedikit belajar, banyak
mengajar, sedikit capai, banyak istirahat.
Ketahuilah anakku, setelah wahyu terputus dan sesudah pintu risalah
ditutup, umat manusia tidak lagi membutuhkan kehadiran rasul atau
utusan. Mereka tidak lagi memerlukan penampakan dakwah setelah
penyempurnaan agama. Bukanlah termasuk kearifan menampakan nilai lebih
tidak berdasarkan kebutuhan.
Tapi ketahuilah anakku, pintu ilham itu tidak pernah ditutup.
Pancaran cahaya suksma sejati tidak pernah terputus. Karena suksma terus
membutuhkan arahan, pembaharuan dan peringatan. Umat manusia tidak
memerlukan risalah dan dakwah, tetapi masih membutuhkan peringatan
sebagai akibat dari tenggelamnya mereka pada rasa was-was dan terhanyut
oleh gelombang syahwat.
Karena itu Allah menutup pintu wahyu sebagai pertanda bagi hamba-Nya
dan membuka pintu ilham sebagai rahmat serta menyiapkan segala sesuatu
menyusun tingkatan-tingkatan supaya mereka tahu bahwa Allah Maha Lembut kepada
hamba-hambaNya, memberikan rezeki kepada siapa saja yang dikendaki tanpa
perhitungan. Selesai sudah nasehatku tentang kawruh kesejatian yang
kubeberkan padamu. Hendaklah engkau bisa menggunakan sebaik mungkin.
Dengan sikap takzim, Raden Paku (Sunan Giri) menerawang ke depan
membayangkan wajah ayahandanya mengucapkan sendiri kata-kata yang barusan
dibacanya. Digengamnya erat-erat lembaran lontar itu, lalu didekapkan didada
serasa hendak menggoreskan makna dalam hatinya. Suatu makna dari
nasehat orang suci yang tak lain adalah ayahandanya sendiri Syeh Wali
Lanang/Syeh Awallul Islam (Maulana Ishak), lelaki suci keturunan
manusia utama.
0 Komentar