Dzikir La ilaha illa Allah merupakan dzikir Jahar yang ditalqinkan (diajarkan) dalam Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN). Dzikir ini dibaca oleh setiap ikhwan TQN Suryalaya Tasikmalaya minimal setiap ba’da shalat sebanyak 165 x. Dzikir la ilaha illa Allah disebut sebagai dzikir yang paling utama (afdhalu dzikri). Dzikir tersebut merupakan dzikir yang paling banyak dibaca oleh umat Islam, di samping tilawah Al Qur’an.
La ilaha illa Allah memiliki kandungan makna yang mendalam, di samping hikmah yang banyak. Tidak ada tuhan / Ilah, selain Allah. Tiada yang disembah, selain Allah. Tiada yang dicari, selain Allah. Tiada yang wujud secara hakekat, selain Allah. Menurut Arifin Ilham, tindakan dan amalan apapun yang dilakukan hendaknya berprinsip “hanya karena Allah” (lillahi ta’ala), bukan karena ilah-ilah yang lain. Ilah-ilah itu bisa berupa nafsu kita, ego kita, kebiasaan buruk kita, kebodohan kita, kepentingan pribadi kita, harta kekayaan kita, jabatan kita, profesi kita, gelar kita, dsb.
Saat kita makan misalkan, betulkah karena Allah? Agar kuat beribadah kepada-Nya. Kuat menjalankan perintahNya. Ataukah kita makan karena nafsu keinginan kita, padahal perut kita masih berisi makanan dan masih kenyang?
Dzikir la ilaha illa Allah hendaknya dibaca terus, dilatih terus sampai dapat merasakan khusyu’ saat berdzikir. Dengan rendah hati Abah Anom ra menyatakan,”Malah ceuk salah sawios mubaligh, cenah cirina dzikir khusyu’ teh sok kaluar cai tina panon (nangis) dumeh ngarumasaken sadaya ge kenging Allah, sadaya ge kagungan Allah, rumaos seueur dosa jeung hoyong dihampura. Tapi lamon teu khusyu’, kaluar caina teh sanes tina panon, tapi tina lambey.
Pertama, Hikmah Dzikir Jahar La Ilaha Illa Allah Dalam Tinjauan Tafsir Dan Hadits Nabi Saw Pertama, La ilaha illa Allah memiliki banyak nama. Nama-namanya adalah :
1. Kalimat thayyibah / perkataan yang baik (QS. Ibrahim (14):24). Rasulullah Saw bersabda,”Bimbinglah orang-orang yang akan meninggal dunia dengan la ilaha illa Allah. Barangsiapa mengucapkannya ketika sakaratul maut, maka wajiblah surga baginya.” Para sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami mengucapkannya ketika sehat?”. Jawab beliau,”Justru lebih wajib lagi atasnya.”
2. Al-Qaul ats-tsabit/ ucapan yang teguh (QS. Ibrahim (14):27). Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya Allah memiliki sebuah tiang nur di depan ‘arsy-Nya. Jika seorang hamba mengucapkan la ilaha illa Allah, maka bergetarlah tiang itu. Lalu Allah swt berfirman,”Berhentilah!” Tiang itu berkata,”Bagaimana aku dapat berhenti, sedangkan Engkau belum mengampuni orang yang mengucapkannya?” Maka Allah swt berfirman,”Sesungguhnya Aku telah mengampuninya.” Maka barulah tiang itu berhenti.” (HR. Al-Bazzar).
3. Da’wah al-haq/ doa yang tulus (QS. Ar-Ra’d (13):14). Abu Sa’id AlKhudri ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Suatu kali Musa as memohon kepada Allah Swt,” Ya Allah, ajarkan kepadaku sesuatu yang dengannya aku dapat berdzikir dan berdoa pada-Mu.” Allah berfirman,”Ucapkan la ilaha illa Allah.” Musa berkata,”Ya Allah, kalimat ini diucapkan oleh setiap hamba-Mu.” Allah berfirman lagi,”Ucapkanlah la ilaha illa Allah.” Musa as berkata lagi,”Ya Allah, Aku menginginkan sesuatu yang spesial untukku.” Allah berfirman,”Wahai Musa, jika tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi diletakkan di sebelah timbangan dan la ilaha illa Allah di sebelah timbangan lainnya, niscaya timbangan la ilaha illa Allah itu lebih berat.” (HR. Nasai, Ibnu Majah dan Hakim).
4. Kalimatin sawa/ kalimat (keadilan dan keinsafan) yang sama (QS. Ali Imran (3):64).
5. Ta’muruna bil ma’ruf (QS. Ali Imran (3):110) menurut Ibnu Abbas ialah bersaksi terhadap la ilaha illa Allah dan mengakui semua hukum Allah dan mengakui bahwa la ilaha illa Allah adalah sesuatu yang paling baik dan utama.
6. Adil (QS. An-Nahl (16):90) menurut Ibnu Abbas adalah ikrar terhadap kalimat la ilaha illa Allah.
7. Qaulan sadida / perkataan yang benar (QS. Al-Ahzab (33):70) menurut Ibnu Abbas dan Ikrimah ialah mengucapkan la ilaha illa Allah. Dalam sebuah hadits disebutkan,”Apabila seorang hamba mengucapkan la ilaha illa Allah, maka Allah Swt membenarkannya dengan berfirman,”Benarlah hamba-Ku, memang tiada Tuhan, selain Aku.”
8. Ahsanal qaul/ pembicaraan yang lebih baik, yang sesuai dengan ajaran agama menurut Ibnu Umar dan Zaid bin Aslam ialah membaca la ilaha illa Allah. Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Tidak ada seorang hamba yang mengucapkan la ilaha illa Allah melainkan dibukakan baginya pintupintu langit sehingga kalimat itu terus menuju ‘Arasy selama ia menghindarkan diri dari dosa-dosa besar.” (HR. Tirmidzi).
9. Kalimat yang haq (QS. AzZumar (39):33-35). Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,”Perbanyaklah ucapan syahadat, la ilaha illa Allah sebelum berpisah antara kamu dengannya.” (HR. Abu Ya’la).
10. Da’a ila Allah/ menyeru kepada Allah (QS. Fushshilat (41):33). Dari Anas ra berkata Rasulullah saw bersabda,”Tidak ada suatu amal melainkan antara dia dengan Allah swt ada hijab, kecuali ucapan la ilaha illa Allah dan doa orang tua kepada anaknya.” (HR. Ibnu Mardawaih)
11. Kalimat taqwa (QS. Al-Fath (48):26). Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,”Perbaharuilah iman kalian.” Para sahabat bertanya,”Bagaimana cara memperbaharui iman kami, ya Rasulullah?”. Rasulullah saw bersabda,”Perbanyaklah ucapan la ilaha illa Allah.” (HR. Bukhari).
12. Tazakka / membersihkan diri (QS. Al-‘Alaa (87):14) menurut Ikrimah dan Ibnu Abbas ialah membaca la ilaha illa Allah. La ilaha illa Allah disebut dalam hadits Nabi Saw sebagai Jilau al-qulub (pembersih hati). Karena itulah para ahli tasawuf menganjurkan supaya kalimat la ilaha illa Allah diwiridkan sebanyakbanyaknya yaitu beratus-ratus bahkan beribu-ribu setiap hari. Abu Ali AdDaqaq ra berkata,”Apabila seorang hamba menyebut la ilaha dengan ikhlas maka seketika itu juga hatinya menjadi bersih kemudian ketika ia menyebut illa Allah, maka muncullah cahaya di hati yang bersih itu. Dengan demikian segala usaha syetan akan siasia.”
13. Hasanah/kebaikan (QS. AlAn’am (6):160) menurut Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud ialah la ilaha illa Allah. Dari Anas ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,”Tidak ada seorang pun yang mengucapkan la ilaha illa Allah pada suatu waktu pada malam ataupun siang hari, melainkan dihapuskan keburukan-keburukannya (dosa-dosanya) dari buku catatan amalnya sehingga keburukannya itu diganti dengan kebaikan.” (HR. Abu Ya’la).
14. Al-urwah al-wutsqo / tali yang amat kuat (QS. Al-Baqarah (2):256). Dari Anas ra berkata,”Sesungguhnya Abu bakar Shidiq ra menghadap Rasulullah saw dalam keadaan sedih.
Rasulullah saw bertanya kepadanya,”Mengapa engkau sedih?”. Abu bakar ra menjawab,”Semalam keponakan saya dalam keadaan hampir meninggal dunia.” Rasulullah saw bertanya,”Apakah engkau telah mentalqinkan kalimat la ilaha illa Allah?” “Ya, saya sudah melakukannya,” sahut Abu bakar. Rasulullah saw bertanya lagi,”Dapatkah ia mengucapkannya?”. “Ya, dia dapat mengucapkannya dengan baik,” jawab Abu bakar. Rasulullah saw bersabda,”Dia wajib masuk surga.” Abu bakar ra berkata,”Wahai Rasulullah, bagaimanakah seandainya orang yang masih hidup mengucapkan kalimat itu?” Rasulullah saw menjawab,”Itu akan menghapuskan dosa-dosa mereka. Itu akan menghapuskan dosadosa mereka.” (HR. Abu Ya’la dan Al-Bazzar). Dari Ummu Hani ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,”la ilaha illa Allah tidak dapat didahului oleh amal apapun dan tidak meninggalkan satu dosa pun.” (HR. Ibnu Majah).
Kedua, Diberi shalawat oleh Allah. Di dalam QS. Al-Ahzab (33): 41, ditegaskan tentang keharusan berdzikir atau mengingat Allah. “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyakbanyaknya.” Di ayat 43 disebutkan bahwa Allah bershalawat kepada orang yang berdzikir. Menurut riwayat AlBukhari, yang dimaksud Allah bershalawat kepada orang yang berdzikir ialah Allah memuji dan membanggakan hamba-Nya yang berdzikir di hadapan para malaikat-Nya. Subhanallah. Saat Kita berdzikir, menyebut nama Allah, maka Allah pun menyebut nama kita dengan kebanggaan di hadapan para malaikatNya. Betapa bahagianya, nama kita disebut dan dibanggakan oleh Allah di hadapan para malaikat-Nya. Pendapat yang lain mengatakan, shalawat Allah kepada hamba-Nya yang berdzikir ialah menurunkan rahmat-Nya, yaitu dikabulkannya hajat kita dan dijauhkan dari segala bencana.
Ketiga, Dapat dijadikan Pegangan. Dikisahkan ada dua orang Arab badui datang menemui Rasulullah Saw. Orang pertama bertanya,”Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling baik itu?” Rasulullah menjawab,”Orang yang paling baik ialah yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya.” Umurnya panjang dan umur tersebut dipenuhi dengan kebaikan dan kebaikan, itulah orang yang terbaik, kata Rasulullah. Orang yang kedua bertanya,”Ya Rasulullah, sesungguhnya ajaran Islam sangat banyak, perintahkan kepadaku sesuatu yang dapat aku jadikan pegangan.” Betul, apa kata sahabat Nabi Saw tadi, ajaran Islam sangat banyak, cabang iman saja berjumlah 77 cabang.
Mampukah kita melakukan seluruh cabang iman tersebut? Manakah yang paling penting diantara yang penting? Rasulullah menjawab,”Hendaknya lisanmu selalu basah dengan berdzikir kepada Allah.” Bila lisan kita berdzikir kepada Allah, apalagi dengan dzikir yang paling utama, yaitu la ilaha illa Allah, yang merupakan cabang iman yang paling tinggi, tentunya tangan Kita akan dermawan, kaki kita melangkah bershilaturahim, telinga kita mendengarkan kebaikan, mata kita membaca Al-Qur’an, hati kita berbaik sangka kepada Allah dan kepada sesama, perut kita diisi dengan makanan dan minuman yang halal, dan seluruh indera kita pun menjadi baik.
Keempat, Banyak dzikir membuat seseorang menjadi lebih unggul daripada lainnya. Seseorang bertanya kepada Rasulullah Saw,”Siapakah mujahid (pejuang) yang paling banyak pahalanya di sisi Allah, ya Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab,”Mujahid yang paling banyak pahalanya ialah mujahid yang paling banyak berdzikirnya kepada Allah.” Orang itu bertanya lagi,”Siapakah orang puasa yang paling banyak pahalanya?” Rasulullah saw menjawab,”Orang puasa yang paling banyak pahalanya adalah orang puasa yang paling banyak berdzikirnya.”
Kemudian disebutkan orang shalat yang paling utama, orang haji yang paling utama, dan orang sedekah yang paling utama. Jawabannya sama, mereka yang paling banyak dzikirnya. Orang puasa waktunya sama, dari terbitnya fajar shidiq sampai terbenamnya matahari. Larangannya juga sama, tidak boleh makan, minum dan berhubungan badan di siang hari. Yang membedakan orang yang berpuasa adalah kuantitas dan kualitas dzikirnya. Ada yang puasa, banyak tidur. Alasannya, tidurnya orang yang puasa adalah ibadah.
Benar. Tidur aman dari berghibah, berdusta dan perbuatan sia-sia lainnya. Namun, yang lebih utama adalah yang mengisi waktuwaktu saat puasanya dengan memperbanyak dzikir. Makin banyak dzikirnya, maka pahala puasanya makin banyak. Orang yang menunaikan ibadah haji juga sama. Tempat ibadah hajinya sama di Mekah dan Madinah. Waktunya sama, yaitu pada bulan haji. Yang membedakan orang yang menunaikan ibadah haji antara satu dengan lainnya ialah banyaknya dzikirnya. Ada orang yang menunaikan ibadah haji banyak istirahat dan shopping dan ada juga yang menunaikan ibadah haji dengan banyak berdzikir.
Kelima, Banyak dzikir merupakan salah satu cara untuk mendapat ampunan Allah dan pahala yang besar. Hal ini disebutkan dalam QS. Al-Ahzab (33): 35, Allah menyediakan ampunan dan pahala besar kepada orang yang melakukan sepuluh hal, yaitu: muslim, beriman, taat, benar, sabar, khusyu’, bersedekah, berpuasa, menjaga kemaluan dan banyak berdzikir.
Adapun dzikir yang paling utama ialah dzikir la ilaha illa Allah. Dari Jabir ra, Rasulullah Saw bersabda,”Dzikir yang paling utama adalah la ilaha illa Allah.” (HR. Tirmidzi). Oleh karena itu, para ahli ma’rifat dan tasawuf selalu istiqamah menjaga kalimat thayyibah dalam dzikir-dzikir mereka dibandingkan dengan bacaan-bacaan lainnya. Mereka menyuruh murid-muridnya mengucapkan kalimat ini sebanyak-banyaknya karena telah terbukti faedah-fedahnya yang tidak terdapat pada dzikir yang lain.
Dikisahkan Syekh Ulwan ra, seorang ulama dan guru yang luas ilmunya datang dan berguru kepada Sayyid Ali bin Maimun Maghribi ra secara khusus. Sayyid Ali menganjurkan kepadanya agar meninggalkan semua pekerjaannya dan hanya tawajjuh kepada dzikir. Ketika masyarakat mengetahui ini, mereka mengejek dan menentangnya serta menuduh telah merugikan dan menyianyiakan ilmu Syekh Ulwan ra.
Setelah beberapa hari, Sayyid Ali mendapati Syekh Ulwan kadangkadang membaca Al-Qur’an, maka hal itupun dilarangnya. Mendengar kejadian itu, maka para penentangnya semakin berburuk sangka. Mereka menuduh bahwa Sayyid Ali telah murtad, fasiq, dan lain-lain. Setelah beberapa hari, manfaat dari dzikir la ilaha illa Allah mulai dirasakan oleh Syekh Ulwan, hingga meresap ke dalam kalbunya, maka Sayyid Ali berkata,”Sekarang mulailah membaca Al-Qur’an.” Setelah Syekh Ulwan membaca Al-Qur’an, ia merasakan berbagai ilmu dan ma’rifat datang kepadanya. Kemudian Sayyid Ali berkata kepadanya,”Sebenarnya dulu saya tidak melarangmu membaca Al Qur’an, tetapi saya ingin pengaruh dzikir la ilaha illa Allah ini berkesan di dalam hatimu dulu.” Karena kalimat thayyibah merupakan sumber agama dan pokok keimanan. Semakin banyak menyebut kalimat ini, maka akan semakin kuat dan lebih kukuh lagi dasar keimanan itu. Ada tidaknya keimanan seseorang tergantung kepada kalimat ini, bahkan wujud dunia ini pun tergantung kepada wujud kalimat ini. Kiamat tidak akan terjadi selama masih ada yang mengucapkan la ilaha illa Allah.
Hikmah Dzikir Jahar La Ilaha Illa Allah Dalam Tinjauan Tasawuf (Kitab Jami’ Al-Ushul Fil Aulia)
1. IKHLAS
Syekh Ahmad AlKamsyakhanawi menulis Kitab Jami’ Al-Ushul fi Al-Aulia. Dalam Kitab tersebut (Terbitan Al-Haromain, Surabaya, t.t., halaman 193-194) Beliau menjelaskan dua faidah dzikir jahar kalimat tahlil atau la ilaha illa Allah, yaitu : ikhlas dan karomah. Ikhlas melahirkan zuhud, tawakal, malu, mengagungkan Allah, kaya hati, faqir, itsar, futuwah, dan syukur. Orang yang merutinkan dzikir la ilaha illa Allah akan ikhlas dan mempunyai sifat-sifat mulia, yaitu:
Pertama, Zuhud. yakni kosongnya batin dari kecenderungan kepada dunia yang akan binasa. Zuhud ini masalah hati. Orang miskin yang tidak mempunyai harta, bila hatinya dipenuhi dengan khayalan akan dunia, kerinduan akan kemewahan dan kecintaan pada materi jelas bukan orang zuhud. Sebaliknya, walaupun seseorang bergelimang materi, di kantongnya banyak uang, di rekeningnya banyak tabungan, dan di rumahnya banyak perhiasan, bila hatinya tidak terikat dengan dunia, maka ia disebut zuhud.
Salah satu ciri orang kaya yang zuhud ialah dermawan, banyak berderma dan membantu sesama. Ada 10 sahabat Rasulullah yang diberi kabar gembira oleh Beliau pasti masuk ke dalam surga. Dari 10 sahabat tersebut, 9 diantaranya adalah pedagang / pengusaha kaya yang bergelimang harta, namun dermawan. Ahli sedekah hidupnya akan berkah, semakin dekat dengan Allah dan semakin bermanfaat kepada sesama. Merekalah orang zuhud yang sebenarnya.
Kedua, Sifat dermawan. Mengapa? Karena keyakinan yang mendalam bahwa Allah maha pemberi rezki, Allah maha pembalas sedekah. Harta Kita hakekatnya milik Allah. Kita hanya diberi titipan untuk digunakan di jalan yang diridhai-Nya.
Hati dikosongkan dari percaya dan rasa aman dengan dunia. Memang kemana-mana rasanya tenang kalau membawa uang. Tapi, apakah uang yang banyak dapat menolak bencana dan kematian? Bukankah, hidup di dunia ini seperti orang yang melintasi jalan raya? Bisakah orang berdiam selamanya di jalan raya? Tidak. Ia harus melewati jalan raya, bukan menempatinya. Dunia pasti hilang atau fisik kita yang terlebih dahulu meninggal dunia.
Ada Pengusaha yang menyedekahkan hartanya ratusan juta rupiah. Saat ditanya alasannya, ia menjawab,”Saya punya teman seorang pengusaha. Saat teman saya tersebut meninggal, isterinya dinikahi oleh orang yang dulu saat masih hidup menjadi saingan bisnisnya. Bisnis dan rumahnya kini dikelola dan ditempati oleh saingan bisnisnya tersebut.” Menyedihkan. Saat hidup berjuang keras mengumpulkan kekayaan. Saat meninggal kekayaannya diwarisi oleh saingan bisnis yang menikahi mantan isterinya.
Ketiga, Tawakal. Hatinya begitu yakin dengan tempat memasrahkan diri, yaitu Allah. Hatinya tenang, tidak stress dan goncang saat tidak ada asbab dan pekerjaan. Ia yakin dengan Allah yang menyebabkan adanya sebab. Siapa bertawakal pada Allah, Dia pasti mencukupi kebutuhannya.
Bentuk tawakal pada permulaan ialah meninggalkan perbuatan biasa yang lahir dari keinginan pribadi, dengan menetapi perbuatan yang diperintah oleh Allah. Makan Kita apakah didorong oleh selera makan atau dimotivasi untuk kuat menjalankan ibadah kepada Allah? Saat DR. Yusuf Qardhawi dikritik karena memakan paha kambing sendirian, padahal banyak penduduk negara-negara miskin yang kelaparan, Ia menjawab,”Kalian jangan hanya melihat apa yang Saya makan, tapi lihat apa yang Saya hasilkan?”. Memang, Beliau salah seorang ulama yang produktif, melahirkan banyak buku yang bermutu dan bermanfaat bagi umat Islam. Aktivitasnya yang padat, keseriusannya dalam mengembangkan ilmu dan memberikan solusi terhadap masalah umat Islam tentunya membutuhkan asupan energi yang memadai.
Keempat, Malu kepada Allah dan mengagungkan-Nya dengan rutin berdzikir, menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, menahan diri dari mengadu kepada Allah, serta menyayangi orang-orang tak berdaya, fakir dan miskin. Mengapa harus malu kepada Allah? Kita lebih sering lupa daripada ingat kepada-Nya. Saat berbicara dengan makhluk, sering melupakan Allah. Tapi saat berdialog dengan Allah melalui dzikir, shalat, munajat dan doa, Kita sering malah ingat kepada makhluk. Saat ditimpa masalah, ingat kepada Allah. Namun saat diberi karunia kebaikan, malah lupa denganNya. Kita selalu meminta kepada Allah, namun permintaan Allah (perintah-Nya) sering Kita abaikan. Kita sering berbuat dosa kepada Allah, namun Allah tetap mencurahkan berbagai ni’mat kepada Kita. Kita sebagai keturunan Nabi Adam dimuliakan oleh Allah, namun Kita sering tidak memuliakan / mengagungkan Allah.
Kelima, Kaya hati. Ia sadar segala yang terjadi adalah kehendak dan pengaturan Allah. Hati tidak panas melihat kemajuan dan kekayaan orang lain. Fokusnya ialah memperbaiki dirinya agar diridhai oleh Allah. Hatinya lapang, memaafkan dan menyelami perasaan orang lain.
Keenam, Faqir (Butuh kepada Allah). Ia tidak rakus kepada dunia, karena kecukupannya bukan dengan dunia. Lisannya juga tidak memuji dan mencela dunia. Orang yang merutinkan dzikir la ilaha illa Allah, secara hakikat hanya butuh kepada Allah yang maha kaya dan maha memberi kekayaan. Maha kuasa dan maha memberi kekuasaan. Kerakusan seseorang seringkali mendatangkan kebinasaan. Dikisahkan, ada tiga orang menemukan harta karun di atas bukit. Bila dibagi rata, masing-masing mendapat sepertiga bagian. Itu sudah cukup dan banyak. Namun, sifat rakus membuat ketiganya malah binasa dan tidak mendapat bagian apa-apa. Orang yang disuruh turun bukit membeli makanan, menyisipkan racun pada makanan untuk kedua temannya, supaya harta karun tersebut seratus persen menjadi miliknya sendiri. Sementara dua temannya juga merancang cara untuk mengeroyok dan membunuhnya agar mendapat bagian lebih besar, yaitu masing-masing mendapat setengah harta karun. Apa yang terjadi? Begitu yang membeli makanan datang, ia langsung dikeroyok dan dibunuh. Lalu saat keduanya menikmati nasi bungkus, akhirnya mati juga karena telah disisipi racun oleh temannya. Kasihan. Ingin banyak, malah tidak dapat.
Ketujuh, itsar (mendahulukan kepentingan orang lain daripada dirinya). Itsar atau altruism merupakan perbuatan yang mulia. Kalau al-hirshu atau rakus adalah mendahulukan kepentingan sendiri daripada orang lain, maka itsar merupakan kebalikannya. Orang yang merutinkan membaca dzikir kalimat tahlil, maka diantara cahaya yang memancar dari jiwanya adalah sikap itsar.
Diriwayatkan dari Hasan, ada sahabat yang puasa dua hari, buka dan sahur memakai air putih saja, karena tidak memiliki makanan pada saat itu. Hari ketiga puasa, ia kedatangan tamu. Masalahnya, makanan yang ada di rumahnya hanya cukup untuk porsi satu orang. Padahal, ia dan isterinya saat itu sedang puasa, dan juga mempunyai anak kecil. Sahabat tersebut tanpa ragu berkata kepada isterinya,”Kita hidangkan makanan ini kepada tamu Kita. Biarlah malam ini Kita bersabar. Tidurkan anak Kita sebelum waktu makan malam. Saat makanan dihidangkan, tiuplah lampu, sehingga tamu tersebut beranggapan bahwa Kita makan bersamanya sampai kenyang.” Subhanallah. Perilaku itsar mendapatkan pujian dari Allah sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Hasyr (59 ): “Dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dari dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orangorang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr (59):9).
Kedelapan, Al-Futuwwah (Berbudi Luhur dan tanpa pamrih). Artinya, tidak menuntut kebaikan orang lain, walaupun ia telah berbuat baik kepada mereka. Karena ia mengetahui, kebaikannya kepada orang lain atau keburukan orang lain kepadanya adalah ciptaan Allah. Ia tidak memandang dirinya telah berbuat baik, sehingga menuntut balasan. Juga tidak melihat keburukan orang lain kepadanya sehingga mencela mereka. Ia hanya mencela perbuatan tidak baiknya, bukan pelakunya. Saat berbuat baik, baik ibadah ritual maupun sosial, ia memandangnya sebagai anugerah dari Allah, sehingga bersyukur. Ia tidak memandang kebaikan dirinya semata usahanya sendiri, karena dapat mengantarkannya pada sifat ‘ujub (bangga diri). Misalkan, orang berkata,”Saya setiap hari berdzikir dengan kalimat tahlil sebanyak 10.000 kali. Jarang orang yang bisa melakukan ini. Biasanya ikhwan dzikir cukup 165 x ba’da shalat, bahkan kalau sedang sibuk hanya 3 x ba’da shalat.” “Sudah 14 kali saya khatam Qur’an seminggu sekali dan membaca doa khatamannya di tempat ziarah, tempat para wali dimakamkan. Orang lain khatam sebulan sekali saja belum tentu.” Ini termasuk ‘ujub (bangga diri) dan dapat menghapus nilai amal baik yang Kita lakukan. Na’udzu billahi min dzalik.
Kesembilan, Syukur. Syukur ialah hati memuji Allah, ni’mat digunakan di jalan yang diridhai oleh Allah, serta dapat melihat sisi positif, melihat ni’mat dalam bencana. Sebut saja, sengsara membawa ni’mat. Penyakit dan rasa sakit misalnya, mempunyai 4 faidah, yaitu: dibersihkan dari dosa, diingatkan kepada akhirat, dicegah dari maksiat dan ikhlas dalam berdoa. Dalam keadaan apapun Kita bisa bersyukur. Peserta ujian komprehensif Fakultas Dakwah IAILM Pondok Pesantren Suryalaya, Saya tanya bagaimana caranya agar dapat bersyukur misalkan saat kehilangan sandal ketika shalat di masjid? Kalau rela dan pasrah itu ridha. Bagaimana syukurnya? Syukurnya ialah membandingkan musibah Kita dengan musibah orang lain yang jauh lebih berat. Kita dapat berkata,”Terima kasih ya Allah. Orang lain kehilangan kakinya karena tabrakan. Ada yang kehilangan rumahnya karena kebakaran. Ada yang kehilangan pekerjaannya karena PHK. Ada yang kehilangan anaknya karena meninggal dunia terlebih dahulu. Sementara Saya hanya kehilangan sandal. Terima kasih, ya Allah.”
2. KAROMAH
Dzikir merupakan pondasi dalam tarekat. Tidak ada seorang pun yang dapat wushul (sampai) kepada Allah, kecuali dengan merutinkan dzikir. Syekh Al-Kharraz berkata,”Bila Allah hendak menjadikan hamba-Nya sebagai Wali-Nya, maka dibukakan baginya pintu dzikir kepada Allah. Bila dzikirnya sudah dapat dinikmati, maka Allah membukakan pintu kedekatan, lalu mengangkatnya ke majelis keakraban (lebih dekat lagi), kemudian mendudukkannya di atas kursi tauhid, lalu menghilangkan hijab dan memasukkannya pada dar alfardaniyah, kemudian disingkapkan baginya penutup Keperkasaan dan Keagungan Allah. Bila pandangan hatinya tertuju pada Keperkasaan dan Keagungan Allah, maka ia akan menjadi fana, ia berada dalam penjagaan Allah dan terlepas dari pengakuan dirinya. Dan Sebagaimana diketahui, dzikir yang paling utama ialah dzikir kalimat tahlil, yaitu la ilaha illa Allah.
Syekh Ahmad AlKamsyakhanawi7 dalam karyanya, Jami Al-Ushul fi Al-Aulia (Terbitan AlHaromain, Surabaya, t.t., hlm. 193-194) menulis dua faidah dzikir jahar kalimat tahlil atau la ilaha illa Allah, yaitu : ikhlas dan karomah. Faidah ikhlas telah dibahas pada poin pertama. Dalam tulisan ini akan diuraikan contoh-contoh faidah kedua, yaitu karomah. Karomah (kemuliaan) merupakan kejadian luar biasa sebagai bentuk pemuliaan Allah kepada para Wali (kekasih)-Nya. Fungsi karomah ialah untuk mengetahui wali yang sebenarnya dan membedakannya dengan orang yang hanya mengakungaku sebagai wali. Bila hal luar biasa dilakukan oleh seseorang yang tidak beriman dan beramal shaleh, maka disebut istidraj (penundaan hukuman).
Sebagian berpendapat boleh menampakkan karomah, sebagaimana kisah temannya Nabi Sulaiman bernama Ashif bin Barkhoya yang mengatakan dan membuktikan bahwa dirinya dengan ijin Allah dapat mendatangkan singgasana Balqis dari jarak yang jauh sebelum mata berkedip (hitungan detik). Umar bin Khathab saat berkhutbah shalat Jum’at di Saudi Arabia berseru (tanpa memakai HP),”Wahai pasukan, naik ke gunung, naik ke gunung.” Pasukannya yang sedang di Mesir mendengarkan suaranya dan mengikutinya, sehingga meraih kemenangan. Banyak contoh karomah seperti mendatangkan makanan pada saat bukan musimnya, mendatangkan air saat haus, memperpendek perjalanan jauh dalam waktu singkat, selamat dari musuh, mendengar suara tanpa rupa, dan sebagainya. Adapun karomah yang diberikan Allah kepada orang yang merutinkan dzikir la ilaha illa Allah antara lain ialah :
Pertama, Mendatangkan keberkahan bagi makanan dan barang lainnya, sehingga yang sedikit menjadi banyak dan yang sedikit dapat mencukupi. Makanan yang sedikit menjadi banyak bila dilakukan oleh Rasulullah, maka disebut mukjizat. Bila dilakukan oleh Wali Allah, maka disebut karomah. Bila dilakukan oleh orang beriman, maka disebut ma’unah (pertolongan Allah). Intinya, keajaiban (the miracle). Bila jamuan manaqib yang dilakukan oleh Mursyid Kita, Abah Anom tidak pernah kekurangan nasi atau lauknya, padahal yang datang ribuan, maka itu merupakan salah satu karomahnya. Juga bila Beliau dapat selalu menjamu tamu-tamu yang datang sebanyak apapun dan sesering apapun, maka itu juga termasuk karomah. Kadang orang punya banyak uang, tapi belum tentu punya kemauan dan kemampuan untuk menjamu tamu. Sebaliknya, ada juga orang yang punya kemauan kuat untuk menjamu banyak tamu, tapi belum tentu ia punya uang untuk melakukannya atau uangnya ada, orang-orang yang mau membantunya juga banyak, namun hanya sedikit dan jarang tamu yang mau berkunjung kepadanya.
Contoh sederhana uang yang sedikit menjadi banyak dan mencukupi adalah saat uang Kita tidak laku. Ini dapat disebut ma’unah bila terjadi pada Kita yang beriman pada Allah. Kita mengambil semen, bata, kayu, pasir, dan lainnya untuk perbaikan rumah ke Matrial (toko bangunan), eh pas udah selesai dan mau bayar, Pemiliknya bilang,”Nggak usah Pa.” Harusnya uang dari kantong Kita keluar jutaan untuk membayarnya, malah digratiskan. Al hamdulillah, jazakumullah khairan katsiran. Lalu pas potong rambut. Setelah selesai rambut Kita dipotong, Kita pun memberikan bayaran 10 ribu, tapi yang mangkas itu bilang,”Jangan Pa. Saya minta didoakan saja.” Didesak-desak untuk menerima uang, tetap saja ia tidak mau, katanya minta didoakan saja. Ya sudah. Alhamdulillah, uangnya jadi tidak berkurang. Tentu saja Kita tidak boleh bersikap thoma’ (mengharapkan pemberian orang, gratisan), namun kalau yang bersangkutan memohon dan memaksa agar tidak dibayar, rasanya kurang etis kalau Kita menolak kebaikannya. Itulah contoh barokah. Sekali lagi jangan diharap. Namun, memang kasus-kasus di atas dialami oleh orang yang suka berdzikir jahar la ilaha illa Allah.
Menurut Saya, yang penting bukanlah berapa banyak yang Kita hasilkan, baik dari hasil kerja maupun pemberian lainnya, namun yang paling penting adalah berapa banyak sedekah yang Kita keluarkan. Karena sedekah dapat mengundang keberkahan, dibukanya rezki dari pintu gaib, dan terjadinya berbagai keajaiban lainnya. Yusuf Mansur kalau ke hotel tidak pernah check in dan check out, kalau ke Bandara sudah ada mobil yang ngejemput, itu karena berkah. Sebelumnya, ia pernah menyedekahkan 100 % atau seluruh royalti dari 23 buku yang ditulisnya. Bila satu buku dicetak 10.000 eksemplar dan setiap eksemplar buku Ia mendapatkan royalti Rp 5.000,- maka satu buku total royaltinya 50 jt. Bila dikalikan 23 buku = 1 Milyar 150 juta rupiah. Subhanallah. Bila Mas Ipho buku-bukunya best seller dan seminar-seminar yang diadakannya bukan hanya di dalam, namun juga di luar negeri laris manis, maka itu juga berkah sedekah. Ia berani menyedekahkan 50 % atau setengah dari penghasilannya, sehingga percepatan karir dan bisnisnya luar biasa. Benar apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw, ash-shadaqatu syaiun ‘ajieb (Sedekah itu sesuatu yang menakjubkan).
Hampir setiap malam minggu Saya bermalam di Masjid Nurul Asror Pesantren Suryalaya. Ratusan tamu datang ke Pesantren . Mereka disediakan makanan dan minuman. Tamu yang datang malam hari pulang pagi hari. Eh, pagi-pagi sudah datang ratusan orang tamu lain. Dan mereka juga dijamu. Saya takjub dengan sedekah yang dilakukan Syekh Mursyid Kita, Abah Anom dan Keluarganya. Kadang Saya berdoa,”Ya Allah, bimbing hamba-Mu untuk dapat bersedekah kepada banyak orang seperti dicontohkan oleh Syekh Mursyid Kami.” Amien.
Kedua, Memudahkan datangnya uang atau barang yang dibutuhkan. Syekh Ahmad mengatakan, sebagian ahli dzikir la ilaha illa Allah ada yang setiap kali berdzikir atau shalat di tempat khalwatnya, di bawah sajadahnya ada uang. Ini jangan dipikirkan dan jangan diinginkan, Saya juga sama belum pernah mengalaminya. Namun kalau memudahkan datangnya uang, memang sering terjadi. Suatu hari saat shalat shubuh, seorang ikhwan perlu uang 200 ribu. Ia sudah niat habis berdzikir, kemungkinannya menagih utang atau bila tidak dapat, terpaksa berhutang. Saat masih berdzikir tiba-tiba datanseorang Ibu yang memberikan amplop. Setelah dibuka, subhanallah ternyata pas 200 ribu sebagaimana yang dibutuhkan. Pastinya, entah dengan cara bagaimana, Allah telah memberitahu dan memberi ilham kepada Ibu tersebut untuk memberikan uang, dengan jumlah yang pas dan pada saat yang tepat. Subhanallah. Cukuplah ini sekedar contoh.
Ketiga, Diberi tanda oleh Allah sehingga dapat mengetahui halal dan haramnya makanan. Ini termasuk ketajaman mata hati yang dianugerahkan Allah kepada orang yang memperbanyak dan merutinkan dzikir la ilaha illa Allah. Diceritakan ada seorang sufi yang bila dihidangkan makanan haram atau syubhat (meragukan), maka tibatiba tangannya tidak dapat digerakkan. Saya yakin ini merupakan salah satu bentuk pertolongan dan penjagaan Allah kepadanya, sehingga tidak menyantap makanan tersebut.
Sebab, makanan haram yang masuk ke dalam perut seseorang dapat menghalangi terkabulnya doa dan membuat tidak kuat menjalankan ibadah. Bagaimana orang dapat melaju dengan kendaraan dzikir bila bensinnya tidak murni, misalkan dicampur air atau garam (makanan tidak halal bagi tubuh)? Atau boleh jadi makanan haram disantap oleh Wali Allah, namun tidak masuk ke dalam perutnya, namun berkumpul di lehernya dan saat diiris, makanan tersebut dapat dikeluarkan dari lehernya. Wallahu ‘alam. Seorang wali tidak takut dan tidak sedih. Takut berkaitan dengan masa depan yang belum terjadi. Kejadian-kejadian yang dikhawatirkan akan terjadi. Sedih berkaitan dengan masa lalu. Kesusahan dan berbagai masalah yang sudah terjadi mendatangkan kesedihan.
Sedangkan seorang Wali Allah adalah ibnu waqtihi (anak jamannya), hanya berfokus bagaimana mengisi masa sekarang dengan ibadah dan kebaikan. Bukankah hidup adalah tarikan napas dan setiap kali napas kita keluar masuk, maka jatah hidup Kita semakin berkurang? Masa lalu jadikan sebagai pelajaran. Masa depan dibangun dengan visi dan harapan. Namun yang paling menentukan gagal dan berhasilnya seseorang adalah caranya memanfaatkan masa kininya. Masa yang sedang dijalaninya. Dikatakan bahwa tanda kewalian ada tiga, yaitu: himmah (kehendaknya) karena Allah, kembali dan larinya kepada Allah dan kesibukannya dengan Allah.
Kita sering melakukan sesuatu bukan karena Allah, tapi karena ingin harta, jabatan atau lawan jenis. Saat makan dan minum kadang Kita melakukannya bukan karena Allah, namun karena ingin merasakan kelezatannya. Kita belum kembali dan lari menuju Allah. Kita belum rindu untuk berdzikir, belum merasakan kenikmatan saat berdzikir sehingga berlama-lama dalam dzikir. Kesibukan Kita bukan dengan Allah, bukan dzikir, khidmah, sedekah dan da’wah yang dapat mendatangkan ridha-Nya. Astaghfirullah.
Hikmah Dzikir Jahar La Ilaha Illa Allah Dalam Tinjauan Sufi (Syekh Mursyid Abah Anom Ra) Untuk membahas ini setidaknya dirujuk dari Buku Kumpulan Kuliah Shubuh Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya, Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin ra. yang diterbitkan oleh PT Mudawamah Warohmah, Tasikmalaya, 205 yang kemudian diambil poin kesimpulannya, yaitu :
1. Dzikir jahar la ilaha illa Allah merupakan kalimat thayyibah (ucapan yang baik atau bagus), yang dapat tembus pada perilaku yang bagus dan terus tembus pada ‘itikad yang bagus. Kita perlu mengoreksi diri, apakah ‘itikad kita sudah benar-benar tidak terisi oleh sifat-sifat takabur, ‘ujub, riya, sombong, dzolim, khianat, gampang tersinggung, kikir, suka mencari-cari kesalahan orang lain, suka memfitnah, dst. (Hlm. 4). Dengan kata lain, dzikir jahar la ilaha illaAllah harus dibaca secara rutin, karena diantara hikmahnya ialah melahirkan kebaikan ‘itikad, sehingga tidak diisi dengan sifat-sifat tercela, sebagaimana disebutkan di atas. Abah mengatakan, ari dzikir teh cahaya, keur nerangan keur nyaangan sagala laku lampah anu hade. Nu matak gunakeun dzikir supaya urang bisa kacaangan. Salilana henteu sasab. Boh sasab pikiran, boh sasab ucapan atawa sasab kalakuan, sabab kakurung ku cahaya dzikir. Katuduhkeun ku rasa dzikir.
2. Dzikir jahar dan khofi merupakan alat untuk menggarap diri, sebagaimana cangkul dan traktor merupakan alat untuk menggarap tanah. Dzikir hendaknya digunakan siang dan malam, jangan sekedar ba’da shalat saja yang jelas merupakan kewajiban. Dzikir yang digunakan siang dan malam supaya iman tebal, merasakan tidak punya apa-apa dan tidak memiliki apaapa, merasakan selalu dalam pertolongan Allah. Hasil dzikir tersebut ialah karakter positif. Tidak kasaluhuren nanduk, tidak ka sasama pasea, tidak kasahandapen ngahina dan tidak ka pakir miskin teu aya bela (hlm. 34-46). Dalam bahasa Arifin Ilham, setiap lafadz dzikir yang diucapkan lahir batin dengan lisan, akal dan hati, maka akan terjadi proses yang menakjubkan, yakni pensucian dosa-dosa, bahkan pensucian sifat-sifat buruk yang ada pada diri kita seperti sifat sombong, riya, sum’ah, ujub, merasa paling hebat, paling alim, gampang ge er dan minder. Orang yang minder itu menunjukkan orang yang kurang bersyukur.
3. Mengamalkan dzikir supaya hijrah (ma’nawiyah). Supaya hate teh sataun ieu pindah tina hudang pukul 04.00 atuh pindahkeun deui kana pukul setengah opat, atuh pindahkeun deui kana pukul tilu, kituh. Ieu mah kumaha atuh, unggal taun teu acan ngageser bae, masya Allah. Pindahkeun diri diajar. Sapeuting tujuh jam biasanya dianggo sare, ayeuna mah taun anyar keserkeun jadi genep jam. Taun anyar deui jadi lima jam kituh (hlm. 60-64).
Mi’raj itu meningkat. Belum meningkat, belum mi’raj. Rajab tahun kemarin belum tahajud, Rajab sekarang masih belum mau juga, belum ada peningkatannya. Mi’raj jangan dihubungkan dengan dunia. Misalkan, kekayaan masih segini aja dari dulu padahal suka shalat, tahajud, tasbih, tetap aja kehidupan mundur terus. Jangan dikaitkan. Banyak nikmat yang harus disyukuri. Orang yang berdzikir sadar bahwa dirinya selalu ditatap Allah. Ada kamera yang lebih hebat daripada CCTV, yakni kamera malaikat (spiritual), sehingga malu berbuat dosa dan berupaya melakukan kebaikan dan perbaikan dalam setiap langkahnya.
4. Dzikir merupakan kunci untuk membuka bahagia dunia dan akhirat. Ari tukang dzikir mah, dzikir we dzikir. Engke oge terbuka da Allah maparin petunjuk, datang we rasa syukur. Teu daek dzikir moal aya rasa syukur. Sedeng rasa syukur teh nyaeta kunci keur ngabulkeun bagja jeung waluya dunya akherat (hlm. 64). Talqin kalimat thayyibah untuk membersihkan hati, membersihkan tujuh lathifah, bersih dari godaan nafsu, estu tumut sumujud ka gusti Allah malulu, supaya meunang kabagjaan anu qudus, anu suci, anu halal di dunya di akhirat (hl. 75). Dzikir merupakan senjata ampuh untuk membendung godaan syetan, menguatkan keimanan, dan menyingkirkan segala gerakan nafsu (hlm. 149). 165 kali setiap waktu itu sekurang-kurangnya. Allah memerintahkan sebanyak-banyaknya. Jangan hanya mengisi perut (jasmani). Biasa makan siang, belum makan akan lapar. Isi juga rohaninya, supaya dapat derajat, petunjuk, pertolongan dan ridha Allah, terbuka dunia dan akhirat. Dalam 20 Wejangan Guru Mursyid Abah Anom ra disebutkan beberapa hikmah lain, yaitu:
5. Dzikir melahirkan keikhlasan. Pek, sanggupkeun kamampuan diri, kalayan latih ku dzikir, sakali deui ku dzikir, margi tanpa latihan dzikir mah moal tembong lillahi ta’ala, moal tembong kaikhlasan (hlm. 22). La ilaha illa Allah disebut kalimat ikhlas, karena dapat membuat seseorang yang selalu membaca dan memahaminya menjadi bersikap ikhlas.
6. Menguatkan keimanan. Abah Anom ra. Mengutip sabda Nabi Saw,”Weuteuhkeun iman maraneh kabeh sangkan jadi kuat tina sagala rupa panggoda syetan, oge jadi teguh tina sagala pangwudjuk napsu, nyaeta kudu ngalobakeun dzikir Allah ku ucapan la ilaha illa Allah (hlm. 6). Keimanan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan. William James, seorang profesor ilmu jiwa di Universitas Harvard Amerika, yang mengatakan bahwa obat paling mujarab terhadap penyakit gelisah tak diragukan lagi adalah keimanan. Dr. Karl Young, seorang dokter ahli di bidang kejiwaan berkata:”Sesungguhnya setiap orang sakit yang meminta saran kepadaku sejak 30 tahun yang lalu, yang berasal dari seluruh pelosok dunia, rata-rata penyebab sakit mereka adalah karena minimnya keimanan dan goyahnya akidah. Mereka tidak akan pernah sembuh, kecuali setelah berusaha mengoptimalkan kembali keimanan mereka yang telah hilang tersebut.”
7. Menghilangkan segala penyakit hati (jiwa). Kalimat la ilaha illa Allah diamalkeunana kudu dibarengan ku kaikhlasan atina, sumerah pasrah rasana ka Pangeran, insya Allah, bakal leungit sagala panyakit ati, panyawat jiwa anu nyata-nyata eta panyakit bakal ngaruksak diri katut ka ahli famili, kadang-kadang jadi pasea jeung tatangga, timbul pacengkadan anu akhirna bakal goncang badana. Ari nu disebut panyakit ati teh nyaeta anu mangrupakeun hiri dengki, neuteuli, deuluka, culika, dzolim, nganiyaya, sareng sajabina. Numutkeun dawuhan Rasulullah Saw anu hartosna: ngamalkeun dzikir ka Allah eta matak nyageurkeun kana sagala panyakit jiwa (hlm. 6).
8. Dzikir mengantarkan kita menjadi taqwa. Numutkeun ahli tafsir, anu disebut kalimat taqwa teh kalimat la ilaha illa Allah. Jadi kalimat la ilaha illa Allah (kalimat taqwa) teh parabot supaya manusa bisa taqwa ka Allah, tegesna tiasa ngawujudkeun kasadaran jiwa, guna tumut kana parentah Allah, nebihan tina sagala rupa cegahanana. Kalau seseorang sudah bertakwa, lalu mengajak orang lain untuk bertakwa, maka dapat terwujud lingkungan dan masyarakat yang bertakwa, sehingga masyarakat tersebut akan mendapatkan limpahan berkah Allah baik yang datang dari langit maupun dari bumi.
9. Dzikir la ilaha illa Allah jika dibaca dengan benar, ikhlas dan rutin, maka akan dapat menyingkapkan rahasia, kegaiban dan dikaruniai ilmu laduni. Ini disebutkan dalam Kitab Miftahus Shudur karya Abah Anom ra. Contoh-contohnya telah ditulis dalam buku Studi Kitab dan Amaliah Tasawuf yang Saya tulis dan diterbitkan oleh Latifah. Hikmah Dzikir Jahar La Ilaha Illa Allah Dalam Tinjauan Psikologi HM. Subandi, pakar psikologi dari UGM9 telah melakukan penelitian tentang efek positif pengamalan dzikir dan pengamalan ajaran TQN Pondok Pesantren Suryalaya. Menurutnya ada tujuh karakter yang muncul sebagai barokahnya, yaitu :
- Kemampuan memecahkan masalah, baik masalah pribadi, keluarga, karir, politik, ekonomi maupun lainnya. Masalah yang tidak terpecahkan dapat melahirkan gangguan kejiwaan seperti stress, insomnia, depresi (kesedihan yang berlarut-larut), putus asa, frustasi, ingin bunuh diri, juga berbagai masalah penyakit fisik seperti penyakit jantung, stroke, migrain, dll.
Bahaya mengancam bagi orang yang tidak mampu memecahkan masalahnya. Teman waktu SD mempunyai pacar seorang perempuan yang cantik. Keduanya saling mencintai. Sayang, orang tua perempuan tersebut menikahkannya dengan seorang kepala desa. Teman saya putus cinta, lalu putus asa. Ia mencari sebuah sumur. Lalu byurrr. Untung ada orang yang mendengar suara air berdebur dari sumur tersebut. Setelah dilihat teman saya ada di dalamnya. Nyawanya masih dapat diselamatkan. Rupanya ia belum membaca tulisan di mobil truk pengangkut pasir. Bunyinya,”Putus asa, biasa. Putus rem, baru celaka.” he, he. Kisah lain, seorang teman terlilit hutang pada rentenir. Bunga berbunga. Hutangnya nggak lunas-lunas, sementara penghasilannya tidak mencukupi untuk menutup hutang tersebut. Suatu malam, ceritanya, saat isteri dan anak-anaknya tertidur lelap ia sudah menyiapkan seutas tali untuk gantung diri. Saat tali sudah dimasukkan ke dalam lehernya, matanya melihat anaknya yang kecil yang sedang terlelap tidur. Ia terkejut dan menjadi sadar. Ia berpikir, kalau saya mati gantung diri, bagaimana nasib anak-anak saya. Alhamdulillah ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Kalau saja kita banyak dan sering berdzikir, insya Allah diselamatkan oleh Allah.
- Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami berbagai situasi yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami gangguan mental karenanya. Kisah sedih dari TV. Seseorang setelah gagal mencalonkan diri sebagai Bupati, karena tidak kuat mental, berjalan ke sana ke mari tanpa baju dan celana, telanjang bulat. Ia menjadi OGB (orang gila baru). Kasihan, kan? Masalah yang menghantam kita tidak akan kuat ditahan seorang diri. Bercerita kepada teman, mengurangi beban berat masalah yang dihadapi. Bercerita, curhat dan mengadu kepada Allah melalui dzikir dan doa membuat masalah kita bukan lagi masalah. Orang tidak kuat mental karena yang diingat hanya masalah sehingga membebani jiwanya, sementara Allah maha pemberi masalah dan maha pemberi solusi tidak pernah diingat olehnya. Banyak berdzikir membuat masalah menjadi bukan masalah.
- Ketenangan batin, tidak merasa cemas atau waswas dalam menghadapi situasi yang tidak menentu. Orangorang yang jauh dari dzikir akan mendapatkan dirinya berada dalam kehidupan yang sumpek. Bahkan pada saat punya harta pun, sempit hati: takut hilang bikin tidur tidak nyenyak, takut tidak cukup, takut ini, takut itu, waswas. Ini disebabkan lupa kepada Allah, tidak berdzikir. Sebaliknya, orang yang banyak berdzikir hidupnya bahagia, selalu indah dan penuh syukur. Aa Gym dalam pengantar buku Menzikirkan Mata Hati menulis, orang yang tidak mengenal Allah dan hanya mengenal dunia saja akan menganggap bahwa segala yang ada di dunia ini seperti harta, jabatan, pangkat, dan gelar adalah segala-galanya baginya. Jika dia tidak mendapatkannya, maka dia akan merasa resah, was-was, dan tidak mempunyai rasa percaya diri. Sebaliknya, orang yang mengenal Allah menganggap bahwa dunia ini hanya sebagai sarana untuk berjumpa dengan Allah di akhirat nanti. Ketenangan batin (jiwa) merupakan modal kesuksesan hidup.
- Pengendalian diri yang baik, tidak terbawa arus. Orang yang sering berdzikir mempunyai prinsip, tidak mau ikut-ikutan. Remaja yang jauh dari dzikir, hidupnya mudah terpengaruh oleh temannya. Teman merokok, ikut merokok. Teman minum miras, ikut minum miras. Teman memakai narkoba, ikut nyoba. Teman menganut paham free seks, ikut-ikutan dan menjalaninya. Bahaya. Semakin seseorang menjadi dewasa seharusnya semakin dapat mengendalikan atau mengontrol dirinya. Karena ciri kedewasaan salah satunyaadalah sejauhmana kemampuannya mengontrol diri sendiri.
- Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik. Kalau saja kita memahami sejarah kita. Kita secara fisik adalah sel yang tercepat dan terkuat, serta telah mengalahkan jutaan sel lain. Mengapa sekarang menjadi malas, terlambat, terbelakang dan dikalahkan? Secara ruhani, Kita ditiupkan ruh oleh Allah dari-Nya. Manusia bisa menjadi sempurna, karena ada unsur ketuhanan di dalam dirinya. Mulla Sadra, sufi Persia mengatakan ada manusia yang berada di “maqam kun”. Apa saja yang dikehendaki olehnya terwujud. Potensi ruhnya yang selalu didekatkan dan dekat dengan Allah, sehingga membuatnya memiliki sifat-sifat Allah. Salah satu sifat Allah ialah iradah (berkehendak) dan kehendak Allah adalah wajibul wujud, pasti terwujudnya. Orang yang memahami dirinya sebagai makhluk Allah, akan bersikap berani, tidak rendah diri, tidak penakut, tidak nekad saat berhadapan dengan sesamanya. Bukankah sama-sama makhluk Allah? Sehingga dapat memposisikan dirinya secara tepat, proporsional dan pada tempatnya. Syekh Ibnu Taimiyah berkata, bahwa syetan dapat merasuk ke dalam diri manusia, menyelami jiwanya, sehingga akhirnya ia dapat mengetahui keinginan manusia. Keinginannya tersebut dijadikannya sebagai jembatan untuk mencapai tujuannya. Seseorang yang takut miskin misalnya, dia akan dibisiki terus-menerus ihwal ketakutannya itu, sehingga dia menjadi orang yang bakhil.
- Menemukan jati dirinya. Ma’rifat atau mengenal dirinya, sehingga dapat mengenal Tuhannya. Ia mengenal kekurangannya, lalu dapat memperbaiki kekurangannya tersebut dengan bertaubat. Siapa yang malas tahajud, pelit bersedekah dan takut berjuang, maka perbanyak dan perhebat dzikirnya kepada Allah. Orang yang banyak berdzikir akan dikaruniai kekuatan fisik dan mental, sehingga hidupnya lebih produktif. Ibnu Taimiyah bisa seharian tenggelam dalam mengarang dan menulis buku. Satu hari ia menulis sama dengan hasil penulis lain dalam waktu seminggu. Ibnu Taimiyah kuat fisik dan pikirannya, karena kuat dzikirnya. Salah satu muridnya, Ibnu Qayyim AlJauziyyah pernah berkata, bahwa setiap pagi Ibnu Taimiyah selalu berdzikir dengan tak meninggalkan sajadah dari usai shalat shubuh sampai dengan terbitnya sepenggalan matahari. Suatu ketika Ibnu Qayyim hendak menemui gurunya, Syekh Ibnu Taimiyah seusai shalat shubuh. Dia duduk di belakang sang guru, menanti sang guru menghabiskan zikirnya hingga tengah hari. Usai berzikir, Ibnu Taimiyah menengok si murid dan berkata,”Inilah sarapan pagiku. Kalau aku tidak sarapan (berzikir), kekuatanku akan hilang.” Demikian diceritakan Arifin Ilham. Ia juga mengenal kelebihannya, lalu dapat mengasah, mengembangkan dan melejitkannya disertai rasa syukur kepada Allah. Ada wirid ada warid. Wirid adalah dzikir yang dirutinkan. Warid adalah karunia Allah kepada ahli wirid.
- Memiliki “kesadaran lain”. Dengan bahasa sederhana, memiliki ketajaman bashiroh (mata hati). Qolbunya bercahaya, sehingga dapat melihat rahasia, kegaiban dan mendapat ilmu laduni yang belum dapat diraih oleh kebanyakan orang. Wallahu ‘alam.
Hikmah Dzikir Jahar La Ilaha IllaAllah Dalam Tinjauan Eksperimental
1. Syekh Abdul Muhyi dan Terapi Dzikir Jahar Syekh Abdul Muhyi lahir di Mataram sekitar tahun 1650 M dan wafat pada tahun 1730 M dalam usia 80 tahun. Dari pihak ibu, Syekh Abdul Muhyi adalah keturunan Rasulullah Saw, sedangkan dari pihak ayah adalah keturunan raja-raja Jawa, khususnya dari kerajaan Galuh (Pajajaran, Jawa Barat). Adapun nama Pamijahan adalah sebagai perlambang, karena banyak orang berdatangan berduyun-duyun ke goa laksana ikan yang akan bertelur (mijah), sehingga disebut pamijahan. Beliau bersifat teachable (mau belajar), sehingga menjadi shahibul ‘ilmi (menguasai ilmu). Pada usia 19 tahun, Abdul Muhyi belajar kepada Syekh Abdur Rauf Singkel, ulama sufi dan guru Tarekat Syattariyah di Acehmselama 6 tahun, kemudian belajar ke Baghdad selama 2 tahun, lalu ke Mekah. Di Mekah, Syekh Abdur Rauf menerima ilham rabbani yang menyatakan bahwa salah satu muridnya (Syekh Abdul Muhyi) akan menjadi wali besar.
Syekh Abdul Muhyi juga seorang da’i yang mengkhidmahkan ilmunya pada masyarakat. Selama 7 tahun, Beliau menetap di Darma, Kuningan untuk mendidik masyarakat dengan ajaran Islam. Setelah itu, menetap di Pameungpeuk, Garut Selatan selama setahun untuk menyebarkan Islam pada penduduk yang saat itu masih beragama ajaran sunda wiwitan. Di sini Beliau menghadapi lawan berat, para dukun ilmu hitam dan penjahat yang menyerangnya baik dengan ilmu ghaib (sihir) maupun secara fisik Lalu bermukim di Lebaksiuh selama 4 tahun untuk mengislamkan penduduk setempat. Di samping itu, Beliau juga membuat masjid tempat Ia memberikan pengajian untuk mendidik para kader yang dapat membantunya menyebarkan Islam. Syekh Abdul Muhyi memiliki titik temu dan kaitan sejarah dengan TQN Pondok Pesantren Suryalaya.
Pertama, Ketika Abah Sepuh belum bertarekat dan berziarah ke makam Syekh Abdul Muhyi di Pamijahan, Abah Sepuh mendapat petunjuk untuk belajar tarekat kepada Syekh Tholhah Cirebon. Kedua, keturunan Syekh Abdul Muhyi yang bertarekat Syattariyah kini bergabung dengan TQN Pondok Pesantren Suryalaya. Ketiga, dalam beberapa kisah disebutkan bahwa Syekh Abdul Muhyi menggunakan dzikir la ilaha illa Allah sebanyak 165 kali dalam terapi yang digunakannya.
Dikisahkan, ada seseorang membawa isterinya yang buta setelah melahirkan. Kemudian dia menemui Syekh Abdul Muhyi untuk minta kesembuhan. Oleh Beliau, mereka diajak dzikir membaca kalimat tahlil (la ilaha illa Allah) sebanyak 165 kali di masjid. Tak berapa lama wanita yang buta itupun sembuh. Di waktu lain, seseorang membawa anak yang terkena stroke, tubuhnya mati separuh kepada Syekh Abdul Muhyi. Kemudian oleh Beliau diajak berdzikir kalimat tahlil sebanyak 165 kali. Akhirnya anak yang stroke tadi sembuh total. Adalagi orang yang tidak bisa tidur selama 11 hari dan minta tolong kepada Syekh Abdul Muhyi. Orang itupun diajak berdzikir kalimat tahlil sebanyak 165 kali dan akhirnya orang tersebut dapat tidur Syekh Abdul Muhyi diberi beberapa karomah lain. Seperti menolong orang untuk memperbanyak hasil panen dan ternak kerbau. Juga mengalahkan dua orang tukang sihir yang kemudian menjadi muridmuridnya. Syekh Abdul Muhyi selalu melaksanakan suluk menempuh keridhaan Allah dengan jalan Tarekat Syattariyah.
Menarik untuk direnungkan bahwa Syekh Abdul Muhyi telah membuktikan bahwa la ilaha illa Allah adalah dzikir yang paling utama. Dzikir tersebut merupakan hakekat dari segala sesuatu. Dan siapa yang memahami la ilaha illa Allah, maka dia akan memahami segala sesuatu. La ilaha illa Allah juga merupakan salah satu bentuk terapi. Bila penyakit batin yang tidak kelihatan seperti takabur, riya, dan bakhil saja dapat disembuhkan dengan dzikir la ilaha illa Allah, apalagi penyakit-penyakit fisik yang terlihat mata. Wallahu ‘alam bi ash-shawab.
2. ‘Ibroh Uts Latihan Dzikir11 Dzikir adalah perjalanan ruhani. Orang berjalan ada yang cepat, ada juga yang lambat. Ada yang sampai garis finis, ada juga yang berhenti di tengah jalan. Demikian juga orang yang melakukan perjalanan ruhani. Ada yang wushul (sampai ke Allah), ada juga yang meninggal dunia sebelum sampai, bahkan ada yang berhenti dzikir pada saat masih hidup di dunia, namun telah mati hatinya. Kita mau berdzikir itu merupakan anugerah dari Allah. Kita mau berlatih untuk meningkatkan bilangan dzikir, juga anugerah dari Allah. Kita ingin berlatih agar nikmat dan khusyu’ dalam berdzikir juga anugerah dari Allah. Alhamdulillah.
Kalau Kita ingin berlatih memperbanyak bilangan dzikir jahar boleh saja. Karena bukankah saat talqin dikatakan, lebih banyak lebih baik? Tulisan ini ingin mengevaluasi dalam bentuk latihan dzikir jahar sebanyak 10.000 kali setiap hari selama seminggu ditambah khotaman dua kali pagi dan sore, yang diawali dan ditutup dengan berziarah ke makam Abah Sepuh dan Abah Anom. Hasilnya, ada yang dapat menyelesaikan tugas tersebut sebagaimana target. Ada yang belum mencapai bilangan tersebut, namun sudah meningkat bilangan dzikirnya daripada sebelumnya. Ada juga yang di hari pertama sampai kelima baru mencapai bilangan 3000 – 7000-an perharinya, namun di hari keenam dan ketujuh masing-masing dapat mencapai 10.000 lebih dzikir jahar perharinya. Mereka yang berhasil dzikir 10.000 kali dalam sehari, kiatnya juga beda-beda. Ada yang berdzikir jahar tiap ba’da shalat fardhu 1000 kali x 5 = 5000, ditambah setelah shalat tahajud 2500 kali dan setelah shalat dhuha 2500 kali. Ada juga cara lainnya. Mengingat keterbatasan ruang tulisan, maka hanya sebagian kecil laporan yang diambil dan dimuat di sini.
Diawali Pemaksaan Diri
Pada awalnya, jujur saya jarang sekali berdzikir karena banyaknya tugas sama kerjaan. Ketika diberi tugas untuk berdzikir dan khotaman, saya mulai melaksanakannya walau terasa ada sedikit paksaan. Awalnya saya memang merasa ada paksaan. Tapi setelahnya, saya merasa berdzikir adalah sebuah kebutuhan. Karena dengan berdzikir beban hidup menjadi berkurang, selain daripada itu hati menjadi tentram dan lebih merasa diawasi oleh Allah. Dan sekarang saya dapat merasakan betapa nikmatnya berdzikir. Yang lain menulis: Jujur di awal pengamalan saya merasa berat hati dan kurang ridha melaksanakannya, bukan masalah dzikirnya, tapi jumlahnya yang harus mencapai 10.000 kali (sehari). Namun saya kemudian termotivasi salah satu rekan saya ada yang sudah menyelesaikan amalan tersebut. Kemudian saya meyakinkan diri bahwa mereka pun bisa menyelesaikannya berarti saya pun bisa. Yang lain menulis: Walaupun pada awalnya saya merasa berat, tapi makin ke sini terasa lebih enak, lebih enak dan nyaman.
Ujian Dzikir
Kendala saya dalam melaksanakan dzikir seorang diri adalah rasa ngantuk, bosan dan kaki kesemutan atau keram ketika duduk berlama-lama menyebut nama Allah, tulis seorang mahasiswi. Yang lain melaporkan: Sejak awal dzikir tidak ada himmah ‘aliyah (semangat besar) dalam diri saya, sehingga dalam berdzikirpun kurang semangat. Mungkin karena banyaknya dosa dalam diri saya sehingga berat sekali diajak ibadah. Ketika ingin berdzikir selalu saja ada ujian, banyak pekerjaan rumahlah, ngantuklah dan pernah ketika berdzikir saya sampai tertidur. Ada mahasiswa yang menulis pengalamannya: Hari pertama melaksanakan tugas dzikir, pusing kepala, pegal-pegal, ingin cepet selesai. Hari kedua, pegal-pegal, pusing kepala, susah fokus. Hari ketiga, pegal-pegal, sedikit fokus. Hari keempat, merasa sedih, inget banyak dosa. Hari kelima, merasa diri ini kecil, tidak ada apaapanya. Hari keenam, merasa nyaman. Hari ketujuh, merasa senang. Mahasiswa lain melaporkan: Dzikir pada hari pertama dan kedua kaki terasa sangat pegal dan kesemutan, bahkan pantat terasa panas padahal waktu itu saya duduk baru sebentar. Selain itu di hati belum bisa hidup, tetapi masih sering teringat halhal duniawi, yaitu kebiasaan yang biasa saya lakukan jika sedang tidak berdzikir. Dalam hal ini benar-benar terjadi peperangan bisikan hati antara untuk terus melanjutkan dzikir dan bisikan hati untuk segera berhenti berdzikir.
Kesadaran dan Perubahan
Dzikir jika dihayati dalam hati, maka dapat menimbulkan efek kesadaran diri. Perhatikan pengakuan mahasiswi berikut: Ketika suatu saat dzikir itu dihayati, diresapi dan dinikmati, walaupun hitungannya masih sedikit di awal, tapi tidak terasa air matapun semakin lama semakin deras mengalir. Saya teringat dosa-dosa yang telah Saya lakukan. Ternyata bukan orang lain yang dzalim, tapi diri saya sendiri juga dzalim pada diri saya sendiri. Saat Allah menyingkapkan kelemahan Kita, sehingga kita mengenali kekurangan diri itu merupakan anugerah. Insya Allah akan dibimbing untuk memperbaikinya. Seorang mahasiswa melaporkan: Entah apa yang menjadi penghalang selama ini yang seakan-akan saya berdzikir, tetapi kadang saya masih bisa marah, tidak mampu berpuasa sunah, dan tidak bisa istiqamah untuk terbiasa bangun malam untuk melaksanakan tahajud.
Kesadaran diri merupakan titik awal untuk perubahan diri menuju perbaikan. Terima kasih banyak Pak. Telah terjadi banyak perubahan dalam diri saya. Walaupun target yang telah ditetapkan tidak tercapai. Tapi saya tetap sangat berterima kasih karena telah menjadi jalan perubahan. Ini tekad yang lahir dari kesadaran. Saya tidak ingin lagi bermalas-malasan dalam berdzikir. Saya tidak mau menyesal untuk kedua kalinya. Harus punya tekad yang kuat untuk melaksanakan dzikir dengan sungguh-sungguh dan yang benar. Salah satu efek dzikir adalah disiplin. Awalnya saya suka sholat tidak tepat waktu, semenjak disuruh melakukan amalan dzikir sebanyak 10.000 kali saya jadi sholat berjama’ah di mesjid dan sholat tepat waktu di rumah. Karena kalau tidak begitu, dzikir saya akan tetap sedikit, tidak akan mencapai komplit 10.000 kali. Yang lain menulis: Ternyata dzikir itu sangat nikmat dan menjadi ketagihan. Walaupun saya belum mencapai target dzikir 10.000 kali sehari, tapi setidaknya menjadi motivasi untuk ke depannya bisa mengamalkannya.
Mahasiswi lain menulis: Meskipun saya tidak melaksanakan dzikir sesuai target yang ditentukan, tapi bagi saya ini adalah dzikir terbanyak yang pernah dilakukan dan menjadi kebiasaan. Walaupun waktu yang ditentukan sudah beres, tapi insya Allah dzikir dan khotaman akan saya mudawamahkan (rutinkan). Rasa tenang dan nikmatnya dzikir adalah hasil yang saya alami dan saya sangat bersyukur diberikan kesempatan melaksanakan dzikir, khotaman dan ziarah.
Seorang mahasiswa setelah berhasil melaksanakan dzikir jahar 10.000 kali setiap hari dan khotaman pagi dan sore selama 7 hari menulis: Manfaatnya sangat besar sekali ternyata. Walaupun kaki pada cangkeul (linu) tapi setelah beres punya kepuasan tersendiri, dan menambah motivasi diri kepada saya, Alhamdulillah. Mudah-mudahan dengan tugas ini saya bisa terus meningkatkan amaliah, khususnya TQN Pondok Pesantren Suryalaya. Seorang mahasiswi setelah berhasil melaksanakan dzikir 70.000 kali dalam satu minggu dan khotaman pagi dan sore setiap hari dalam satu minggu melaporkan: ada beberapa manfaat yang saya rasakan, diantaranya: dzikir khofi saya menjadi lebih hidup dari sebelumnya, merasa ringan untuk melakukan dzikir, yang tadinya untuk dzikir 165 kali saja merasa berat. Ada rasa semangat untuk melakukan shalat malam dan dzikir setelahnya, serta menahan ucapanucapan yang tidak pantas dan tidak penting. Yang lain menulis: Saya akui saya merasa mudah tersinggung dan mudah marah. Apalagi kepada anak-anak di madrasah. Tetapi ketika selalu berdzikir saya menjadi lebih ramah. Kadang aneh, kadang itu juga yang saya harapkan. Karena marah itu menurutsaya hanya menyakiti diri sendiri.
Dzikir dan Rezki
Seorang mahasiswa melaporkan, Setelah saya mengamalkan dzikir jahar (10.000 kali setiap hari) dan khotaman (dua kali sehari) banyak sekali manfaat, diantaranya tubuh saya semakin sehat, rezki itu serasa banyak. Jadi seminggu setelah mengamalkannya: Setelah melakukan tugas dzikir di hari ketiga, saya merasakan rezki itu mengalir terus kepada saya, dan saya juga mempunyai bisnis kecil-kecilan Alhamdulillah yang tadinya sepi menjadi rame. Itu mengagetkan saya, bahwa dengan dzikir banyak manfaat dan faedahnya dalam segala urusan.
Yang saya rasakan setelah latihan dzikir selama satu minggu, yaitu kehidupan saya menjadi lebih baik dan dalam masalah rezki pun saya sangat bersyukur. Banyak sekali faedah yang didapatkan serta kemudahan-kemudahan yang Allah berikan dalam menjalani kehidupan ini, selalu berpikir optimis dan husnudzan, disiplin, mempunyai semangat yang tinggi, dan saya merasa selalu ada yang ditunggu dari waktu ke waktu, ingin selalu cepat pulang untuk melakukan dzikir dan khalwat.
3. Dzikir La Ilaha IlaAllah Sebagai ‘Atiqoh (Pembebas Dari Siksa Neraka)
La ilaha illa Allah dikenal juga dengan sebutan ‘atiqoh (pembebas dari siksa neraka) atau fida (tebusan dari siksa neraka) dengan membacanya sebanyak 70.000 kali, baik untuk dibaca sendiri maupun untuk orang lain. Bahkan, ada yang mengundang orang-orang dan membacanya bersama-sama. Misalkan, mengundang 70 orang, lalu tiap orang membaca dzikir la ilaha illa Allah sebanyak 1000 kali, sehingga bila dikalikan 70 x 1000 = 70.000 kali. ‘Atiqoh ini disebut dengan ‘atiqoh sughro. Adapun ‘atiqoh kubro ialah membaca surat Al-ikhlas sebanyak 100.000 kali. Ada mahasiswa yang menanyakan tentang dalil ‘atiqoh ini dengan membaca la ilaha illa Allah sebanyak 70.000 kali. Dalil bilangan tersebut belum saya jumpai, kecuali saya baca dalam buku tanya jawab tentang tarekat mu’tabarah. Akan tetapi, bacaan la ilaha illa Allah sebagai penghapus dosa banyak dalilnya.
“Barangsiapa membaca la ilaha illa Allah dengan memanjangkannya, maka dihapuskan baginya 4000 (empat ribu) dosa besar. Para sahabat bertanya:”Ya Rasulullah, bagaimana jika ia tidak mempunyai dosa besar?” Rasulullah menjawab,”Keluarga dan tetangganya akan diampuni.” (HR. Bukhari). Dahsyat. Bacaan kalimat tauhid satu kali dengan cara yang benar dalam hadits tersebut menghapus 4000 dosa besar. Bagaimana jika ada orang yang membaca kalimat tersebut sampai 70.000 kali? Bukankah akan lebih banyak lagi dosa-dosanya yang diampuni? “Kalimat la ilaha illa Allah merupakan kebaikan yang paling utama. Kalimat tersebut dapat menghapuskan berbagai dosa dan kesalahan.” (Hadits dinilai hasan oleh Al-Albani). Umar mendengar Rasulullah saw bersabda,”Aku mengetahui satu kalimat yang tidak seorangpun mengucapkannya dan membenarkannya dengan hati, kemudian ia mati dengannya, melainkan haramlah atasnya neraka jahanam. Kalimat itu la ilaha illa Allah.” (HR. Imam Hakim).
Masih banyak hadits-hadits tentang dzikir la ilaha illa Allah. Buku Studi Kitab dan Amaliah Tasawuf karya Rojaya, M.Ag. memuat sebagian dari hadits tentang la ilaha illa Allah. Dalam buku Himpunan Kitab Fadhilah Amaliah karya Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi mengutip kitab Qaulul Jamil. Saya akan mengutipnya dari buku Fadhilah Amal. Syekh Waliyullah ra berkata bahwa ayahnya telah bercerita,”Ketika saya baru belajar suluk, saya pernah menyebut la ilaha illa Allah sebanyak 200 kali dengan sekali napas.” Syekh Abu yazid Qurthubi ra berkata,”Saya pernah mendengar bahwa barangsiapa membaca la ilaha illa Allah sebanyak 70.000 kali, niscaya ia akan diselamatkan dari api neraka jahanam.
Setelah saya mendengar fadhilah ini, saya membacanya 70.000 kali untuk diri saya sendiri sebagai bekal di hari akhirat. Di dekat rumah kami tinggallah seorang pemuda yang terkenal sebagai ahli kasyaf (dapat menyingkap hal gaib dengan ijin Allah). Diapun kasyaf tentang surga dan neraka, tetapi saya agak meragukannya. Suatu ketika, pemuda itu makan bersama kami, tibatiba dia berteriak,”Aduh! Ibuku sedang disiksa di dalam neraka jahanam.” Saya pun terkejut melihat kejadian ini. Syekh Qurthubi ra berkata lagi,”Saya melihat kegelisahannya. Tiba-tiba saya berpikir, alangkah baiknya jika saya membaca satu hitungan kalimat untuk menyelamatkan ibunya itu. Dengan ini saya dapat memastikan apakah dia kasyaf atau tidak. Maka bacaan tahlil (la ilaha illa Allah) sebanyak 70.000 kali yang telah saya baca tadi, saya hadiahkan untuk ibu pemuda itu, dan hal ini tidak ada yang mengetahuinya selain Allah Swt. Beberapa saat kemudian pemuda itu berkata,”Wahai paman, ibuku telah diselamatkan dari adzab neraka.”
Qurthubi ra berkata,”Dari kisah ini saya mendapatkan dua faedah. Pertama, sekarang saya yakin, fadhilah dan manfaat bacaan kalimat sebanyak 70.000 kali itu memang benar. Kedua, saya yakin bahwa pemuda itu adalah ahli kasyaf.” Kisah ini hanyalah salah satu dari sekian banyak kisah serupa yang ditemui di kalangan umat Muhammad saw. Anda tertarik untuk membaca la ilaha illa Allah sebanyak 70.000 kali sebagai pembebas dari siksa neraka? Bacalah untuk diri sendiri dulu. Lalu baca lagi sebanyak bilangan yang sama untuk ibumu. Baca lagi sebanyak bilangan yang sama untuk ayahmu. Lalu kalau sudah berkeluarga, maka untuk pasangan hidupmu, anakanakmu, saudara-saudaramu dan terus buat orang-orang yang Kau cintai. Semoga Kita semua terbebas dari siksa neraka, amien. Salah satu upayanya ialah dengan dzikir la ilaha illa Allah sebanyak 70.000 kali. Kalau sehari kuat membacanya 10.000 kali, maka dalam waktu satu minggu sudah beres. Selanjutnya teruslah baca, karena hikmahnya sangat banyak, bukan hanya untuk itu saja. Cahaya dzikir la ilaha illah Allah merupakan cahaya yang paling kuat dibandingkan dengan cahaya dzikir yang lainnya, demikian kata Syekh Ibnu ‘Athaillah.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini, maka dzikir la ilaha illa Allah dalam tafsir Al-Qur’an dan hadits Nabi saw memiliki 14 nama lain. Banyaknya nama ini merupakan salah satu bukti keutamaannya, karena masing-masing nama tsb memiliki makna filosofis. Dalam tinjauan tasawuf dalam Kitab Jami’ Al-Ushul fil Aulia, dzikir tsb mendatangkan dua hikmah, yaitu ikhlas dan karomah. Ikhlas melahirkan zuhud, tawakal, malu, mengagungkan Allah, kaya hati, faqir, itsar, futuwah, dan syukur. Adapun karomah meliputi: Pertama, Mendatangkan keberkahan bagi makanan dan barang lainnya, sehingga yang sedikit menjadi banyak dan yang sedikit dapat mencukupi. Kedua, Memudahkan datangnya uang atau barang yang dibutuhkan. Ketiga, Diberi tanda oleh Allah sehingga dapat mengetahui halal dan haramnyamakanan.
Dalam tinjauan sufi, dzikir la ilaha illa Allah melahirkan sembilan pengaruh, yaitu: melahirkan kebaikan, alat untuk menggarap diri, supaya hijrah maknawiyah, kunci untuk membuka bahagia dunia dan akhirat, melahirkan keikhlasan, menguatkan keimanan, menghilangkan segala penyakit hati, mengantarkan kita menjadi takwa, dan mendatangkan kasyaf (penyingkapan). Secara psikologis, dzikir melahirkan 7 karakter, yaitu: kemampuan memecahkan masalah, ketahanan emosional yang tinggi, ketenangan batin, pengendalian diri yang baik, pemahaman terhadap diri yang baik, menemukan jati diri, dan memiliki “kesadaran lain.” Secara eksperimental, para mahasiswa mengakui bahwa dzikir mendatangkan sikap disiplin, mudah rezki, semangat hidup dan berbagai efek positif lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
- Buletin Akta, Prodi Akhlak dan tasawuf Fakultas Dakwah IAILM Pondok Pesantren Suryalaya, Edisi 28- Minggu IV Maret 2015.
- Buletin Akta, Prodi Akhlak dan tasawuf Fakultas Dakwah IAILM Pondok Pesantren Suryalaya, Edisi 40- Minggu III Juni 2015.
- Cecep, Alba, Cahaya Tasawuf, Gwika, Bandung, 2011.
- Imam Imaduddin, Tafsir Ibnu Katsir III, Toha Putra, Semarang, t.t.
- Maulana Muhammad Zakariya AlKandahlawi, Fadhilah ‘Amal, Pustaka Ramadhan, Bandung, t.t. Rojaya, Studi Kitab dan Amaliah Tasawuf, Penerbit Latifah, Tasikmalaya, 2016.
- Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin, 20 Wejangan Guru Mursyid, Bidang Pendidikan Yayasan Serba Bakti, Pondok Pesantren Suryalaya, tt.
- Kumpulan Kuliah Shubuh Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya, PT Mudawamah Warohmah, Tasikmalaya, 2005.
- Syekh Ahmad Al-Kamsyakhanawi, Jami’ Al-Ushul fi Al-Aulia,AlHaromain, Surabaya, t.t.
0 Komentar