Proses perjalanan jiwa manusia sangat panjang sekali, jika sudah mencapai tahapan Jiwa kamilah, yaitu jiwa yang telah mencapai pencerahan atau kesempurnaan.

Orang yang mencapai derajat ini maka ia akan menjadi jiwa yang tersucikan atau Nafsu Kamilah yaitu jiwa yang sempurna. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
 
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya. (QS. Al-Syams[91]:9)
 
Maka manusia yang berjiwa inilah yang berhak memakai gelar Mursyid dan Mukamil. Kedudukanya adalah pada tingkat Tajalli Asma serta sifat dan kondisinya Baqabillah, pergi kepada Tuhan, kembali dari pada Tuhan kepada Tuhan, tidak ada tempat/media lain selain Tuhan, Tiada memiliki ilmu melainkan Tuhan langsung pengendalinya, dia fana dalam Tuhan.

Manusia yang sudah mencapai dimensi Jiwa Kamilah adalah manusia sempurna, mereka adalah manusia pilihan yaitu para nabi dan rasul ada juga dari kalangan wali Allah yang utama. Sehingga mereka tidak mengalami reinkarnasi lagi, bahkan kadang mereka datang untuk membantu manusia yang mengalami kondisi kesulitan, ada juga yang dilahirkan kembali ke bumi guna untuk mendidik dan membimbing manusia di bumi.

Dalam kalangan sufi, para Guru yang Mursyid yang telah mendapatkan anugrah ilmu tersebut dari sirullâh yang tersembunyi di dalam dirinya sendiri, mereka sangat awas terhadap segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan dan kematian, mereka seakan memiliki sumber informasi yang tidak diragukan, mereka menguasai wilayah kelahiran dan maut dengan cekatan, mereka dapat masuk dan keluar di wilayah itu dengan sesuka hati. Saat kematian mereka, biasanya terjadi berbagai gejala alam secara umum maupun bersifat khusus, serta ciri yang diketahui tertuju kepada mereka, bahkan mereka telah mengatakan sebelumnya tentang segala ciri-ciri yang akan datang saat kematian mereka. Kemudian merekapun wafat dalam pandangan mata manusia umum, dimandikan, dikafankan, disembahyangkan, dan dikuburkan. Sesudah dari itu, sekembali orang-orang dari kuburan ke rumah yang berduka ternyata orang yang mati tersebut masih hidup, dan duduk dengan santainya dirumahnya.

Kehidupan keduanya ini bisa berlangsung cepat ataupun tahunan sampai puluhan tahun kedepan. Saat mereka akan wafat lagi, mereka akan berpesan kepada keluarganya untuk pindah kampung yang lain, hal ini mereka lakukan untuk menghindari fitnah dari masyarakat. ternyata setelah kematiannya lagi, dikampung yang baru, keluarganya akan menemukannya hidup tanpa ada perubahan sedikitpun, dan hal ini akan berlangsung selamanya (hayyun fid darain), yaitu hidup didua negeri.

Wali-wali Allâh itu tidak akan mati, mereka hanya berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain (Hadits Nabi)

Dan firman Allah swt:

أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءاللّهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
 
Ingatlah ! sesungguhnya wali-wali Allâh itu tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pernah mereka berduka cita (tidak mati). (Qs. Yunus[10]:62)

Imam Ja’far Shodiq menjelaskan bahwa kelahiran dan kematian seorang Imam (wali) adalah sangat unik sekali, dijelaskan lebih lanjut, Kelahiran dan kematian seorang Imam (wali) bukanlah suatu kelahiran dan bukan pula kematian ( inna milaad al-Imam wa mautuha laisa bi milaadin wala mautin). Yaitu seperti seseorang yang memakai baju dan melepaskan nya kembali sesuai dengan yang dikehendakinya.

Dalam kitab Nahjul Balaghoh, dijelaskan tentang kedudukan para wali, Imam Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha’i: “Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah menjaga agamaNya dan syariatNya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da’i kepada agamaNya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka.”

Sebagian para Nabi dan wali mengalami kematian dohiriyah sebagaimana seperti manusia umumnya, sebagian dari mereka tidak mengalami kematian, misalnya Nabi Isa As. yang diangkat oleh Allah. Nabi Khidir masih hidup ribuan tahun, pernah berjumpa dengan Nabi Ibrahim, bertemu dengan Nabi Musa as., bahkan sampai sekarang banyak orang yang suka riyadoh (latihan spritual) mengklaim ketemu dengan Nabi Khidir.

Batas Akhir Reikarnasi (perjalanan Jiwa)
Dalam suatu riwayat yang panjang diceritakan dialog antara Mufaddahl dengan gurunya yaitu Imam Ja’far Shodik sebagai berikut: Al-Mufadhdhal berkata: Aku bertanya kepada Tuanku: Apakah batas akhir (reinkarnasi) orang mukmin? Beliau menjawab: Apabila orang mukmin meningkatkan dirinya ke derajat pintu-pintu [makrifat].

Aku bertanya: Adakah seorang mukmin bisa meningkat dari satu derajat ke derajat yang lain sehingga dia menjadi malaikat, lalu diangkat darinya (selera) makan dan minum serta kepentingan kepada perkara-perkara tersebut, dia naik ke langit dan turun ke bumi?
Beliau menjawab: Ya, apabila Allah berkehendak.

Aku bertanya: Dalam bentuk malaikat atau dalam bentuk Manusia?

Beliau menjawab: Dalam bentuk yang dikehendakinya. Sesungguhnya banyak di bumi ini kamu telah bertemu dengan mereka dan mereka pula bergaul dengan kamu sedangkan kamu tidak mengenali mereka. Sesungguhnya Allah telah mengangkat ikatan dan belenggu dari mereka. Justeru mereka tidak membutuhkan makanan dan minuman dan mereka berjalan di bumi dalam bentuk anak Adam (manusia) begitu saja. Sesungguhnya mereka menghadiri majlis-majlis zikir, bercakap-cakap dengan manusia dan mereka (manusia) tidak menentangnya.

Apabila mereka ingin naik ke langit, mereka naik saja ke langit atau mereka mau menetap di bumi menurut kehendak mereka. Sesungguhnya seorang lelaki di kalangan mereka dilihat pada hari ini di timur dan dia dilihat juga di barat. Sesungguhnya Allah telah memberi kekuasaan kepadanya dalam perkara ini. Lantaran itu, orang mukmin meningkat dari satu derajat kepada derajat yang lain, satu kelebihan kepada kelebihan yang lain sehingga mereka menjadi malaikat di langit dan turun ke bumi, lalu kembali pula ke langit.

Wahai Mufadhdhal, tidakkah anda telah melihat seorang dari mereka? Aku menjawab: Tidak, maka Muhammad bin al-Walid telah berkata: Demi Allah, aku telah melihat seorang lelaki dalam bentuk ini.

Imam Ja'far -Sadiq berkata: Bagaimana anda telah melihatnya, wahai Muhamamd? Dia menjawab: Aku duduk di masjid bertasbih kepada Allah, tiba-tiba seorang lelaki masuk dan memberi salam, lantas aku menjawab salamnya. Aku telah melihat kepadanya, tiba-tiba ada musafir dan bersama-samanya seekor unta betina dan ia menambatnya. Dia telah memakai pakaian yang buruk, maka kesan muka wajahnya dan ketenangannya sangat mengagumkanku.

Aku berkata kepada diriku sendiri: Ini adalah seorang lelaki yang Ahli beribadah kepada Allah, lalu dia berkata: Adakah di kalangan kamu yang menjadikan aku tamunya pada malam ini? Maka aku kasihan kepadanya, lalu aku menjawab: Wahai hamba Allah, aku menerima anda sebagai tamuku, silahkan duduk. ketika aku selesai bersembahyang, aku telah memberi isyarat kepadanya dan aku telah berdiri, lalu dia telah berdiri bersamaku.

Kami berjalan sehingga sampai di rumah. Maka aku menyerunya dan menghidangkan makanan yang berupa roti dan daging. Maka akupun makan dan dia makan bersamaku manakala kami makan dan kami minum, ketika aku mau mengangkat hidangan, tiba-tiba makanan di piringnya dalam keadaan utuh ketika ia diletakkan di hadapan kami dan dua keping roti masih tidak dijamah, maka aku merasa sangat ketakutan kepadanya. Ketika kami dalam kondisi sedemikian, tiba-tiba seorang pelayan datang untuk mengambil hidangan. ketika dia melihat makanan yang masih utuha tidak dijamah, lalu bertanya : Kenapa anda tidak makan, maka aku masih heran, tidak kujawab. Lantas dia (pelayan) terus melihat kepadaku dan berkata: Kenapa kamu berdua tidak menjawab? Aku menundukkan penglihatanku ke lantai.

Ketika dia berbicara, aku melihat kepadanya, maka aku mendapatinya bukan lelaki yang telah keluar bersamaku dari masjid, justeru aku menjadi lebih takut dari sebelumnya. Aku berguman sendiri: Aku telah diuji, Demi Allah, dia mengetahui perasaanku, lalu dia berkata: Aduhai dukacitanya anda, mintalah perlindungan dari Yang Maha Pemurah dan ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh Maryam:

“Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, sekalipun kamu (bernama) Taqiyyan”.

Kemudian dia berkata: Janganlah anda kagum denganku karena orang yang beriman apabila dia sampai kepada beberapa derajat dan berakhir kepadanya [di dalam keadaan] suci dan ikhlas, maka makan, minum dan penyakit-penyakit bisa diangkat darinya. Dan dia menjadi (derajat) Malaikat. Manakala dia ingin naik ke langit, dia naik ke langit dan apabila dia ingin turun ke bumi, maka dia turun ke bumi.

Ketika dia berkata kepadaku tentang perkara ini, wahai Maulaaya (Imam Ja'far Shodiq), ketakutanku menjadi hilang, dan aku menjadi senang dengan kata-katanya tersebut. Kemudian aku memberi isyarat kepadanya untuk sujud kepadanya, maka dia berkata: Janganlah anda sujud kepadaku, aku adalah saudara anda.

Maka aku bertanya kepadanya: Aku telah menjadikan diriku tebusan anda, tidakkah anda lelaki yang telah memasuki masjid dan anda telah keluar bersamaku ke rumahku? Maka dia menjawab kepadaku: Ya,

Akupun menjadi heran tentang perubahan rupanya dari satu rupa kepada rupa yang lain, maka dia berkata: Janganlah heran, sesungguhnya aku adalah orang mukmin seperti anda, tetapi aku sesungguhnya telah sampai ke puncak (Insan kamil).

Maka aku bertanya kepadanya: Segala puji bagi Allah yang telah memperkenankan kepadaku untuk melihat anda pada malam ini, tetapi aku telah mendengar anda membaca, wahai saudaraku, ayat ini:

قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا
 
“Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, sekalipun kamu (bernama) Taqiyyan”(Surah Maryam (19): 18.)

Dia berkata kepadaku: Wahai saudaraku, demikianlah ia diturunkan Allah. Tidakkah anda mengetahui bahwa Maryam telah didatangi oleh Jibril, lalu dia menghembuskan padanya ruh Allah. Dia telah mendatanginya dengan rupa seorang lelaki yang bernama “Taqiyyan” pada masa itu, Dia adalah ahli ibadat pada zamannya? Manakala Maryam melihat kepadanya, dia berkata: “Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, sekalipun kamu (bernama) Taqiyyan” Kemudian dia telah berkata kepadaku: Maha Suci Allah, alangkah peliknya makhluk yang terbalik ini (al-Khalq al-Mankuus). Tidakkah anda mengetahui, wahai saudaraku, bhawa Maryam telah takut, lalu dia minta berdamai dengannya (Taqiyyan).

Aku berkata kepadanya: Adakah anda mempunyai kedudukan untuk ucapan selamat tinggal? Maka dia menjawab: Aku akan meninggalkan anda selepas satu jam malam (Selepas waktu maghrib) Kemudian dia telah memberi wasiat kepadaku : Berpeganglah kepada dua perkara: Hendaklah kamu bersungguh-sungguh meningkatkan makrifat dan janganlah anda mengabaikan amalan ibadah, karena makrifat adalah makrifat Tuhan sebagai penghujungnya.

Berbuat baiklah kepada saudara-saudara anda kepada para wali Allah, karena keselamatan adalah padanya. Janganlah anda berjumpa dengan salah seorang dari saudara-saudara anda melainkan dengan merendahkan diri sekalipun dia tidak setara dengan anda dalam kemuliaan, harta dan anak.

Jika anda melakukan sedemikian, maka Allah akan mencukupi anda urusan dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah adalah untuk anda, wahai saudaraku, dibalik setiap keuntungan. Aku memberi wasiat kepada anda dan diriku, wahai saudaraku, supaya menyembunyikan rahasia Allah dan batin rahsia-Nya melainkan kepada saudara-saudara anda yang seide dan dekat dengan makrifat Yang Maha Tinggi. Kemudian dia telah hilang daripadaku.

Maka Imam Ja'far al-Sadiq berkata: Sesungguhnya dia telah datang kepadaku sebanyak tiga kali pada minggu ini. Dia telah memberi salam kepadaku sedangkan aku bersama kamu dan kamu tidak mengenali mereka. Al-Mufadhdhal berkata: Maka Maulaaya(pemimpinku) telah menyebut lebih daripada dua puluh orang daripada mereka [yang telah datang kepadanya]. [1]


=========
Literatur
[1] Abu Abdillah al-¬Mufadhdhal bin ‘Umar al-¬Ja‘fi Al- Haft Al-syarif, Cetakan Bahasa Arab: Dar al--Andalus, Beirut, (cetakan Kedua), 1978 M.