Pepatah mengatakan : Tak jumpa maka tak kenal, tak kenal maka tak cinta, tak Cinta maka tak iman.  Cinta kepada Allah semata.  Cinta kasih adalah rahasia Allah. Kata Rosulullah, Allah menciptakan Adam (manusia) dalam bayangan rahman.

Bagaimana caranya kita mengenal Dzat Allah? Dimana? Kemana kita harus mencari Dzat Allah? Apakah harus ke Mekkah ataukah ke negeri Cina? Apakah demikian jauhnya Dzat Allah itu berada?  Apakah kita tidak tersesat?

Tidak ada satu ayatpun yang mengatakan Allah ada di Mekah atau di Cina!!!

Perhatikan firman-firman Allah :
Katakanlah bahwa Aku dekat ~  (AL BAQARAH 2 : 186). 

Lebih dekat Aku dari pada urat leher (AL QAF 50 : 16). 

Akan Kami perlihatkan kepada mereka, tanda-tanda Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka ~ (FUSHSHILAT 41 : 53).

Dzat Allah meliputi segala sesuatu ~ (FUSHSHILAT 41 : 54).

Dia bersamamu dimanapun kamu berada ~ (AL HADID 57 : 4).

Kami telah mengutus seorang utusan dalam diri-mu ~ (AT TAUBAH 9 : 128).

Di dalam dirimu apakah engkau tidak memperhatikan ~ (AZZARIYAT 52 : 21).

Tuhan menempatkan diri antara manusia dengan kolbunya ~ (AL ANFAL 8:24).

HADITS QUDSI : "Di dalam setiap rongga anak Adam Aku ciptakan suatu mahligai yang disebut dada, dalam dada ada kolbu, dalam kolbu ada fuad, dalam fuad ada syagofa, di dalam syagofa ada Sir, di dalam Sir ada AKU. Aku tidak berada di bumi, Aku tidak berada di langit, tapi Aku berada  dalam hati orang-orang yang beriman".

Oleh karena itu wajar bila para sufi mengatakan : Qolbu mukmin baitullah.

Wajar juga bila Rosulullah-pun tidak menganjurkan mencari Tuhan ke Mekah, tapi menganjurkan mencari Tuhan ke dalam diri agar tidak tersesat!

Apa kata Rosulullah? Barang siapa mengenal dirinya maka dia mengenal Tuhannya. Barang siapa mengenal Tuhan-nya maka dia merasa dirinya bodoh. Barang siapa mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri, maka dia akan tersesat semakin jauh.

Konon kabarnya ini bukan Hadits Rosulullah namun dipopulerkan oleh Al Ghazali. Kita harus ingat bahwa Hadits-Hadits Rosulullah mulai dipermasalahkan setelah 100 tahun Rosulullah wafat. Konon waktu itu mulai tampak adanya gejala-gejala pemalsuan hadits yang muncul di wilayah sebelah timur, pada saat pemerintahan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khulafa ar-Rasyidin yang ke-lima. Umar bin Abdul Aziz memerintahkan Ibnu Shihab az-Zuhri untuk menghimpun sunah-sunah Rosulullah dan membukukannya menjadi beberapa eksemplar. Selanjutnya khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirimkan satu buku kepada setiap pejabat di wilayah-wilayah kekuasaan Islam. 

Buku hadits pertama kali muncul setelah 200 tahun Rosulullah wafat, melalui perdebatan panjang antar kelompok kepentingan. Jadi wajar bila ada Hadits-Hadits Qudsi ataupun Hadits-Hadits Rosululah yang dibuang atau mungkin ada juga yang diberi bumbu, kita tidak Tahu. Kenyataannya memang benar, mencari dan mengenal Allah bukan perjalanan ke mekah, tapi perjalanan dari alam lahiriyah ke alam bathiniah.

Perhatikan Firman-firman Allah berikut ini :

Dialah Jibril yang telah menurunkan Al Qur’an ke dalam Qolbumu atas izin Allah  ~ (AL BAQARAH 2 : 97).

(Al Qur’an ) ini adalah ayat-ayat yang nyata di dalam hati orang-orang yang diberi ilmu dan hanya orang-orang durjana yang mengingkari ayat-ayat Kami ~ (AL ANKABUT 29 : 49).

Dia (Allah) akan memberi petunjuk kepada Hatinya ~ (AT-TAGABUN 64 : 11).

Sesungguhnya Al Qur’an yang mulia berada pada kitab yang terpelihara dan tidak tersentuh kecuali oleh mereka yang di sucikan ~ (AL WAQI’AH 56 : 77-78).

Oleh karena itu Rosulullah bersabda :   Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri.

Selanjutnya Rosulullahpun bersabda : Segala sesuatu ada pembersihnya, pembersih Qolbu adalah dzikir, Dzikir adalah jalan terdekat menuju kepada Allah.

Qolbu mukmin itulah baitullah yang hakiki, yang harus dibersihkan melalui dzikir. Bila hati kita bersih jalan menuju Tuhan terbuka lebar, bebas hambatan. Dzikir adalah jalan tol menuju kepada Allah. Dzikirullah itu dilakukan setiap saat, dimana saja dan kapan saja.  Dzikir itulah sholat yang kekal, dzikir itulah sholat bathin.

Allah adalah Al Bathin, Rumahnya dan KitabNya ada di dalam bathin, sholatnya pun sholat bathin dan wudunya adalah wudu perbuatan.   Kata Rosulullah kita harus bisa mati sebelum mati, agar kesadaran Ruhnya bangkit untuk berkomunikasi dengan Allah, karena jasmani tidak bisa berkomunikasi dengan Allah.

Perhatikan Surat Al A’raaf 7 : 172 : Bukankah Aku Tuhanmu?  Semua Ruh menjawab : Benar kami bersaksi.

Apa kata Hamzah Fansuri?
Hamzah Fansuri berada di Mekkah, mencari Tuhan di Baitul Ka’bah, dari Barus ke Kudus terlalu payah, akhirnya dijumpai di dalam rumah. Rumah yang mana?

Apa kata Jalaluddin Rumi?
Aku menatap hatiku sendiri, disana kulihat Dia. Dia tidak berada di tempat lain.

Kata Rosulullah : Urusan dunia engkau lebih tahu, tata cara beribadah ikutilah caraku.
 
Yang menjadi pertanyaan adalah : Bila pegangan kita Al Qur’an dan Sunah Rosulullah… Kenapa kita tidak mengikuti tata cara Rosulullah ketika di Guha Hiro? Apa yang dilakukan Rosulullah di guha Hiro, sehingga beliau bisa menerima wahyu Allah? Waktu itu belum ada Al Qur’an dan tata cara sholat seperti sekarang. Kenapa tidak di Masjidil Harom? Kenapa Rosulullah menetap di Medinah, tidak kembali ke wilayah Mekah? Apakah karena Mekah sebagai wilayah musuh bebuyutan Nabi Muhammad? Apakah mungkin Nabi Muhammad secara tersamar memperingatkan umatnya agar tidak terkecoh karena terpesona oleh situs Ibrahim di Masjidil Haram? Apakah ada kaitannya dengan Surat At Taubah 9 : 107 – 108?

Dan ada yang mendirikan mesjid untuk menimbulkan bencana, untuk kekafiran dan untuk memecah belah diantara orang-orang yang beriman, serta untuk menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rosulnya sejak dahulu. Mereka dengan pasti bersumpah : “Kami hanya menghendaki kebaikan”. Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta. ~ ( AT TAUBAH 9 : 107 )

Jangan engkau melaksanakan sholat dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan sholat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih. ~ (AT TAUBAH 9 : 108)

Bila kita membaca catatan kaki Al Qur’an dan terjemahnya Departemen Agama RI bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rosul-Nya sejak dahulu di dalam Surat At Taubah 9 : 107 adalah seorang pendeta Nasrani yang bernama Abu ‘Amir yang membawa tentara Romawi dari Syiria. Orang Arab Jahiliyah menunggu mereka di mesjid yang mereka dirikan, namun ternyata Abu ‘Amir mati di Syiria. Dia tidak jadi datang, sehingga tidak jadi perang.

Surat At Taubah adalah satu-satunya Surat di dalam Al Qur’an yang tidak diawali Basmallah. Surat At Taubah menceriterakan kemusrikan dan kemunafikan orang-orang Arab jahiliyah, bukan mengisahkan perang dengan kaum Nasrani. Para Pendeta Nasrani di Madinah sudah beriman kepada Allah dan mengakui kerasulan Muhammad SAW.  

Di kota Madinah pada zaman itu golongan Yahudi, Nasrani dan golongan Islam hidup berdampingan. Madinah artinya madani… mapan. Apakah mungkin pendeta Nasrani Abu ‘Amir yang sudah beriman kepada Allah mau bersekutu dengan golongan penyembah berhala?

Pada zaman Jahiliyah konon kabarnya bangunan utama di kota Mekah adalah Masjidil Harom, bangunan serba guna yang dipergunakan untuk segala macam kegiatan penduduk Mekah. Konon sejarahnya, sewaktu perang Bada, Masjidil Harom itu dipergunakan oleh kaum musrikin untuk menghimpun kekuatan serta dipergunakan untuk menunggu pasukan yang memerangi Allah dan Rosulnya.

Seandainya benar Allah melarang kita untuk sholat di Masjidil Harom, ini luar biasa…!!!  Berarti selama ini umat Islam terkecoh. Seandainya saya sebagai ustad, seandainya saya sebagai guru mengajarkan hal yang salah kemudian digugu dan ditiru, maka kesalahan itu akan terus berlanjut dari generasi pertama ke generasi berikutnya. Bagaimana dengan dosanya saya?

Katakanlah : Bagaimana pendapatmu jika itu datang dari sisi Allah, kemudian kamu mengingkarinya. Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang selalu berada dalam penyimpangan yang jauh ~ (FUSHSHILAT 41 : 52)

Maka siapakah yang lebih jahat dari orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling dari pada-nya? Akan Kami beri ganjaran mereka yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan seburuk-buruknya siksaan ~ (AL AN’AM 6 : 157)

Dan kamu pasti akan mengetahui (kebenaran) keterangan (Al Qur’an) setelah beberapa waktu lagi ~ (Shad 38 : 88)

Seandainya benar Allah melarang sholat di Masjidil Harom. Gue jadi khawatir Bro. Allah membuktikan kebenaran Al Qur’an melalui azab yang pedih, musibah, wabah dan bencana alam!  Semoga itu tidak terjadi!

Rosulullah juga berkata : Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina!

Kenapa Rosulullah menganjurkan belajar ke negeri Cina tidak menganjurkan belajar ke Mekah. Ada pelajaran apa di Cina? Apakah Cina lebih banyak ilmunya? Emangnye gue pikirin.

Timur dan Barat adalah milik Allah, kemanapun kau menghadap disanalah Wajah Allah ~ (AL BAQARAH 2 : 115)

Ego kita senantiasa menghadap ke Barat dan melupakan Wajah Timur, sehingga hati kita buta, tidak pernah melihat Cahaya yang terbit di Timur.  Ataukah karena Rosulullah sangat arif sehingga bisa memprediksi bahwa sepeninggal beliau akan muncul kembali kemusrikan-kemusrikan di Mekah?  

Menurut Rosulullah, sepeninggal beliau, kelak umat Islam-pun akan terpecah-belah. Ternyata benar setelah beliau dan para sahabat wafat, muncul ilmu fiqih, ilmu usuluddin, ilmu kalam, kemudian umat Islampun terpecah dalam mazhab-mazhab. Moral jahiliyahpun muncul kembali terutama pada masa Bani Umayah, kemudian diperparah oleh Bani Abas.  Masjidil Haram pun dijadikan komoditas bisnis sumber devisa, bahkan dipolitisir. Sehingga ibadah haji ke situs Ibrahim seolah-olah hukumnya menjadi wajib.  Apakah kita ini umat Ibrahim ataukah umat Muhammad?  Awas hati-hati, jangan sampai tersesat.  

Rosulullah telah memperingatkan : Barang siapa mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri, maka dia akan tersesat semakin jauh. Sesungguhnya yang harus kita raihpun bukan haji mabur pakai pesawat, namun haji mabrur melalui hati yang bersih, tulus dan ikhlas untuk mendapatkan keridoan Allah. Dari Allah kembali kepada Allah Sang Pencipta. Tidak mengharap kembali ke mahluk ciptaannya yang disebut surga …

Bagi umat Islam sebagai bahan rujukan untuk mencari dan mengenal Allah adalah firman-firman Allah di dalam Al Qur’an dan Sunah Rosulullah.

Allah menciptakan jin dan manusia agar beribadah kepadaNya. Allah menciptakan manusia dengan cara yang sempurna.  Aku ciptakan manusia dengan cara yang sempurna (AT-TIN 95 : 4). Berarti bahan dasarnya juga harus sempurna yaitu Dzat Yang Maha Sempurna.  Setelah Aku sempurnakan kejadiannya Aku tiupkan Ruh-KU kedalamnya (AL HIJR 15 : 29). Berarti Dzat Allah berada di dalam diri setiap manusia, baik mata belo maupun mata sipit, hidung mancung maupun pesek, kulit hitam, putih, coklat maupun kuning.  Dzat Allah bisa berada di dalam semua mahluk ciptaanNYA, misalnya di dalam bunga yang berwarna-warni.  Dzat Ilahiah menjadi tersembunyi didalam semua mahluk ciptaanNya, seperti halnya biji gandum, setelah menjadi roti, biji gandumnya tidak nampak namun dzat gandumnya tetap ada, tersembunyi di dalam roti.

Disisi lain Dzat Allah meliputi segala sesuatu, berarti alam semesta termasuk planet bumi ini berada di dalam “Jubah” Allah.  Kita semua tenggelam atau baqa dalam Tuhan. Bila Jubah Allah itu bulat seperti bola maka kita semua seperti berada di dalam bola yang kemanapun kita menghadap baik kekiri, ke kanan, ke atas maupun kebawah disanalah Wajah Allah.  DIA ada dimana-mana namun dalam ke-Esa-an-NYA, DIA tidak kemana-mana.

Hadits Qudsi dan Hadits Rasulullah :
  1. Di dalam setiap rongga anak Adam, Aku ciptakaan suatu mahligai yang disebut dada, dalam dada ada kolbu, dalam kolbu ada fuad, dalam fuad ada syagofa, dalam sygofa ada sir, di dalam sir ada Aku, tempat Aku menyimpan rahasia ( Hadits Qudsi )
  2. Man arofa nafsahu faqod arofa robahu : Barang siapa mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhan-nya.  Man arofa robbahu faqod jahilan nafsahu : Barang siapa mengenal Tuhan-nya maka dia merasa dirinya bodoh.  Man tolabal maolana bi goeri nafsi faqoddola dolalan baida : Barang siapa  mencari Tuhan keluar dari dirinya, maka dia akan tersesat semakin jauh
  3. Iqro kitab baqo kafa binafsika al yaoma alaika hasbi : Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri
  4. Allahu bathinul insan, al insanu dhohirullah : Allah itu bathinnya manusia, manusia adalah realitas Allah
  5. Al insanu siri wa ana siruhu : Rahasia kalian adalah rahasia-Ku
  6. Laa yarifallaahu ghoirullah : Yang mengenal Allah hanya Allah
  7. Aroftu Robbi bi Robbi : Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan
  8. Maa arofnaka haqqo ma’rifataka : Aku tidak mengenal Engkau, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang Engkau perintahkan

Apakah kita bisa bertatap muka secara langsung dengan Allah? Mari kita lihat Surat Al Baqarah ayat 1 : Alif Lam Mim. Mengapa tidak dibaca Alam atau Alim? Hanya Allah yang mengetahui artinya. Yang mengetahui Allah hanya Allah.  Huruf Alif adalah milik Allah, Lam untuk Rosul, utusan Allah dan Mim untuk Muhammad sebagai insan, manusia. Antara Alif dan Mim ada Lam, antara Allah dan manusia ada apa?  Ada Sir... Kesadaran yang paling dalam.

Sir dalam hal ini bisa berperan sebagai utusan, sebagai pembawa berita, sebagai naluri, sebagai angan-angan atau imajinasi, sebagai generator dan bisa juga sebagai mikro prosesor penerima atau pengolah data.

Tidak ada seorang-pun yang dapat bercakap-cakap dengan Allah, kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan utusan-Nya dengan seizin-Nya ~ (ASY-SYUARA 42 : 51 )

Mulai hari ini Aku buka tabir yang menutupi matamu, maka pandangan matamu akan menjadi tajam ~ (AL QAAF 50 : 22)

Tuhan menempatkan diri antara manusia dengan Qolbunya ~ (AL ANFAL 8 : 24)

Qolbu merupakan titik terendah dari sumbu komunikasi vertikal kepada Allah. Tabir akan menjadi transparan dan akan menjadi kabel penghubung untuk berkomunikasi dengan Allah, manakala kita tidak ragu-ragu akan kebenaran Al Qur’an dan yakin akan ke ghoiban Allah dimana qolbu merupakan pintu masuk ke alam ghoib.  Komunikasi dengan Allah hanya bisa melalui dzikir qolbu.

Inilah kitab yang tiada diragukan, suatu petunjuk bagi mereka yang takwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghoib ~ (AL BAQARAH 2 : 2-3)

Dialah Jibril yang menurunkan Al Qur’an ke dalam hatimu~ (AL BAQARAH 2 : 97). Dia (Allah) akan memberi petunjuk kepada hatinya ~ (AT TAGABUN 64 : 11)

Dan sebutlah (nama) Tuhan-mu dalam hatimu … ~ (AL A’RAF 7 : 205)

Oleh karena itu seorang akan betul-betul yakin kepada kebenaran Al Qur’an dan hakikat Dzat, setelah yang bersangkutan mengalami hal-hal yang bersifat ghoib. 

Pengalaman ghoib itulah yang sangat didambakan oleh para pencari Tuhan. Pengalaman ghoib itulah yang disebut ilmu ilhamiah atau ilmu laduni yang lebih dipercayai oleh mereka para sufi dari pada ilmu akal.  Petunjuk Allah itu ke hati.

Barang siapa yang hatinya dibuka oleh Allah kepada Islam (Fitrah), maka dia itu mendapat Cahaya dari Tuhan-nya ~ (AZ-ZUMAR 39 : 22)

Menurut Al Ghazali Dzat Allah itu sangat terang benderang, sehingga hanya bisa ditangkap oleh mata hati.

Cahaya di atas cahaya ~ (AN NUR 24 : 35)

Dia (Allah) tidak tercapai oleh penglihatan mata ~ (AL AN’AM 6 : 103)

Yang pertama-tama Aku berikan kepada mereka (yang beriman) adalah Nur-Ku yang Aku taruh di hati mereka ~ (HADITS QUDSI)

Ketika Musa berdo’a ingin melihat Tuhan, maka Tuhan berfirman :

Engkau (Musa) tidak akan sanggup melihat Aku.  Maka manakala Tuhan-nya memperlihatkan diri-Nya di atas bukit, bukit itu hancur dan Musa jatuh tidak sadarkan diri ~ (AL A’RAF 7 : 143).

Maka dengan demikian adalah sangat terlarang untuk menyingkap tabir rahasia Allah, kita tidak boleh melewati batas-batas yang telah ditetapkan Allah.

Rosulullah pun bersabda : Allah mempunyai tujuh puluh hijab Cahaya dan kegelapan, seandainya Dia menyibakkan hijab-hijab itu, maka keagungan wajah-Nya akan membakar segala yang dilihat oleh mahluk-Nya.

Berpikirlah kamu tentang makhluk Allah, jangan berpikir tentang Dzat Penciptanya. Aku tidak mengenal Allah, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang telah Allah berikan kepadaku.

Bila kita berusaha mencoba menyingkap tabir tersebut, maka kita akan hancur lebur seperti halnya dalam riwayat Nabi Musa yang ingin melihat Allah, dimana gunung sekalipun akan hancur.  Mengenal Tuhan harus melalui Tuhan.  Dia yang mengenali dan Dia yang dikenali adalah sama. Jasmani Musa dengan ke-aku-annya tidak mungkin bisa berhadapan dengan Tuhan, karena tidak ada sesuatu wujud yang lain disamping Allah.  Kekasaran jasmani dan ke-aku-an merupakan tabir yang pekat.

Sesungguhnya Allah telah memberikan peringatan kepada kita semua :

Dia memperingatkan kamu terhadap dirinya ~ (ALI IMRAN 3 : 30)

Segala sesuatu akan musnah kecuali Wajah-Nya ~ (AL QASHASH 28 : 88)

Bila ingin berjumpa dengan Tuhan, hancur luluhkan dirimu sendiri, ke-akuan-mu, egomu, tutup mata dan telingamu, tutup semua ilmu dan teori tentang Dzat, kosongkan hati dan pikiranmu dari segala sesuatu selain Allah semata, maka Ke-Aku-an Tuhan, Ruh Tuhan dalam dirimu akan muncul memperlihatkan Jamal-Nya. AKU dan AKU saling bertemu dan berdialog. Demikianlah apa yang dilakukan Musa selama 40 hari dan 40 malam, sehingga Musa pun bisa menerima wahyu Sepuluh Perintah Tuhan.  Demikian juga Nabi Muhammad SAW, beliau sering menyepi di guha Hiro.  Menurut para sesepuh, wahyu pertama turun setelah berturut-turut selama 40 hari dan 40 malam di Gua Hira.

Sabda Rosulullah : Kita harus bisa mati sebelum mati.


DZAT SEBAGAI HUWA (DIA)

Sebagai Huwa (Dia) adalah Dzat Wajibul Wujud, wajib adanya dan Mumkinu Wujud mungkin adanya, tersembunyi dalam Keilahian (Uluhiyyah) disebut Nuqot Ghoib (biji yang samar). 

Tiada Dia melahirkan dan tiada juga Dia dilahirkan (AL IKHLAS 112 : 3).  

Dia yang awal dan Dia yang akhir, Dia yang dhohir dan Dia yang bathin ~ (AL HADID 57 : 3)

DIA sebagai dzat yang tanpa kwalitas (Tanziih) dan DIA juga Dzat yang berkwalitas (Tasbih).  Laesa kamitslihi syai’un wa huwas sami’ul bashir ~ (ASY SYURA 42 : 11) : Tidak serupa dengan apapun adalah Dzat tanpa kwalitas, Dia yang Maha Mendengar dan Maha Melihat adalah Dzat yang berkwalitas.

Subhanahuu wata’aala ammaa yashifuun : Dia Maha Suci, Dia Maha Tinggi di atas segalanya ~ (AL AN’AM 6 : 100). 

Dia Dzat Yang Maha luas tanpa keterbatasan Asma dan Sifat, tanpa keterbatasan Ruang dan Waktu, karena memang belum ada ruang dan waktu, belum ada Al Kitab, belum ada Al Qur’an dan hadits, belum ada aksara dan suara apapun.  Tidak ada apa-apa di SisiNya.  Kosong... Hampa...

Dia ada dan tidak ada apa-apa di samping-Nya (HADITS).

Dalam keheningan, rasakan keberadaanNya di dalam hati nurani yang bening.
Dia adalah dzat mutlak tanpa bentuk, tidak bisa ditanggapi oleh siapapun, tidak terpikirkan oleh akal, tak terbayangkan dan tidak bisa diketahui oleh panca indera. Dia diluar jangkauan konsepsi (transendensi).  Dia Dzat Awal adalah Maha Suci dari segala sifat yang baru. Walaupun demikian Dzat mutlak ini akan menampakan diri, keluar dari kemurniannya melalui proses penurunan martabat yang disebut proses Tanuzzullat ( Proses emanasi ), disebut sebagai teori panteisme atau neoplatonisme.  Konon kabarnya berasal dari filsafat monisme ajaran hindu.

DZAT SEBAGAI ANA (AKU)
Dari Huwa menjadi Ana (Aku) adalah kehadiran Dzat dalam Diri-Nya Sendiri, dalam Ke-Akuan-Nya , dalam Ego-Nya Sendiri, merupakan tahapan awal (martabat) yang disebut Ahadiyah ( Ke-Esa-an Dzat Yang Murni ). Tahapan Ahadiyah merupakan tahapan tertinggi, dimana tahap-tahap lainnya berada di bawahnya. 

Pada tahap ini Dzat mulai menampakkan Potensial-NYA (Syuyunat), kemampuan ilmu-NYA dan Sifat-sifatnya yang muncul dari Dirinya Sendiri. Kemudian Dia memproklamirkan Dirinya Sendiri : Aku adalah Allah (Yang Disembah), tiada Tuhan selain aku ~ (Thaahaa 20 : 14). 

Allah adalah Dzat Yang Maha Sempurna, Dia mencakup semua Asma dan semua sifat dalam 99 Asma Ul Husna, termasuk sifat Keagungan dan Keindahannya (Sifat Jalal dan Sifat Jamal). Karena Allah ini mencakup semua Asma dan semua sifat, termasuk sifat Jamal dan Sifat Jalal, maka Allah disebut juga sebagai Al Muhit (Yang Maha Meliputi).

Setelah menyatakan Dirinya Sendiri sebagai AKU, maka mulailah DIA bertindak sebagai Penguasa (Rububiyah, Kudrat) yang Berkehendak (Irodat). Dia ingin dikenal ingin diketahui oleh mahluknya. Esensi Dzat ingin eksis melalui kemampuan Ilmu dan Sifat-Nya.

"Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, maka oleh sebab cinta, Aku ingin dikenal, maka Aku jadikan mahluk (Nur Muhammad) agar dia mengenal akan Aku" ~ (HADITS QUDSI)

Karena ingin dikenal, maka mulailah Dia menjadi Sang Pencipta ~ (AL KHALIQ).

Bila Dia menghendaki sesuatu maka Dia berkata (melalui sifat Kalamnya) : Kun - Jadilah !!! maka Jadi ~ (YASIN 36 : 82).

Pernyataan tersebut merupakan tahapan kedua yang disebut Wahdah yang dimanifestasikan sebagai cahaya, Nur Muhammad.  Dari Nur Muhammad ini diciptakan alam semesta dengan segala macam isinya.

Berarti sesungguhnya, sebelum konsep Einstein muncul, Islam sudah memakai konsep Cahaya.  Segala sesuatu berasal dari Cahaya dan Cahaya adalah Energi.

Allaahu nuurus samaawaati wal ardhi : Allah adalah sumber Cahaya langit dan bumi ~ (AN NUUR 24 : 35, AL A’RAAF 7 : 143)

Hai manusia telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhan-mu dan telah Kami turunkan kepadamu Cahaya yang terang ~ (AN NISA 4 : 174)

Pada tahapan ini, didalamnya terkandung semua potensi atau sifat-sifat yang tersembunyi.  Tahapan ini disebut juga sebagai Faidhi muqdas (Pancaran suci atau Berkah suci).  Oleh karena itu ada sesepuh yang berpendapat bahwa malam tanggal 12 Maulud, malam kelahiran Rasulullah adalah  malam Berkah Suci yang membawa berkah bagi semua mahluk, sedangkan berkah pada saat Lailatul Qadar, hanya bagi orang-orang terpilih saja. Dengan demikian, adalah sangat wajar bila sesepuh tersebut berpendapat bahwa malam 12 Maulud dianggap mempunyai nilai tertinggi, sehingga diperingati secara khusus.

Dan tiadalah Allah mengutus engkau hai Muhammad melainkan untuk memberi rahmat bagi seluruh alam semesta ~ (AL ANBIYA 21 : 107).

Muhammad bukanlah ayah salah seorang laki-laki diantara kalian, tapi dia adalah Rosul Allah dan penutup para Rosul dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu ~  (AL AHZAB 33 : 40).

Beberapa Hadits Rosulullah :
  1. Ana minuurillahi wa kholaq kulluhum minuuri : Aku berasal dari Cahaya Allah dan seluruh alam semesta berasal dari Cahaya-ku.
  2. Yang mula-mula dijadikan Allah adalah Nur Nabi-mu ya Jabir, dan Allah jadikan dari Nur itu segala sesuatu, dan engkau wahai Jabir termasuk sesuatu itu.
  3. Aku memiliki waktu khusus dengan Tuhan, yang di dalamnya tiada lagi malaikat atau Rosulnya.
  4. Aku sudah menjadi Nabi, sedang Adam adalah antara air dan lempung.
  5. Akulah Bapak dari segala Ruh dan Adam adalah Bapak dari segala jasad.
  6. Ana Ahmadun bilaa mim : Aku Ahmad tanpa mim (Aku Ahad). Ana Arabun bilaa ain : Aku Rab …
Cahaya (nur) adalah realita atau manifestasi Dzat (Allah) untuk menghadirkan atau menyatakan Dirinya Sendiri (Ke-Akuan-nya, Ego-nya) dalam keterbatasannya yang pertama... Aku adalah Allah dan tiada Tuhan selain Aku, karena itu sembahlah Aku dan dirikan sholat untuk mengingat-KU ~ THAHA 20 : 14)

Sesungguhnya agama kamu ini satu agama saja, dan Aku adalah Tuhan-mu, karena itu sembahlah Aku ~ (ALANBIYA 21 : 92 )                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 

Selain menyatakan atau memproklamirkan Dirinya Sendiri, Dia juga mempunyai potensi atau sifat-sifat untuk memanifestasikan Dirinya dalam bentuk-bentuk dhohir lain. Tahapan ini disebut Wahidiyah atau Haqeqati Insani, yang merupakan keterbatasan yang ke dua dimana pada tahapan ini Dzat) bisa dipahami oleh panca indera. Selanjutnya Wahidiyah dalam rinciannya akan sampai menjadi insan kamil, sampai menjadi debu, akhirnya musnah kembali kepada Allah.

Segala sesuatu akan musnah kecuali wajah-Nya ~ (AL QAASHAS 28 : 88).

Juga di dalam diri mereka ~ (FUSHSHILAT 41 : 53).

Dzat Allah meliputi segala sesuatu ~ (FUSHSHILAT 41 : 54).

Di bumi itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang yakin dan juga di dalam dirimu, apakah kamu tidak memperhatikan ~ (ADZ-DZARIYAT 51 : 21).

Pada tahapan Wahidiyah, Dzat Allah bisa berada di dalam diri setiap insan, di dalam sebuah gunung, di dalam sebutir pasir bahkan di dalam debu sekalipun.  Dia ada dimana-mana, namun dalam ke Esa-an Nya Dia tidak kemana-mana.

Berdasarkan penjelasan di atas, di dalam memanifestasikan Dirinya Sendiri, untuk keluar dari kemurniannya dan menampakan Dirinya sampai Dzat bisa dipahami serta bisa diraba-rasakan oleh panca indera adalah melalui tiga tahapan penurunan. Mulai dari DIA (HUU) dalam Ke-Illahi-an (Uluhiyah) menjadi AKU (Ahadiyah), selanjutnya AKU adalah sebagai Penguasa (Rububiyah) dan juga sebagai  Sang Pencipta (Khaliqiyah).  Pada tahapan ini, mulai tampak adanya Asma-asma Yang Memerintah, yaitu Asma-asma Illahi.

Tahapan Ahadiyyah merupakan tahapan tertinggi, dimana tahapan di bawahnya adalah tahapan Wahdah yang disebut sebagai tahapan Nur Muhammad atau Haqeqati Muhammad, disebut juga sebagai Faidi  Muqaadas (Berkah Suci), kemudian turun ke tahapan Wahidiyah yang disebut juga sebagai Haqeqati Insani.

Pada tahap Wahidiyah tampak adanya asma-asma yang diperintah ( asma-asma duniawi ). Pada tahapan ini Dzat sudah berada dalam bentuk-bentuk dhohir yang bisa dipahami dan dapat diraba-rasakan oleh panca indera.

Ahadiyah adalah ke-Esa-an Dzat, wahdah adalah ke-Esa-an Sifat dan Wahidiyah adalah ke-Esa-an Asma. Oleh karena itu Ahadiyah, Wahdah dan Wahidiyah adalah Qodim …Mungkin bisa kita katakan sebagai berikut : Ahadiyah adalah Ke-Esa-an Dzat yang murni, Wahdah adalah kesatuan Dzat (homogen) dan Wahidiyah adalah kemajemukan dalam kesatuan Dzat, seperti kata-kata Bhineka Tunggal Ika.  Pada tahapan Ahadiyah tidak ada apa-apa di sampingnya, ruang dan waktu pun belum ada, yang ada hanya Dzat semata-mata, Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi : berdirinya Dzat dengan sendirinya, Asma dan Sifat masih tersembunyi di dalam Dirinya. 

Oleh karena Dia ingin dikenal maka Dia keluar dari kemurniannya melalui Sifat Irodatnya (Kehendak-Nya) dan Sifat Kalamnya Dia bersabda : Kun - Jadilah Fayakun - Maka jadilah. Oleh karena belum ada apa-apa selain DIA, maka bahan dasarnya berasal dari Dirinya Sendiri, dari Nur-Nya yang dijadikan Nur Muhammad yang disebut juga sebagai Jauhar Awal, Jauhar Akhir, Ruh Idhofi atau Wujud Idhofi. Selanjutnya Nur Muhammad ini merupakan segala sumber bahan baku untuk menciptakan bentuk-bentuk lain-lainnya pada tahapan Wahidiyah yang dalam rinciannya adalah : alam arwah, alam mitsal, alam ajsam dan alam insan kamil, sebagai suatu ciptaan yang baru disebut Muhaddas.

Alam Arwah :
adalah tahapan dimana pada tahapan ini para Ruh, segala macam jenis Ruh yang diciptakan dari Nur Muhammad, termasuk Ruh Manusia biasa, Ruh Malaikat, Ruh hewan dan tumbuh-tumbuhan terhimpun. Pada tahapan ini para Ruh tersebut sudah berikrar ketika Allah bertanya kepada mereka : Bukankah Aku Tuhan-mu, kemudian mereka menjawab : Benar kami bersaksi ~ (AL A’RAAF 7 : 172). 

Ayat ini merupakan Syahadat Awal sebagai ikrar yang pertama dari para Ruh ketika masih di Alam Arwah dan juga sebagai penjelasan bahwa Ruh bisa berkomunikasi dengan Tuhan.

Alam Mitsal :adalah dunia tamsilan, pada tahap ini sudah ada bentuk dasar (prototype) yang tidak bisa di pecah-pecah sebagaimana halnya dengan atom.

Alam Ajsam :
Tahapan ini disebut juga alam jasad, karena sudah ada bentuk yang lebih kasar dan bisa dibagi-bagi, bisa terurai (munfasil). Disebut juga sebagai alam sebab musabab. Misalnya embryo terbentuk setelah terjadi pembuahan.

Alam Insan :
Merupakan perpaduan seluruh tahap sebelumnya.
Bila tahapan penurunan kita rinci mulai dari Ahadiiyyah, Wahdah, Wahidiyah, alam arwah, alam mitsal, alam ajsam sampai ke alam Insan Kamil, maka akan kita dapatkan 7 tahapan atau martabat. Adapun tahapan-tahapan tersebut hanyalah merupakan hipotesa atau kerangka teoritis untuk mempermudah pemahaman kita dalam masalah Dzat. Maha suci Allah dari segala perumpamaan.

Jangan terpaku kepada hipotesis apapun! Pegangan kita bukan hipotesis,  tapi  Al Qur’an dan  Sunah Rosulullah.  Dzat Allah adalah transenden, tidak bisa terjangkau oleh akal dan pikiran, atau hipotesis apapun.  KeberadaanNya hanya bisa dirasakan melalui keyakinan hati dari diri kita masing -masing.  

Dengan demikian manisfestasi Diri Dzat menjadi lengkap, mulai dari ke-Abadian dalam ke-Illahian yang tanpa kwalitas (tanzih) meluas ke-Penguasaan (Rububiiyyah) yang berkwalitas (Tasbih) sampai ke-sementara-an yaitu Haqeeqati insani, mulai dari kecerdasan alam semesta, insan kamil sampai menjadi debu.  Akhirnya kembali kepada Dzat. Dari Dzat kembali kepada kekekalan Dzat. Itulah Hukum Kekekalan Dzat yang Imanens, Dzat di dalam Dzat.

Di dalam lautan Ahadiyah terbentuk satu gelembung Wahdah, dari satu gelembung tersebut muncul gelembung-gelembung lain yang banyaknya sangat tak terhingga (Wahidiyah), bila gelembung-gelembung tersebut pecah maka mereka akan kembali kedalam lautan Ahadiyah yang tenang dan tenteram.

Konsep Tanuzzullat merupakan suatu teori Hukum kekekalan Dzat.

Bukan suatu hal yang mustahil bila Hukum Kekekalan Masa dari Albert Einstein yang terkenal dengan Teori Relativitas-nya dengan rumus E = M x C2  mungkin idenya berasal dari teori Hukum Kekekalan Dzat.  Kita tidak tahu… yang kita ketahui adalah bahwa : Einstein berhasil menggetarkan inti atom sehingga menimbulkan ledakan hebat dari bom atom.

Seorang yang beriman manakala mendengar Asma Allah akan bergetar hatinya ~ (AL ANFAL 8 : 2).

Hatinya yang mana ? Bila yang dimaksud dengan hati adalah inti, maka setiap sel bahkan setiap atom di tubuh kita mempunyai inti. Di dalam dada ada qolbu, di dalam qolbu ada fuad, di dalam fuad ada syagofa (yang lebih dalam ), didalam syagofa ada sir dan di dalam Sir ada Aku.

Bila seorang mukmin bisa menggetarkan hatinya, menggetarkan qolbunya, menggetarkan setiap inti selnya, menggetarkan setiap inti atomnya, menggetarkan Aku yang ada didalamnya, maka betapa dahsyat reaksi yang terjadi, pasti lebih dahsyat dari ledakan Bom Atom.

Apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, maka mereka menyungkur , bersujud dan menangis ~ (MARYAM 19 : 58).

Merinding kulit orang-orang yang takut kepada Tuhan-nya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah ~ (AZ-ZUMAR 39 : 23).

Setiap orang memiliki potensi tersebut.  Karena Dzat Ilahiah ada di dalam diri kita masing-masing.  Bagaimana caranya untuk membangkitkan energi dahsyat yang sedang tidur itu?  Itulah yang harus dicari, pintu ijtihad masih tetap terbuka.

Silahkan cari sendiri rahasia yang terkandung di dalam Al Qur’an. Rahasia yang terkandung di dalam diri kita sendiri. Kekuatan yang tidak kita sadari, kita sebut kekuatan pikiran alam bawah sadar (subconscious mind), kemampuannya jauh lebih besar dari kemampuan pikiran sadar kita (conscious mind). 

Bila kita bisa mempergunakan 15 persen dari kemampuan pikiran sadar kita, maka kita sudah menjadi orang yang genius.  Kemampuan kita yang 85 persen masih terpendam di pikiran alam bawah sadar kita yang bisa di bangkitkan melalui dzikir-meditasi.