Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Ats-Tsa'labi rohmatulloh 'alaihi yang diperoleh dari Sayidina 'Aly bin Abi Tholib Ra.
Bermula dari Sultan Iskandar Dzulqornain yang disegani dan ditakuti
oleh seluruh dunia pada zamannya, walau demikian ia bukanlah Raja yang
sombong, namun salah satu Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
ALLOH SWT.
Suatu ketika Sultan Iskandar Dzulqornain berjalan diatas bumi menuju ke tepi bumi ALLOH memerintahkan seorang Malaikat bernama Rofa'il As untuk mendampingi Sultan Iskandar Dzulqornain.
Di tengah perjalanan mereka berbincang bincang. Sultan Iskandar Dzulqornain berkata kepada Malaikat Rofa'il "wahai Malaikat Rofa'il ceritakan lah kepada ku tentang ibadah para Malaikat di langit ".
Malaikat berkata "ibadah para Malaikat di langit di antaranya ada yang berdiri tidak mengangkat kepalanya selama-lamanya, ada yang rukuk tidak mengkat kepala selamanya dan ada yang sujud tidak mengangkat kepalanya selamanya".
Mendengar keterangan itu Sultan tercenung.. dalam fikiran beliau punya keinginan melakukan hal yang sama seperti para Malaikat, yaitu beribadah kepada ALLOH melebihi Malaikat... sebagai rasa syukur atas anugerah kebesaran yang diberikan ALLOH kepada nya.
Namun, apakah bisa melakukan ibadah hingga hari kiamat seperti para Malaikat?? sebab semua manusia pasti mati!
Keinginan nya itu di katakan kepada Malaikat Rofa'il, lalu Malaikat
Rofa'il berkata "sesungguhnya ALLOH telah menciptakan sumber air di
bumi.. namanya 'ainul chayat (sumber air kehidupan), barang siapa yang
meminumnya seteguk, maka tidak akan mati sampai hari kiamat, kecuali
ia memohon kepada ALLOH agar di matikan"
Kemudian Sultan bertanya kepada Malaikat Rofa'il "apakah kau tahu tempat air kehidupan itu?" Malaikat Rofa'il menjawab "sesungguhnya 'ainul Chayat itu berada di bumi yang gelap" Malaikat Rofa'il dalam memberikan keterangan hanya sepotong sepotong sebab bahasa dan pengetahuan yang diberikan ALLOH hanya berupa simbol simbol yang masih misteri... dan setelah itu Malaikat Rofa'il pun pergi.
Setelah mendapat keterangan dari Malaikat Rofa'il Sultan segera mengumpulkan para ;alim ulama. Sultan bertanya kepada mereka tentang air kehidupan, para ulama tidak ada yang tahu kabar keberadaannya, namun salah seorang yang 'alim di antara mereka mengatakan "sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat Kanjeng Nabi Adam As, beliau berkata bahwa sesungguhnya ALLOH meletakkan air kehidupan itu di bumi yang gelap"
Sultan menanyakan dimana kah tempat bumi yang gelap itu? Seorang yang 'alim menjawab "yaitu ditempat keluarnya matahari" maka Sultan bersiap siap mendatangi tempat itu, dalam kondisi seperti ini. Malaikat Rofa'il pun hadir, lantas Sultan bertanya kepada sahabat nya itu, tentang kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap. Diberikan keterangan, yaitu kuda betina yang perawan, kemudian Sultan memerintahkan pada para prajurit nya untuk mengumpulkan 1000 ekor kuda betina yang masih perawan, setelah itu memilih para prajurit dan cendikiawan dari 6000 orang yang ahli berkuda. Diantaranya adalah Nabi Khidzir As yang menjabat sebagai perdana menteri.
Setelah persiapan matang perbekalan dan lainnya siap, akhirnya Sultan Iskandar dan rombongan berangkat. Nabi Khidzir As berjalan di barisan terdepan memimpin rombongan, arah terbitnya matahari itu berada di arah kiblat saat ini dr wilayah kerajaan Sultan Iskandar waktu itu.
Setelah 12 tahun menempuh perjalanan akhirnya sampai juga di tepi bumi yang gelap, ternyata gelapnya bukan seperti gelapnya malam, tetapi memancar seperti kabut dan pasukan berjalan menerobos kegelapan, namun semakin lama semakin gelap.
Dalam perjalanan disepanjang jalan yang dilalui banyak terdapat kerikil kerikil gemerlapan melancarkan cahaya merah kuning dan biru laksana bintang gemintang di angkasa.
Untuk mencari tahu Sultan Iskandar pun menanyakan kepada Malaikat Rofa'il dan diberikan jawaban bahwa benda benda gemericik yang gemerlapan itu apabila seseorang mengambil nya niscaya ia akan menyesal dan apabila tidak mengambil nya ia pun akan menyesal juga.
Untuk mengatasi rasa penasaran Sultan Iskandar pun mengambil nya dalam kegelapan terasa seperti batu, maka benda itu di bawa ke tempat yang terang terkejut Sang Sultan karena ternyata benda tsb adalah benda-benda langit, manikam, yakut, merat, zamrud, dll.
Maka Sultan pun kembali dan memunguti benda-benda yang berkilau itu dimasukkan dalam karung bekas wadah perbekalan, akibatnya perjalanan semakin berat.
Nabi Khidzir selaku pimpinan rombongan berkali-kali memperingatkan Sultan bahwa perjalanan masih jauh, hendaknya benda benda itu ditinggalkan saja untuk meringankan beban permata yang berkarung karung sedikit demi sedikit dikurangi, namun perjalanan terasa makin jauh dan bumi terlihat makin gelap. Sultan yang perkasa pun lama kelamaan kondisi nya melemah dan tidak kuat meneruskan perjalanan, akhirnya memutuskan untuk kembali ke negerinya tanpa hasil. Sementara Nabi Khidzir tetap meneruskan perjalanan.
Di riwayat kan Nabi Khidzir akhirnya menemukan 'Ainul Chayat', sebab dalam perjalanan beliau menerima Wahyu dari ALLOH bahwa air itu untuknya. Beliau yang dipilih ALLOH, begitu sampai di sumber 'Ainul Chayat. Perjalanan Nabi Khidzir diperintahkan berhenti, sebab disebelah kanan terdapat jurang yang menyerupai lembah ditempat itulah 'Ainul Chayat berada, maka dilepaskanlah terompah dan pakaian beliau serta minum dan mandi di air kehidupan tersebut.
Ada sebuah penafsiran bahwa perjalanan mencari air kehidupan merupakan kiasan, yaitu menggambarkan perjalanan rohani menuju sisi ALLOH. Dalam menempuh perjalanan rohani harus meninggalkan jubah keduniawian harta benda dunia. Itu sebabnya Nabi Khidzir memperingatkan Sultan Iskandar yang sudah Kaya raya untuk meninggalkan permata dan berlian yang dipungutinya. Perjalanan rohani tidak bisa terbebani sedikit pun urusan dunia, baik dlm fikiran maupun perasaan.
Sultan Iskandar walaupun Raja yang beriman dan bertaqwa,tidak mampu menempuh jalan rohani.. penyebabnya masih membawa beban kekuasaan dan harta duniawi. Kerena beban duniawi masih berat baginya.. maka ia pun kembali.
Perihal ini tidak tertulis dan tidak tersirat, tetapi harus dipelajari dan di pahami. hal tersebut pernah diwejangkan Nabi Khidzir kepada Nabi Musa As. Nabi Khidzir yang memperoleh Wahyu berhasil mendapatkan ilmu disisi ALLOH yang lazim disebut ilmu laduni (rohmat sekaligus mukjizat). Memang, itu semua kehendak ALLOH, namun kehendak itu harus di tempuh melalui jalan rohani oleh hamba-hamba ALLOH.
"Sekiranya riwayat tersebut bisa kita ambil pelajaran untuk kita semua dalam menjalani kehidupan dan beribadah, ibadah tidak cukup hanya mengedepankan syariat namun hakikat pun diperlukan untuk alam batiniah kita".
0 Komentar