Setiap yang hidup pasti mempunyai nyawa. Sesuatu tidak bisa dikatakan hidup jika tidak memiliki nyawa. Dalam Islam Kejawen juga diajarkan tentang nyawa, khususnya tentang doa. Pada sebuah doa, atau ketika melakukan shalat secara syariat, maka kita harus mengetahui nyawa sebuah shalat. Kalau kita tidak mengetahui nyawa sebuah shalat, maka tidak akan bisa mengetahui "ruh" dari shalat itu. Intinya, jika kita tidak mengetahui nyawa dan "ruh" shalat yang kita lakukan, maka shalat kita hanya sekedar gugur kewajiban semata.


"Tangeh lamun sira bisa ketemu GUSTI ALLAH, yen sira ora bisa mangerteni hakekate shalat," begitu pesan dari sesepuh kita dulu. Shalat itu menurut Islam Kejawen adalah senantiasa eling dan menyembah pada GUSTI ALLAH. Seperti sudah dijelaskan pada tulisan terdahulu bahwa ada 2 hakekat hidup di dunia yaitu :

- Tansah eling lan manembah marang GUSTI ALLAH (shalat)

- Apik marang sak pada-padaning ngaurip (berbuat baik pada sesama makhluk)

Salah satu cara eling lan manembah marang GUSTI ALLAH itu jika dilakukan menurut syariat adalah dengan jalan melakukan shalat.

Banyak dari kita yang tidak tahu, dimanakah nyawa dalam sebuah shalat yang kita lakukan. Rata-rata orang yang beragama Islam hanya menjalankan shalat sebagai syarat saja. Artinya, sekedar gugur kewajiban. Padahal, jika mengetahui nyawa shalat itu sendiri, kita akan bisa berdialog dengan GUSTI ALLAH. Dimanakah nyawa syariat shalat yang dilakukan itu?

Jawabannya: nyawa shalat itu ada pada surat Al-Fatihah. Lho kok bisa? Ya sangat jelas sekali. Karena sebuah shalat yang kita lakukan tidak akan sah jika tidak membaca surat Al-Fatihah. Jadi, jika seseorang hanya mampu membaca surat Al-Fatihah saja, maka shalatnya sudah sah, tapi masih belum bisa berdialog dengan GUSTI ALLAH. Jadi, ketika shalat dan membaca surat Al-Fatihah, konsentrasi kita haruslah penuh untuk bisa berdialog dengan GUSTI ALLAH. Lain halnya dengan shalat dimana seseorang membaca surat Al-Fatihah dengan cepat, tentu saja tidak akan mampu untuk berdialog dengan GUSTI ALLAH.

Apa sih ayat-ayat dalam surat Al-Fatihah itu? Tentu banyak dari kita yang sudah mengetahuinya. Surat Al-Fatihah tersebut antara lain berbunyi

Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin
Ar Rahmaani rrahiim
Maaliki yaumid diin
Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin
Ihdinas shiraatal mustaqiim
Siraathal ladzii na’an ‘amta ‘alaihim,
ghairil maghduu bi’alaihim, walad dhaalliin

Terjemahannya
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang
Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Yang menguasai hari pembalasan/kiamat
Hanya padamu kami menyembah, dan hanya padamu kami memohon pertolongan
Tunjukkanlah kami Jalan yang Lurus
Jalan yang penuh nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan jalan yang sesat.

Perhatikan dengan seksama, betapa hebat dan berbobotnya surat Al-Fatihah itu. Surat Al-Fatihah tersebut jika dibaca dengan konsentrasi pada GUSTI ALLAH akan sangat bermanfaat bagi yang membacanya, terserah apapun tujuannya. Tidak salah jika surat Al-Fatihah tersebut menjadi Ummul Kitab (surat pembuka Al'Quran).

Nyawa Surat Al-Fatihah

Seperti sudah disebutkan diatas bahwa tidak banyak orang yang tahu bahwa Al-Fatihah sebagai nyawa sebuah shalat, demikian juga tidak banyak orang yang tahu bahwa surat Al-Fatihah itu sendiri juga mempunyai nyawa di dalamnya. Jadi, bisa dikatakan nyawa sebuah shalat adalah Al-Fatihah, dan surat Al-Fatihah itu sendiri juga mempunyai nyawa ataupun "ruh".

Apa nyawa dari surat Al-Fatihah? Nyawa ataupun "ruh" dari surat Al-Fatihah itu adalah pada ayat yang berbunyi "Iyyaaka na’budu, wa iyyaaka nasta’iin". Mengapa ayat tersebut menjadi nyawa dari surat Al-Fatihah? Karena ayat tersebut merupakan perpisahan antara doa yang dipanjatkan pada GUSTI ALLAH dan doa untuk diri manusia itu sendiri yang menunjukkan kepasrahan kita sebagai makhluk.

Coba perhatikan surat Al-Fatihah beserta terjemahannya sekali lagi.

Bismillahirrahmaanirrahiim
(Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih & Penyayang) (Doa untuk ALLAH)
Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin
(Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta) (Doa untuk ALLAH)
Ar Rahmaani rrahiim
(Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang) (Doa Untuk ALLah)
Maaliki yaumid diin
(Yang Menguasai hari pembalasan/kiamat) (Doa untuk ALLAH)
Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin
(Hanya padaMU Kami Menyembah,dan hanya padaMU kami memohon pertolongan)(Doa Kepasrahan kita)
Ihdinas shiraatal mustaqiim
(Tunjukkanlah kami jalan yang lurus)(Doa untuk si manusia)
Siraathal ladzii na’an ‘amta ‘alaihim,
(Jalan yang penuh nikmat)(Doa untuk si manusia)
ghairil maghduu bi’alaihim, walad dhaalliin
(Bukan jalan orang yang Engkau Murkai dan bukan jalan yang sesat)(Doa untuk si manusia)

Nah, perhatikan doa tersebut. Dimanakah perpisahan antara doa untuk Allah dan doa untuk kepentingan si manusia itu sendiri? Perpisahan tersebut adalah pada "Iyyaaka na’budu, wa iyyaaka nasta’iin" yang menunjukkan bahwa manusia itu tidak mempunyai kekuatan apapun dan pasrah pada kuasa dari GUSTI ALLAH. Jadi, berkonsentrasilah ketika membaca perpisahan antara doa untuk ALLAH dan doa untuk kepentingan si manusia karena hal itu menunjukkan kepasrahan kita pada GUSTI KANG MURBEHING DUMADI.
 
Bukan GUSTI ALLAH yang perlu doa. Tetapi doa itu milik GUSTI ALLAH. Contohnya, Malikiyaumiddin. Kata-kata Malikiyaumiddin itu kepunyaan siapa? Manusia apa GUSTI ALLAH?