Seperti kita ketahui secara singkat kita mengenal Syariat, Tarekat, Hakikat, Makrifat adalah sebagai berikut:

1. Syariat (Islam) adalah hukum dan aturan (Islam) yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat (Islam) juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat (Islam) merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.

2. Tarekat berasal dari kata ‘thariqah’ yang artinya ‘jalan’. Jalan yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diredhoi Allah s.w.t. Secara praktisnya tarekat adalah kumpulan amalan-amalan lahir dan batin yang bertujuan untuk membawa seseorang untuk menjadi orang bertaqwa.

Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat. tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim.

- Tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat, makan makanan halal dan lain sebagainya.

- Tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib.

Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya. Hakikat artinya i`tikad atau kepercayaan sejati (mengenai Tuhan), maka hakikat ini pekerjaan hati. Sehingga tidak ada yang dilihat didengar selain Allah, atau gerak dan diam itu diyakini dalam hati pada hakikatnya adalah kekuasaan Allah. (Abdurrahman Siddik Al Banjari ,1857 kitab Amal Ma`rifat).

3. Hakikat; adalah kebenaran, kenyataan (Poerwadarminta, 1984) hakekat menyaring dan memusatkan aspek-aspek yang lebih rumit menjadi keterangan yang gamblang dan ringkas, hakikat mengandung pengertian-pengertian kedalam aspek yang penting dan instrinsik dari benda yang dianalisa (Konsep Dasain Interior II, Olih Solihat Karso). Hakikat berasal dari kata arab haqqo, yahiqqu, haqiqotan yang berarti kebenaran sedangkan dalam kamus ilmiah disebutkan bahwa hakikat adalah: Yang sebenarnya; sesungguhnya; keadaan yang sebenarnya (Partanto, pius A, M. Dahlan al barry, Kamus Ilmiah Populer, 1994, Arkola, Surabaya). Istilah bahasa hakikat berasal dari kata “Al-Haqq”, yang berarti kebenaran. Kalau dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran.

4. Makrifat, Dari segi bahasa Makrifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. yaitu perpaduan dari syariat-tarikat-hakikat yang nantinya menuju kepada “mengenal Allah dan keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta mentaati syariat Rasulullah SAW.” Maka, apakah makrifat itu? Makrifat adalah pandai/ mengerti/ paham dan melaksanakan (dengan sempurna). Sayangnya dalam fase ini (makrifat), tidak ada seorang manusia pun yang mampu mendekati makrifat apalagi duduk dalam tahap tersebut. Alasannya mudah saja, karena syarat mutlak makrifat adalah “wahyu”.  Mengapa harus mendapat wahyu untuk makrifat? secara mudah saja, Makrifat, artinya pengetahuan dan pengalaman, yaitu perpaduan dari syariat-tarikat-hakikat yang nantinya menuju kepada “mengenal Allah dan keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta mentaati syariat Rasulullah SAW.” Maka bagaimana akan makrifat bila tanpa wahyu? Bagaimana menjadi makrifat? jawabannya adalah: “tidak mungkin.” Kecuali, bila seseorang itu adalah memiliki derajat nabi. Karena, seorang nabi pasti memperoleh wahyu.


Ma’rifatullah berasal dari kata Ma’rifat dan Allah, Ma’rifat artinya mengetahui atau mengenal, jadi Ma’rifatullah berarti juga mengenal Allah swt.

Ma’rifatullah (Mengenal Allah swt) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.

Menurut Ibn Al Qayyim:"Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.

Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.


Ciri-ciri dalam Ma’rifatullah

Seseorang dianggap ma’rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali
1. asma’ (nama) Allah
2. sifat Allah dan
3. af’al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.

Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan:
1. sikap shidiq (benar) dalam ber–mu’amalah (bekerja) dengan Allah,
2. ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
3. pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT.
4. sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya.
5. berda’wah/mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya.
6. membersihkan da’wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.

Figur teladan dalam ma’rifatullah ini adalah Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT.
Sabda Nabi: “Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya”. HR Al Bukahriy dan Muslim.
Hadits ini Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.

Tingkatan berikutnya, setelah Nabi adalah ulama amilun (ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah : “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” {QS. 35:28}

Orang yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai dirinya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin shalat, pada saat lain kita dapati ia senantiasa berdzikir, tilawah, pengajar, mujahid, pelayan masyarkat, dermawan, dst. Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu larangan Allah kecuali ia menjauhinya.
Ada sebagian ulama yang mengatakan: “Duduk di sisi orang yang mengenali Allah akan mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal, yaitu : dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlash, dari ghaflah (lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta akhirat, dari sombong menjadi tawadhu’ (rendah hati), dari buruk hati menjadi nasehat”

Urgensi Ma’rifatullah

a. Ma’rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup manusia selanjutnya. Karena ma’rifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Ketiadaan ma’rifatullah membuat banyak orang hidup tanpa tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk hidup lain (binatang ternak). {QS. 47:12}

b. Ma’rifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah (spiritual) manusia secara keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah akan merasakan kehidupan yang lapang. Ia hidup dalam rentangan panjang antara bersyukur dan bersabar.
Sabda Nabi : "Amat mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat pada siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika diberi karunia ia bersyukur". {HR. Muslim}

Orang yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya.
c. Dari Ma’rifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.
d. Dari Ma’rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan ruh.
e. Dari Ma’rifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan kehidupan akherat.

Sarana Ma’rifatullah

Sarana yang mengantarkan seseorang pada ma’rifatullah adalah:

a. Akal sehat
Akal sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk (ciptaan) terhadap pengenalan al KHALIQ (pencipta) seperti firman Allah:"Katakanlah “Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". {QS 10:101}

Sabda Nabi : “Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu” {HR. Abu Nu’aim}

b. Para Rasul
Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya tentang ma’rifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya.
Mereka inilah yang diakui sebagai orang yang paling mengenali Allah. Firman Allah :“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan ) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..” {QS. 57:25}

c. Asma dan Sifat Allah
Mengenali asma (nama) dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. Cara inilah yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya. Dengan asma dan sifat ini terbuka jendela bagi manusia untuk mengenali Allah lebih dekat lagi. Asma dan sifat Allah akan menggerakkan dan membuka hati manusia untuk menyaksikan dengan seksama pancaran cahaya Allah. Firman Allah :
“Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asma’ al husna (nama-nama yang terbaik) {QS. 17:11}.

Asma’ al husna inilah yang Allah perintahkan pada kita untuk menggunakannya dalam berdoa. Firman Allah:“Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al husna itu…” {QS. 7:180}

Inilah sarana efektif yang Allah ajarkan kepada umat manusia untuk mengenali Allah SWT (ma’rifatullah). Dan ma’rifatullah ini tidak akan realistis sebelum seseorang mampu menegakkan tiga tingkatan tauhid, yaitu : tauhid rububiyyah, tauhid asma dan sifat. Kedua tauhid ini sering disebut dengan tauhid al ma’rifah wa al itsbat (mengenal dan menetapkan) kemudian tauhid yang ketiga yaitu tauhid uluhiyyah yang merupakan tauhid thalab (perintah) yang harus dilakukan.

Wallahua’lam bishowwab.
======================
Sumber: Diringkas Dari berbagai Sumber