Wudu, shalat dan dzikrullah adalah merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain, ketiga-tiganya saling berkaitan. Tak mungkin kita melakukan shalat tanpa bersuci terlebih dahulu, tak mungkin kita mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan kotor lahir bathin. Bila Shalat hanya sekedar shalat, tanpa mencurahkan segenap hati dan pikiran untuk mengingat Allah adalah hampa, tidak akan menghasilkan apa-apa. Agar bisa khusyuk dan bisa berserah diri dengan segala kerendahan hati kepada Allah, anggaplah bahwa ini adalah shalat kita yang terakhir di dunia. Essensinya sholat adalah mengingat Allah atau dzikrullah. Sesungguhnya dzikrullah adalah sholat yang kekal, karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Mengingat Allah bisa sambil berdiri, sambil berjalan, sambil duduk dan sambil berbaring. Jadi tidak ada aturan khusus tentang cara duduk menurut Al Qur’an. Bila berdzikir sambil duduk, menurut Al Gazali, duduklah senyaman mungkin sambil mengucapkan asma
Allah. Dengan cara berdzikir setiap saat maka perilaku kitapun menjadi terkendali. Hati menjadi jernih, tenang dan tentram. Oleh karena itulah dzikir lebih utama dalam kehidupan.
Ingatlah kepada-Ku niscaya Akupun akan ingat kepadamu, bersyukurlah kepada-Ku dan jangan mengingkari ~ (AL BAQARAH 2 : 152)
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu atau berdzikirlah lebih banyak dari itu ~ (AL BAQARAH 2 : 200)
Apabila kamu telah selesai sholat, ingatlah Allah disaat berdiri, disaat duduk dan ketika berbaring ~ (AN-NISA 4 : 103)
Sesungguhnya sholat itu menjauhkan perbuatan keji dan munkar, namun dzikir lebih utama dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan ~ (AL ANKABUT 29 : 45)
Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah (menyebut nama Allah), berdzikirlah sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang… Dia akan mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada Cahaya yang terang, dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman ~ (AL AHZAB 33 : 41-42-43 )
Selesai sholat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, carilah karunia Allah, berdzikirlah sebanyak-banyaknya agar kamu sukses ~ (AL JUMU’AH 62 : 10).
Allah akan memudahkan segala urusan, diberi kecukupan, diberi rizki yang tak terduga, diampuni segala kesalahan, pahalanya berlipat ganda…~ (At Tholak 65 : 2-3-4-5).
Dan sebutlah nama Tuhan-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai ~ (AL A’RAF 7 : 205)
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram ~ (AR-RA’D 13 : 28)
Janganlah kamu seperti orang yang lupa kepada Allah, maka Allahpun akan membuat mereka lupa pada dirinya ~ (AL HASYR 59 : 19)
Barang siapa mengenal dirinya, maka dia mengenal akan Tuhannya.
Barang siapa mencari Tuhan keluar dari dirinya, maka dia akan tersesat semakin jauh ~ (HADITS)
Menurut Rosulullah ketika ditanya oleh Ali bin Abithalib : Ya Rosulullah jalan manakah yang terdekat untuk menuju kepada Allah? Kemudian Rosulullah menjawab : Tidak lain adalah Dzikir kepada Allah.
Sekarang yang harus kita renungkan dan yang harus kita kaji ulang adalah : Apakah yang dilakukan Muhammad di guha Hiro sebelum beliau diangkat menjadi Nabi, sebelum beliau dinobatkan menjadi Rosulullah? Pada saat itu belum ada perintah sholat, belum ada Al Qur’an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi umat Islam, namun beliau sangat berhasil mendekatkan diri dan berkomunikasi dengan Tuhan secara efektif. Bagaimana caranya agar kita pun bisa dekat dengan Tuhan seperti beliau?. Selain dzikrullah Rosulullah pun pernah bersabda bahwa manusia itu dalam keadaan tidur, ketika mati barulah mereka terbangun, kita harus bisa mati sebelum mati. jasmaninya dimatikan dan Ruh kita yang harus keluar dari jasmani untuk berkomunikasi dengan Allah. Karena Ruh berasal dari Dzat Ilahiah. Ruh berasal dari Cahaya Allah. Mengenal Tuhan harus melalui Tuhan (Hadits). Berarti Cahaya dengan Cahaya saling berkomunikasi. Hanya Ruh yang bisa berkomunikasi dengan Allah, bukan jasmaninya, sesuai dengan Firman Allah :
Bukankah Aku Tuhan-mu??? Semua Ruh menjawab : benar kami bersaksi ~ (AL A’RAFF 7 ; 172).
Pada saat pertama kali Rosulullah menerima firman Allah, beliau menggigil ketakutan karena mendengar suara-suara yang menakutkan, bumipun terasa berguncang. Ketika menerima Firman-Firman Allah berikutnya, beliau sudah terbiasa, suara yang terdengarpun bervariasi, suatu ketika berdengung seperti suara lebah, seperti suara lonceng yang berdentang, seperti suara seruling atau suara musik surgawi yang merdu, kemudian Rosulullahpun merasa bahwa Firman itu sudah berada di dalam qolbunya. Agaknya jenis suara-suara surgawi tersebut sesuai dengan tingkatan-tingkatan perkembangan spiritual beliau.
Setelah Rosulullah dan para sahabat wafat, maka generasi berikutnya banyak para sufi ahli tasawuf yang mengikuti jejak Rosulullah untuk belajar mati sebelum mati melalui proses berdzikirullah. Diantaranya : Al Hallaj, Al Ghazli dan Jalaluddin Rumi dan lain-lainnya. Walaupun dzikir hanya merupakan ibadah yang dianjurkan namun bagi para sufi dzikir itu wajib!!! Dzikir merupakan penjabaran, penerapan dan penghayatan dari Rukun Islam yang pertama.
Seperti halnya sholat, di dalam Al Qur’an tata cara dzikir pun tidak ada rinciannya… Oleh karena itu tata caranya beraneka ragam tergantung guru pembimbing. Tuhan tidak pernah menyusahkan umatnya, Tuhan pun menciptakan manusia dengan kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu kita bebas memilih metode dzikir yang cocok dan pas menurut hati kita serta sesuai dengan kemampuan kita. Seperti halnya kita belajar menulis, bila kita tidak mampu memiliki laptop, kita bisa belajar menulis dengan memakai arang, yang penting kita bisa menulis.
Menurut Al Ghazali bagaimana? Menurut Al Ghazali tiada jalan lain kecuali melalui jalan yang telah ditempuh para sufi, yaitu orang-orang yang telah mendapat hidayah Allah serta telah mencapai pencerahan sempurna. Jalan yang dimaksud adalah Tasawuf yaitu jalan untuk mencapai makna hakiki ajaran Islam, demikian menurut Hadi. Menurut Simuh : Tasawuf adalah ajaran atau kepercayaan tentang Tuhan yang bisa didapatkan melalui tanggapan kejiwaan yang terlepas dari tanggapan akal, pikiran dan panca indera (transenden). Ciri khas tasawuf adalah fana dan kasyaf. Tanpa fana dan kasyaf itu bukan Tasawuf. Rahasia Tasawuf berada dalam kandungan Al Qur’an dan Sunah Rosulullah. Secara garis besarnya, tasawuf adalah tata cara mensucikan jasmani dan ruhani agar bisa menjadi Insan Kamil yang mendapat keridoan Allah melalui proses fana dan kasyaf.
Oleh karena melalui proses fana dan kasyaf maka Tasawuf disebut juga sebagai mistikisme Islam. Kata mistik berasal dari kata myen dalam bahasa Yunani, ada kaitannya dengan kata misteri yang artinya “menutup mata” atau terlindung di dalam rahasia. Tersirat di dalamnya ada suasana kekudusan dan kekhusyuan dalam upaya menangkap Rahasia Tuhan melalui disiplin spiritual yang ketat dan sungguh-sungguh, demikian menurut Schimmel.
Menurut AL Ghazali untuk bisa makripat kepada Allah harus melalui tiga tahap :
Bersihkan hati, karena hati merupakan pintu masuk ke alam ghoib. Pintu hati akan terbuka bila hati bersih. Pembersih hati adalah dzikrullah sambil mohon ampunan dan Kasih Sayang Allah, tawakal,sabar, ikhlas dan pasrah.
Istirahatkan pikiran, dengan cara berkontemplasi, tidak memikirkan apapun kecuali Allah, berarti berdzikirullah.
Mencapai fana dan kasyaf, melalui proses iluminasi. Pada tahap fana ego kita lebur, larut, menyatu dengan alam, terbebas dari ruang dan waktu, terbebas dari pengkotakkan duniawi, baqo dalam Tuhan, akhirnya mencapai kasyaf, terbukanya hijab …
Adapun tata caranya menurut AL Ghazali adalah sebagai berikut : Duduklah dengan santai dan nyaman, kemudian sebutlah kata Allah…Allah…terus-menerus disertai hati yang khusuk. Lambat-laun gerak lisan terhenti namun gemanya masih tetap tertinggal di dalam qolbu. Hanya sampai disitulah upaya manusia, selanjutnya pasrah, ikhlas dan sabar dengan hati suci dan bening tidak terguncang kenikmatan duniawi insya Allah tabir antara engkau dan Dia akan dibukaNYA sebagaimana telah dibukakan Allah bagi para Nabi dan Wali-NYA. Cahaya Allah akan datang … musyahadah, berhadap-hadapan antara Ruh dan Cahaya Allah... Betapa Indahnya, betapa bahagianya. Itulah harta yang tidak ternilai.
...Iman itu indah ~ (AL HUJURAT 49 : 7)
...Allah-lah seindah-indahnya tempat untuk kembali ~ (ALI IMRAN 3 : 14)
...Kami singkapkan tabir yang menutupi matamu, maka pandangan matamu menjadi tajam ~ (AL QAAF 50 : 22)
Mengenai kasyaf, terbukanya tabir adalah semata-mata hak Allah. Kapan terjadinya, setelah berapa kali mencapai fana, itu bukan kita yang menentukan.
Pada saat mencapai fana terjadilah suatu kondisi “trance” mistik. Terjadi ekstase, kenikmatan dimana kesadaran akan dunia materi hilang. Kondisi seperti itulah yang disebut samadhi. Ruh kita mulai memasuki alam ghoib.
Menurut Al Ghazali Cahaya Yang Sejati adalah Allah, yang lainnya hanya sekedar mayaz (kiasan, bayangan), sekedar pinjaman dari Cahaya-NYA. Melalui Cahaya Sejati inilah orang-orang Arif “mi’raj”, melakukan pendakian dari mayaz ke puncak hakikat, sehingga mereka melihat dengan musyahadah, penyaksian secara langsung.
Kami tunjukkan kepadanya dua jalan, namun dia tidak mau menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu jalan yang mendaki? (AL BALAD 90 : 10-11)
Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat ~ (AL INSYIQAAQ 84 : 19)
Cahaya di atas Cahaya, Tuhan akan membimbing dengan Cahaya-Nya kepada Cahaya-Nya kepada yang Dia kehendaki ~ (AN-NUUR 24 : 35)
Selanjutnya berpulang kepada diri kita masing-masing, apakah ingin naik tingkat atau tidak. Bila ingin naik tingkat … Ya kita harus mengikuti jejak Rosulullah Muhammad sewaktu di guha Hiro atau mengikuti jejak para Sufi serta mempraktekkan ajarannya. Bila tidak ingin naik tingkat … Ya tidak ada paksaan dalam ajaran Islam.
Menurut Al Hallaj : keadaan fana bagaikan anggur bercampur air murni, betul-betul lebur dan larut sehingga sulit dipisahkan dan dibedakan mana air dan mana anggur. Al Hallaj yang terkenal dan dihukum mati karena kata-katanya, Akulah Al Haq, menulis sebagai berikut :
Aku cinta Dia
Dia yang kucinta adalah Aku
Kami dua jiwa dalam satu tubuh
Bila kau memandangku, kau memandang-Nya
Bila kau memandang-Nya, kau memandang kami berdua
Ruh-Mu bercampur di dalam Ruhku
Seperti anggur bercampur air murni
Bila sesuatu menyentuh-Mu, ia menyentuhku pula
Demikianlah didalam setiap perkara
Kau adalah Aku
Di dalam kemuliaan,
Tiada Aku atau Engkau atau kita
Aku, Kita, Engkau dan Dia,
Semuanya luruh menyatu.
Menurut Jalaluddin Rumi : Bila makrifat kepada Dzat ingin kau dapat, lepas aksara, galilah makna. Bila kau bijak ambilah mutiara dari cangkangnya. Katupkan bibirmu, tutup matamu dan sumbat telingamu. Tertawakan aku manakala engkau tidak melihat rahasia Yang Maha Benar. Rumi, adalah Sufi Besar dari Parsia yang hidup pada abad ke 6-7 Hijriyah. Tulisannya yang terkenal terangkum dalam MATSNAWI dan FIHI MA FIHI. Beliau juga menulis sebagai berikut :
Salib dan orang-orang Kristen, dari ujung ke ujung kuperiksa;
Dia tidak ada di salib
Aku pergi ke rumah berhala, ke pagoda tua ;
tidak ada tanda apapun disana
Aku pergi ke bukit Herat dan Kandahar, kupandang :
Dia tidak ada di bukit maupun dilembahnya
Dengan niat kuat ku beranikan diri ke puncak gunung Qaf;
Ditempat itu hanya ada tempat tinggal burung “Anqa”
Akupun mengubah pencarianku ke Ka’bah;
Dia tidak berada di tempat kaum tua dan muda.
Aku bertanya kepada Ibnu Sina tentang-NYA ;
Dia ternyata diluar jangkauannya.
Ku beranikan diri menuju ke “jarak dua busur”;
Dia pun tidak ada di ruang agung itu.
Aku menatap hatiku sendiri;
disana kulihat Dia…
Dia tidak berada di tempat lain…
Secara tidak langsung sesungguhnya Rumi mengajak kita untuk bertafakur, mengajak kita untuk bermeditasi, untuk berdzikrullah. Rumi mengajak kita untuk menyelam lebih dalam lagi sampai ke dasar samudera makrifat, untuk mencari mutiaranya, mencari Dia Yang Sejati. Dia yang berdiri dengan sendirinya tanpa penolong. Tidak ada apa-apa disamping-NYA. Tidak ada suara , tidak ada nada, tidak ada aksara. Tidak ada kitab apapun disana. Zabur, Taurat, Injil, Qur’an dan Hadits tidak ada disana. Dia adalah Perbendaharaan yang tersembunyi. Dia berada dalam kekosongan, kehampaan, kasunyatan, keheningan. Oleh karena itu tutup semua aksara, tutup semua kitab, tutup semua panca indera, karena jasmani juga adalah ayat-ayat Allah. Hening, jangan memikirkan apapun, jangan dipaksakan, biarkan bagaikan air yang mengalir dengan sendirinya.
Dalam keheningan rasakan kehadiran-NYA, rasakan keberadaan-NYA dengan Nurani Yang bening… Dalam keheningan … dengarkan melalui telinga bathin… dengan penuh kelembutan Dia menyapa hambanya… dan Dia menampakkan Cahaya-NYA … melalui mata bashiroh … Ohh… betapa kecil dan betapa kerdilnya diri ini …Hambapun tersungkur ... menangis … terharu … tersedu-sedu … air mata rindu … lepas bebas … ada rasa lega … ada rasa damai di dalam dada.
Oh …Betapa indahnya … ternyata iman itu indah… ~ (AL HUJURAT 49 : 7)
Itu semua sebagai tanda bangkitnya inner power kita, setelah Tuhan berkenan datang kemudian menyapa hambanya dengan lembut.
Wahai hamba-hambaku yang telah melampaui batas terhadap diri sendiri, janganlah kamu berputus asa atas Rahmat Allah yang akan mengampuni semua dosa, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ~ (AZ-ZUMAR 39 : 53)
Wahai jiwa yang tenang datanglah kepada Tuhan-mu dengan rasa suka cita dan diridhoi-NYA, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-KU dan masuklah ke dalam surga-KU ~ (AL FAJR 89 : 27 - 30)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, apabila disebut nama Allah akan bergetar hatinya … ~ (AL ANFAL 8 : 2)
Mereka menyungkur, bersujud dan menangis ~ (MARYAM 19 : 58)
Merinding kulit orang-orang yang takut kepada Tuhan-nya ~ (AZ-ZUMAR 39 : 23)
Rumi mengisyaratkan agar kita tidak terpaku kepada aksara., tapi galilah maknanya. Kitab apapun ibarat perahu yang membawa kita ke tengah Samudera Ahadiyah, Samudera Ketuhanan, bila kita ingin mendapatkan mutiaranya, maka mau tidak mau kita harus menyelam, tidak sekedar duduk diatas perahu. Kita harus menyelam kedasar qolbu, memasuki Rumah-NYA, mencari Dia Yang Sejati. Dia berada dalam hati orang-orang yang beriman (Hadits). Qolbu mukmin baitullah.
Allah. Dengan cara berdzikir setiap saat maka perilaku kitapun menjadi terkendali. Hati menjadi jernih, tenang dan tentram. Oleh karena itulah dzikir lebih utama dalam kehidupan.
Ingatlah kepada-Ku niscaya Akupun akan ingat kepadamu, bersyukurlah kepada-Ku dan jangan mengingkari ~ (AL BAQARAH 2 : 152)
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu atau berdzikirlah lebih banyak dari itu ~ (AL BAQARAH 2 : 200)
Apabila kamu telah selesai sholat, ingatlah Allah disaat berdiri, disaat duduk dan ketika berbaring ~ (AN-NISA 4 : 103)
Sesungguhnya sholat itu menjauhkan perbuatan keji dan munkar, namun dzikir lebih utama dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan ~ (AL ANKABUT 29 : 45)
Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah (menyebut nama Allah), berdzikirlah sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang… Dia akan mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada Cahaya yang terang, dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman ~ (AL AHZAB 33 : 41-42-43 )
Selesai sholat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, carilah karunia Allah, berdzikirlah sebanyak-banyaknya agar kamu sukses ~ (AL JUMU’AH 62 : 10).
Allah akan memudahkan segala urusan, diberi kecukupan, diberi rizki yang tak terduga, diampuni segala kesalahan, pahalanya berlipat ganda…~ (At Tholak 65 : 2-3-4-5).
Dan sebutlah nama Tuhan-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai ~ (AL A’RAF 7 : 205)
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram ~ (AR-RA’D 13 : 28)
Janganlah kamu seperti orang yang lupa kepada Allah, maka Allahpun akan membuat mereka lupa pada dirinya ~ (AL HASYR 59 : 19)
Barang siapa mengenal dirinya, maka dia mengenal akan Tuhannya.
Barang siapa mencari Tuhan keluar dari dirinya, maka dia akan tersesat semakin jauh ~ (HADITS)
Menurut Rosulullah ketika ditanya oleh Ali bin Abithalib : Ya Rosulullah jalan manakah yang terdekat untuk menuju kepada Allah? Kemudian Rosulullah menjawab : Tidak lain adalah Dzikir kepada Allah.
Sekarang yang harus kita renungkan dan yang harus kita kaji ulang adalah : Apakah yang dilakukan Muhammad di guha Hiro sebelum beliau diangkat menjadi Nabi, sebelum beliau dinobatkan menjadi Rosulullah? Pada saat itu belum ada perintah sholat, belum ada Al Qur’an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi umat Islam, namun beliau sangat berhasil mendekatkan diri dan berkomunikasi dengan Tuhan secara efektif. Bagaimana caranya agar kita pun bisa dekat dengan Tuhan seperti beliau?. Selain dzikrullah Rosulullah pun pernah bersabda bahwa manusia itu dalam keadaan tidur, ketika mati barulah mereka terbangun, kita harus bisa mati sebelum mati. jasmaninya dimatikan dan Ruh kita yang harus keluar dari jasmani untuk berkomunikasi dengan Allah. Karena Ruh berasal dari Dzat Ilahiah. Ruh berasal dari Cahaya Allah. Mengenal Tuhan harus melalui Tuhan (Hadits). Berarti Cahaya dengan Cahaya saling berkomunikasi. Hanya Ruh yang bisa berkomunikasi dengan Allah, bukan jasmaninya, sesuai dengan Firman Allah :
Bukankah Aku Tuhan-mu??? Semua Ruh menjawab : benar kami bersaksi ~ (AL A’RAFF 7 ; 172).
Pada saat pertama kali Rosulullah menerima firman Allah, beliau menggigil ketakutan karena mendengar suara-suara yang menakutkan, bumipun terasa berguncang. Ketika menerima Firman-Firman Allah berikutnya, beliau sudah terbiasa, suara yang terdengarpun bervariasi, suatu ketika berdengung seperti suara lebah, seperti suara lonceng yang berdentang, seperti suara seruling atau suara musik surgawi yang merdu, kemudian Rosulullahpun merasa bahwa Firman itu sudah berada di dalam qolbunya. Agaknya jenis suara-suara surgawi tersebut sesuai dengan tingkatan-tingkatan perkembangan spiritual beliau.
Setelah Rosulullah dan para sahabat wafat, maka generasi berikutnya banyak para sufi ahli tasawuf yang mengikuti jejak Rosulullah untuk belajar mati sebelum mati melalui proses berdzikirullah. Diantaranya : Al Hallaj, Al Ghazli dan Jalaluddin Rumi dan lain-lainnya. Walaupun dzikir hanya merupakan ibadah yang dianjurkan namun bagi para sufi dzikir itu wajib!!! Dzikir merupakan penjabaran, penerapan dan penghayatan dari Rukun Islam yang pertama.
Seperti halnya sholat, di dalam Al Qur’an tata cara dzikir pun tidak ada rinciannya… Oleh karena itu tata caranya beraneka ragam tergantung guru pembimbing. Tuhan tidak pernah menyusahkan umatnya, Tuhan pun menciptakan manusia dengan kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu kita bebas memilih metode dzikir yang cocok dan pas menurut hati kita serta sesuai dengan kemampuan kita. Seperti halnya kita belajar menulis, bila kita tidak mampu memiliki laptop, kita bisa belajar menulis dengan memakai arang, yang penting kita bisa menulis.
Menurut Al Ghazali bagaimana? Menurut Al Ghazali tiada jalan lain kecuali melalui jalan yang telah ditempuh para sufi, yaitu orang-orang yang telah mendapat hidayah Allah serta telah mencapai pencerahan sempurna. Jalan yang dimaksud adalah Tasawuf yaitu jalan untuk mencapai makna hakiki ajaran Islam, demikian menurut Hadi. Menurut Simuh : Tasawuf adalah ajaran atau kepercayaan tentang Tuhan yang bisa didapatkan melalui tanggapan kejiwaan yang terlepas dari tanggapan akal, pikiran dan panca indera (transenden). Ciri khas tasawuf adalah fana dan kasyaf. Tanpa fana dan kasyaf itu bukan Tasawuf. Rahasia Tasawuf berada dalam kandungan Al Qur’an dan Sunah Rosulullah. Secara garis besarnya, tasawuf adalah tata cara mensucikan jasmani dan ruhani agar bisa menjadi Insan Kamil yang mendapat keridoan Allah melalui proses fana dan kasyaf.
Oleh karena melalui proses fana dan kasyaf maka Tasawuf disebut juga sebagai mistikisme Islam. Kata mistik berasal dari kata myen dalam bahasa Yunani, ada kaitannya dengan kata misteri yang artinya “menutup mata” atau terlindung di dalam rahasia. Tersirat di dalamnya ada suasana kekudusan dan kekhusyuan dalam upaya menangkap Rahasia Tuhan melalui disiplin spiritual yang ketat dan sungguh-sungguh, demikian menurut Schimmel.
Menurut AL Ghazali untuk bisa makripat kepada Allah harus melalui tiga tahap :
Bersihkan hati, karena hati merupakan pintu masuk ke alam ghoib. Pintu hati akan terbuka bila hati bersih. Pembersih hati adalah dzikrullah sambil mohon ampunan dan Kasih Sayang Allah, tawakal,sabar, ikhlas dan pasrah.
Istirahatkan pikiran, dengan cara berkontemplasi, tidak memikirkan apapun kecuali Allah, berarti berdzikirullah.
Mencapai fana dan kasyaf, melalui proses iluminasi. Pada tahap fana ego kita lebur, larut, menyatu dengan alam, terbebas dari ruang dan waktu, terbebas dari pengkotakkan duniawi, baqo dalam Tuhan, akhirnya mencapai kasyaf, terbukanya hijab …
Adapun tata caranya menurut AL Ghazali adalah sebagai berikut : Duduklah dengan santai dan nyaman, kemudian sebutlah kata Allah…Allah…terus-menerus disertai hati yang khusuk. Lambat-laun gerak lisan terhenti namun gemanya masih tetap tertinggal di dalam qolbu. Hanya sampai disitulah upaya manusia, selanjutnya pasrah, ikhlas dan sabar dengan hati suci dan bening tidak terguncang kenikmatan duniawi insya Allah tabir antara engkau dan Dia akan dibukaNYA sebagaimana telah dibukakan Allah bagi para Nabi dan Wali-NYA. Cahaya Allah akan datang … musyahadah, berhadap-hadapan antara Ruh dan Cahaya Allah... Betapa Indahnya, betapa bahagianya. Itulah harta yang tidak ternilai.
...Iman itu indah ~ (AL HUJURAT 49 : 7)
...Allah-lah seindah-indahnya tempat untuk kembali ~ (ALI IMRAN 3 : 14)
...Kami singkapkan tabir yang menutupi matamu, maka pandangan matamu menjadi tajam ~ (AL QAAF 50 : 22)
Mengenai kasyaf, terbukanya tabir adalah semata-mata hak Allah. Kapan terjadinya, setelah berapa kali mencapai fana, itu bukan kita yang menentukan.
Pada saat mencapai fana terjadilah suatu kondisi “trance” mistik. Terjadi ekstase, kenikmatan dimana kesadaran akan dunia materi hilang. Kondisi seperti itulah yang disebut samadhi. Ruh kita mulai memasuki alam ghoib.
Menurut Al Ghazali Cahaya Yang Sejati adalah Allah, yang lainnya hanya sekedar mayaz (kiasan, bayangan), sekedar pinjaman dari Cahaya-NYA. Melalui Cahaya Sejati inilah orang-orang Arif “mi’raj”, melakukan pendakian dari mayaz ke puncak hakikat, sehingga mereka melihat dengan musyahadah, penyaksian secara langsung.
Kami tunjukkan kepadanya dua jalan, namun dia tidak mau menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu jalan yang mendaki? (AL BALAD 90 : 10-11)
Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat ~ (AL INSYIQAAQ 84 : 19)
Cahaya di atas Cahaya, Tuhan akan membimbing dengan Cahaya-Nya kepada Cahaya-Nya kepada yang Dia kehendaki ~ (AN-NUUR 24 : 35)
Selanjutnya berpulang kepada diri kita masing-masing, apakah ingin naik tingkat atau tidak. Bila ingin naik tingkat … Ya kita harus mengikuti jejak Rosulullah Muhammad sewaktu di guha Hiro atau mengikuti jejak para Sufi serta mempraktekkan ajarannya. Bila tidak ingin naik tingkat … Ya tidak ada paksaan dalam ajaran Islam.
Menurut Al Hallaj : keadaan fana bagaikan anggur bercampur air murni, betul-betul lebur dan larut sehingga sulit dipisahkan dan dibedakan mana air dan mana anggur. Al Hallaj yang terkenal dan dihukum mati karena kata-katanya, Akulah Al Haq, menulis sebagai berikut :
Aku cinta Dia
Dia yang kucinta adalah Aku
Kami dua jiwa dalam satu tubuh
Bila kau memandangku, kau memandang-Nya
Bila kau memandang-Nya, kau memandang kami berdua
Ruh-Mu bercampur di dalam Ruhku
Seperti anggur bercampur air murni
Bila sesuatu menyentuh-Mu, ia menyentuhku pula
Demikianlah didalam setiap perkara
Kau adalah Aku
Di dalam kemuliaan,
Tiada Aku atau Engkau atau kita
Aku, Kita, Engkau dan Dia,
Semuanya luruh menyatu.
Menurut Jalaluddin Rumi : Bila makrifat kepada Dzat ingin kau dapat, lepas aksara, galilah makna. Bila kau bijak ambilah mutiara dari cangkangnya. Katupkan bibirmu, tutup matamu dan sumbat telingamu. Tertawakan aku manakala engkau tidak melihat rahasia Yang Maha Benar. Rumi, adalah Sufi Besar dari Parsia yang hidup pada abad ke 6-7 Hijriyah. Tulisannya yang terkenal terangkum dalam MATSNAWI dan FIHI MA FIHI. Beliau juga menulis sebagai berikut :
Salib dan orang-orang Kristen, dari ujung ke ujung kuperiksa;
Dia tidak ada di salib
Aku pergi ke rumah berhala, ke pagoda tua ;
tidak ada tanda apapun disana
Aku pergi ke bukit Herat dan Kandahar, kupandang :
Dia tidak ada di bukit maupun dilembahnya
Dengan niat kuat ku beranikan diri ke puncak gunung Qaf;
Ditempat itu hanya ada tempat tinggal burung “Anqa”
Akupun mengubah pencarianku ke Ka’bah;
Dia tidak berada di tempat kaum tua dan muda.
Aku bertanya kepada Ibnu Sina tentang-NYA ;
Dia ternyata diluar jangkauannya.
Ku beranikan diri menuju ke “jarak dua busur”;
Dia pun tidak ada di ruang agung itu.
Aku menatap hatiku sendiri;
disana kulihat Dia…
Dia tidak berada di tempat lain…
Secara tidak langsung sesungguhnya Rumi mengajak kita untuk bertafakur, mengajak kita untuk bermeditasi, untuk berdzikrullah. Rumi mengajak kita untuk menyelam lebih dalam lagi sampai ke dasar samudera makrifat, untuk mencari mutiaranya, mencari Dia Yang Sejati. Dia yang berdiri dengan sendirinya tanpa penolong. Tidak ada apa-apa disamping-NYA. Tidak ada suara , tidak ada nada, tidak ada aksara. Tidak ada kitab apapun disana. Zabur, Taurat, Injil, Qur’an dan Hadits tidak ada disana. Dia adalah Perbendaharaan yang tersembunyi. Dia berada dalam kekosongan, kehampaan, kasunyatan, keheningan. Oleh karena itu tutup semua aksara, tutup semua kitab, tutup semua panca indera, karena jasmani juga adalah ayat-ayat Allah. Hening, jangan memikirkan apapun, jangan dipaksakan, biarkan bagaikan air yang mengalir dengan sendirinya.
Dalam keheningan rasakan kehadiran-NYA, rasakan keberadaan-NYA dengan Nurani Yang bening… Dalam keheningan … dengarkan melalui telinga bathin… dengan penuh kelembutan Dia menyapa hambanya… dan Dia menampakkan Cahaya-NYA … melalui mata bashiroh … Ohh… betapa kecil dan betapa kerdilnya diri ini …Hambapun tersungkur ... menangis … terharu … tersedu-sedu … air mata rindu … lepas bebas … ada rasa lega … ada rasa damai di dalam dada.
Oh …Betapa indahnya … ternyata iman itu indah… ~ (AL HUJURAT 49 : 7)
Itu semua sebagai tanda bangkitnya inner power kita, setelah Tuhan berkenan datang kemudian menyapa hambanya dengan lembut.
Wahai hamba-hambaku yang telah melampaui batas terhadap diri sendiri, janganlah kamu berputus asa atas Rahmat Allah yang akan mengampuni semua dosa, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ~ (AZ-ZUMAR 39 : 53)
Wahai jiwa yang tenang datanglah kepada Tuhan-mu dengan rasa suka cita dan diridhoi-NYA, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-KU dan masuklah ke dalam surga-KU ~ (AL FAJR 89 : 27 - 30)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, apabila disebut nama Allah akan bergetar hatinya … ~ (AL ANFAL 8 : 2)
Mereka menyungkur, bersujud dan menangis ~ (MARYAM 19 : 58)
Merinding kulit orang-orang yang takut kepada Tuhan-nya ~ (AZ-ZUMAR 39 : 23)
Rumi mengisyaratkan agar kita tidak terpaku kepada aksara., tapi galilah maknanya. Kitab apapun ibarat perahu yang membawa kita ke tengah Samudera Ahadiyah, Samudera Ketuhanan, bila kita ingin mendapatkan mutiaranya, maka mau tidak mau kita harus menyelam, tidak sekedar duduk diatas perahu. Kita harus menyelam kedasar qolbu, memasuki Rumah-NYA, mencari Dia Yang Sejati. Dia berada dalam hati orang-orang yang beriman (Hadits). Qolbu mukmin baitullah.
Pada bagian lain Rumi menulis sebagai berikut :
Jauh di dalam qolbu ada Cahaya Surga
marak menerangi paras lautan tanpa suara yang tiada batas
Oh, bahagialah mereka yang menemukannya dalam tawakal,
Rupa segala yang dipuja setiap insan …dst
Sia-sialah kita mencari dengan nafsu tak terjinakan
Untuk sampai pada visi Satu Jiwa Abadi
Cinta, hanya cinta yang dapat membunuh apa
Yang tampaknya telah mati, ular nafsu yang telah membeku
Hanya cinta, lewat air mata doa dan nyala rindu
Terungkaplah pengetahuan yang tak pernah dapat di sekolah
Pada bagian akhir dari puisi ini Rumi menulis :
Ketika kebenaran bersinar, tiada kata dan cerita yang dapat terucap
Kini dengarkanlah suara didalam hatimu…
Selamat berpisah…
Rumi dalam perjalanan spiritualnya telah mencapai pencerahan. Terungkapnya pengetahuan, terbukanya hijab, itu melalui cinta dan do’a, bukan melalui nafsu. Rumi telah melihat Cahaya-NYA dan juga telah mendengar Shabdanya, kemudian Ruhnya lepas landas, ruhnya berpisah dari jasad,”mi’raj”. Rumi sudah bisa mati sebelum mati. Rumi memberikan ucapan selamat berpisah bagi mereka yang berhasil memisahkan ruh dari jasadnya melalui Meditasi Cahaya dan Shabda. Meditasi untuk melihat Cahaya dan mendengarkan Shabda Tuhan di dalam qolbu. Di dalam Qolbu ada Aku sebagai Sumber Shabda, sebagai Sumber Firman.. Komunikasi hanya bisa melalui Qolbu, Karena di dalam qolbu ada Sir, di dalam Sir ada Aku. Qolbu adalah kitab yang terpelihara, Kitab Mulia Tanpa Tulis yang tidak tersentuh kecuali oleh mereka yang disucikan.
- (Perhatikan Surat AL WAQI’AH 56 : 77 – 78).
Dialah Jibril yang menurunkan Al Qur’an ke dalam hatimu dengan seizin Allah ~ (AL BAQARAH 2 : 97).
(Al Qur’an) adalah ayat-ayat yang nyata di dalam hati orang-orang yang diberi ilmu dan hanyalah orang-orang durjana yang mengingkari ayat-ayat kami ~ (AL ANKABUT 29 : 49).
Sesungguhnya telah datang kepadamu dari Allah Cahaya dan Kitab yang terang ~ (AL MAIDAH 5 : 15).
Mari kita perhatikan Surat YASIN ayat 82 : Bila Tuhan menghendaki maka Dia bershabda : Kun (jadilah )…Fayakun (maka jadi)… Berarti semua kejadian, seluruh keberadaan alam semesta ini diawali dengan Shabda : Kun … Jadilah …
Mari kita bandingkan dengan yang tertulis di dalam Al KITAB :
Pada mulanya adalah Shabda, Shabda adalah Tuhan, kemudian Shabda bersama Tuhan. Bisa kita ibaratkan : Awalnya adalah pohon, biji berasal dari pohon, kemudian pohon berada dalam biji. Didalam biji ada benih, di dalam benih ada potensi dan ada energi-Nur untuk tumbuh menjadi pohon, karena di dalamnya ada essensi Ilahi, di dalamnya ada Shabda : Kun … Jadilah … Maka Jadi.
0 Komentar