Inilah Al Kitab yang tiada diragukan, suatu petunjuk bagi mereka yang takwa, mereka yang beriman kepada yang ghoib, mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepadanya ~ (AL BAQARAH 2 : 2-3)
Menafkahkan sebagian harta atau rizki adalah merupakan proses pemutihan agar harta atau rizki yang kita terima menjadi suci, bersih, terbebas dari pada hak orang lain yang terkandung di dalamnya, sesuai dengan ajaran syare’at Islam.
Mengenai pengertian kata sebagian, di dalam permasalahan ini, besar nominalnya tergantung dari keikhlasan pribadi masing-masing. Sesungguhnya Allah tidak pernah menyusahkan umat manusia. Allah hanya ingin menilai hati umat Nya. Siapa-siapa diantara kita yang sungguh-sungguh beriman, sungguh-sungguh mencintai Allah dan Rosul Nya, serta siapa-siapa yang lebih mencintai harta bendanya. Siapa-siapa diantara kita yang lebih berserah diri kepada Allah, serta siapa-siapa yang lebih memper-Tuhan-kan hawa nafsunya, siapapun yang melakukan dosa syirik tersembunyi, pasti Allah mengetahui akan segalanya.
Hai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan semacam perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang amat pedih? Perniagaan itu adalah : kamu tetap beriman kepada Allah dan Rosulnya, serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Iman dan berjihad itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya ~ (ASH-SHAFF 61 : 10-11 )
Katakanlah : Sesungguhnya Tuhan-ku melapangkan rizki bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya ~ (AS-SABA 34 : 39)
Bila kita menyadari dan menghayati Wahyu Islami dengan sepenuh hati, sesungguhnya kita ini tidak memiliki apa-apa, semuanya adalah milik Allah. Jangankan harta benda, nyawa kita, hidup kita pun milik Allah. Kita hanya sekedar makhluk ciptaannya yang harus mengabdi kepada Nya. Kenapa kita harus kikir kepada Allah, sedangkan Dia menjanjikan akan menggantinya. Allah tidak akan menyalahi janji Nya, Dia yang maha taat, Dia yang maha kaya, Dia pemberi rizki yang sebaik-baiknya. Bila kita kikir maka Tuhan akan mengganti kita dengan kaum yang lain dan mereka lebih berjaya.
Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan hartamu di jalan Allah, maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir, sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri, Allahlah yang Maha Kaya, sedangkan kamulah yang membutuhkan-Nya, dan jika kamu berpaling (kikir), niscaya Allah akan mengganti kamu dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan seperti kamu ~ (MUHAMMAD 47 : 38)
Maha benar Tuhan dengan segala firman Nya. Tidak usah heran bila pada saat sekarang ini Umat Islam “kedodoran” bila dibandingkan dengan umat lain yang non Islam. Ini adalah bukti yang nyata atas kebenaran Surat Muhammad 47 : 38. Karena umat yang non Islam menafkahkan harta, menafkahkan rizki yang di perolehnya sebesar 10 persen, sedangkan umat Islam hanya dianjurkan 2,5 persen. Hal ini tidak sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan Hadits, oleh karena 2,5 persen tersebut tidak tercantum dalam Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukumnya.
Ketahuilah, sesungguhnya apa yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya 1/5 adalah untuk Allah dan Rosulnya, untuk kerabat dan anak yatim, orang miskin, orang dalam perjalanan. Ta’atilah ketentuan itu jika kamu beriman kepada Allah dan apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami di hari pembedaan, di hari bertemu dua pasukan, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ~ (AL ANFAL 8 : 41)
Menurut Rosulullah : Jihad Akbar adalah perang melawan hawa nafsu.
Oleh sebab itu, bila umat islam tidak ingin “kedodoran”, tidak ingin jadi umat yang “kuntet”, tidak ingin ditertawakan, tidak ingin diganti Allah dengan kaum lain, maka Umat Islam seharusnya menafkahkan baik harta maupun rizki yang diperoleh dari Allah sekurang-kurangnya adalah 20 persen (seperlima bagian) sesuai Surat Al Anfal 8 : 41.
Hal ini mungkin sebagai dasar acuan dari salah seorang tokoh agama, yang menganjurkan zakat mal 20 persen? Karena sampai kapanpun kita harus terus berperang melawan hawa nafsu. Dalam hal ini pemerintah pun seharusnya mengatur serta menyesuaikan antara zakat dan pajak bagi umat Islam agar tidak terasa memberatkan.
Semoga kita tidak kena laknat Allah, semoga kita tidak diganti dengan kaum lain. Silahkan atur sendiri, sesuai dengan ke ihklasan diri masing-masing.
Sesungguhnya perkataan nafkah, Infak, yunfiqun, shodaqoh, jariyah dan zakat, semuanya itu berkaitan dengan proses pemutihan baik terhadap harta maupun terhadap rizki yang kita peroleh.
Kata nafkah, infaq dan yunfiqun secara harfiah artinya adalah perintah. Kata shodaqoh dari kata shidiq secara harfiah artinya adalah benar. Berarti barang siapa yang melaksanakan perintah Allah pasti benar.
Kata jariah arti harfiahnya adalah mengalir.
Misalnya kita mendapat uang atau bonus katakanlah hadiah lebaran dari Bos, kemudian kita memberikan sebagian bonus yang kita peroleh kepada ibu–bapak, kerabat kita, kepada pembantu dsb. Pembantu pulang kampung, dikampungnya si pembantu inipun menafkahkan sebagian yang ia peroleh kepada kerabatnya. Itulah yang disebut mengalir dari atas sampai ke strata yang paling bawah. Pahalanya pun mengalir pula tanpa terputus, dari strata yang paling bawah ke strata yang paling atas. Itulah pengertian jariah.
Kata zakat pengertiannya adalah : yang memberi menjadi bersih, suci dan yang menerima menjadi senang. Apa yang kita berikan tidak harus materi.
Mereka akan bertanya kepadamu tentang apa-apa yang akan mereka nafkahkan, jawablah : apapun yang kamu nafkahkan dari harta yang baik, maka utamakanlah kepada kedua ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan dan apapun kebaikan yang kamu perbuat, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya ~ (AL BAQARAH 2 : 115)
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Allah dengan apapun, dan berbaktilah kepada kedua orang ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang dalam perjalanan dan hamba sahayamu, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri ~ (AN-NISA 4 : 36)
Perintah menafkahkan harta dijalan Allah berdasarkan ajaran Islam, bisa diterima oleh seluruh umat manusia, karena sangat jelas dan sangat masuk di akal.
Berdasarkan kedua ayat tersebut di atas : Prioritas pertama ditujukan untuk menyantuni lingkungan dalam keluarga sendiri, kemudian prioritas selanjutnya ditujukan untuk tetangga dekat dan yang terakhir adalah untuk tetangga jauh.
Di dalam lingkungan keluarga sendiri pun ada urutannya, yang pertama dan yang terutama sekali santunan diberikan kepada kedua orang ibu-bapak (termasuk ibu-bapak mertua), yang kedua kepada kaum kerabat dekat dan ketiga kepada hamba sahaya dalam hal ini adalah pembantu rumah tangga kita.
Dengan demikian siapapun orangnya bila sudah dewasa dan telah berpenghasilan cukup tentu akan lebih rela, akan lebih ikhlas bila diwajibkan untuk menyantuni lingkungan dalam keluarganya sendiri dari pada lingkungan keluarga orang lain, apalagi untuk kepentingan kedua orang tua-nya apapun akan dia berikan, bahkan nyawanya sendiri, kecuali bagi anak durhaka, yang lupa kacang akan kulitnya.
Berdasarkan beberapa ayat di dalam Al Qur’an ada 22 golongan (mustahik) yang berhak atas santunan tersebut :
Menafkahkan sebagian harta atau rizki adalah merupakan proses pemutihan agar harta atau rizki yang kita terima menjadi suci, bersih, terbebas dari pada hak orang lain yang terkandung di dalamnya, sesuai dengan ajaran syare’at Islam.
Mengenai pengertian kata sebagian, di dalam permasalahan ini, besar nominalnya tergantung dari keikhlasan pribadi masing-masing. Sesungguhnya Allah tidak pernah menyusahkan umat manusia. Allah hanya ingin menilai hati umat Nya. Siapa-siapa diantara kita yang sungguh-sungguh beriman, sungguh-sungguh mencintai Allah dan Rosul Nya, serta siapa-siapa yang lebih mencintai harta bendanya. Siapa-siapa diantara kita yang lebih berserah diri kepada Allah, serta siapa-siapa yang lebih memper-Tuhan-kan hawa nafsunya, siapapun yang melakukan dosa syirik tersembunyi, pasti Allah mengetahui akan segalanya.
Hai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan semacam perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang amat pedih? Perniagaan itu adalah : kamu tetap beriman kepada Allah dan Rosulnya, serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Iman dan berjihad itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya ~ (ASH-SHAFF 61 : 10-11 )
Katakanlah : Sesungguhnya Tuhan-ku melapangkan rizki bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya ~ (AS-SABA 34 : 39)
Bila kita menyadari dan menghayati Wahyu Islami dengan sepenuh hati, sesungguhnya kita ini tidak memiliki apa-apa, semuanya adalah milik Allah. Jangankan harta benda, nyawa kita, hidup kita pun milik Allah. Kita hanya sekedar makhluk ciptaannya yang harus mengabdi kepada Nya. Kenapa kita harus kikir kepada Allah, sedangkan Dia menjanjikan akan menggantinya. Allah tidak akan menyalahi janji Nya, Dia yang maha taat, Dia yang maha kaya, Dia pemberi rizki yang sebaik-baiknya. Bila kita kikir maka Tuhan akan mengganti kita dengan kaum yang lain dan mereka lebih berjaya.
Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan hartamu di jalan Allah, maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir, sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri, Allahlah yang Maha Kaya, sedangkan kamulah yang membutuhkan-Nya, dan jika kamu berpaling (kikir), niscaya Allah akan mengganti kamu dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan seperti kamu ~ (MUHAMMAD 47 : 38)
Maha benar Tuhan dengan segala firman Nya. Tidak usah heran bila pada saat sekarang ini Umat Islam “kedodoran” bila dibandingkan dengan umat lain yang non Islam. Ini adalah bukti yang nyata atas kebenaran Surat Muhammad 47 : 38. Karena umat yang non Islam menafkahkan harta, menafkahkan rizki yang di perolehnya sebesar 10 persen, sedangkan umat Islam hanya dianjurkan 2,5 persen. Hal ini tidak sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan Hadits, oleh karena 2,5 persen tersebut tidak tercantum dalam Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukumnya.
Ketahuilah, sesungguhnya apa yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya 1/5 adalah untuk Allah dan Rosulnya, untuk kerabat dan anak yatim, orang miskin, orang dalam perjalanan. Ta’atilah ketentuan itu jika kamu beriman kepada Allah dan apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami di hari pembedaan, di hari bertemu dua pasukan, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ~ (AL ANFAL 8 : 41)
Menurut Rosulullah : Jihad Akbar adalah perang melawan hawa nafsu.
Oleh sebab itu, bila umat islam tidak ingin “kedodoran”, tidak ingin jadi umat yang “kuntet”, tidak ingin ditertawakan, tidak ingin diganti Allah dengan kaum lain, maka Umat Islam seharusnya menafkahkan baik harta maupun rizki yang diperoleh dari Allah sekurang-kurangnya adalah 20 persen (seperlima bagian) sesuai Surat Al Anfal 8 : 41.
Hal ini mungkin sebagai dasar acuan dari salah seorang tokoh agama, yang menganjurkan zakat mal 20 persen? Karena sampai kapanpun kita harus terus berperang melawan hawa nafsu. Dalam hal ini pemerintah pun seharusnya mengatur serta menyesuaikan antara zakat dan pajak bagi umat Islam agar tidak terasa memberatkan.
Semoga kita tidak kena laknat Allah, semoga kita tidak diganti dengan kaum lain. Silahkan atur sendiri, sesuai dengan ke ihklasan diri masing-masing.
Sesungguhnya perkataan nafkah, Infak, yunfiqun, shodaqoh, jariyah dan zakat, semuanya itu berkaitan dengan proses pemutihan baik terhadap harta maupun terhadap rizki yang kita peroleh.
Kata nafkah, infaq dan yunfiqun secara harfiah artinya adalah perintah. Kata shodaqoh dari kata shidiq secara harfiah artinya adalah benar. Berarti barang siapa yang melaksanakan perintah Allah pasti benar.
Kata jariah arti harfiahnya adalah mengalir.
Misalnya kita mendapat uang atau bonus katakanlah hadiah lebaran dari Bos, kemudian kita memberikan sebagian bonus yang kita peroleh kepada ibu–bapak, kerabat kita, kepada pembantu dsb. Pembantu pulang kampung, dikampungnya si pembantu inipun menafkahkan sebagian yang ia peroleh kepada kerabatnya. Itulah yang disebut mengalir dari atas sampai ke strata yang paling bawah. Pahalanya pun mengalir pula tanpa terputus, dari strata yang paling bawah ke strata yang paling atas. Itulah pengertian jariah.
Kata zakat pengertiannya adalah : yang memberi menjadi bersih, suci dan yang menerima menjadi senang. Apa yang kita berikan tidak harus materi.
Mereka akan bertanya kepadamu tentang apa-apa yang akan mereka nafkahkan, jawablah : apapun yang kamu nafkahkan dari harta yang baik, maka utamakanlah kepada kedua ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan dan apapun kebaikan yang kamu perbuat, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya ~ (AL BAQARAH 2 : 115)
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Allah dengan apapun, dan berbaktilah kepada kedua orang ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang dalam perjalanan dan hamba sahayamu, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri ~ (AN-NISA 4 : 36)
Perintah menafkahkan harta dijalan Allah berdasarkan ajaran Islam, bisa diterima oleh seluruh umat manusia, karena sangat jelas dan sangat masuk di akal.
Berdasarkan kedua ayat tersebut di atas : Prioritas pertama ditujukan untuk menyantuni lingkungan dalam keluarga sendiri, kemudian prioritas selanjutnya ditujukan untuk tetangga dekat dan yang terakhir adalah untuk tetangga jauh.
Di dalam lingkungan keluarga sendiri pun ada urutannya, yang pertama dan yang terutama sekali santunan diberikan kepada kedua orang ibu-bapak (termasuk ibu-bapak mertua), yang kedua kepada kaum kerabat dekat dan ketiga kepada hamba sahaya dalam hal ini adalah pembantu rumah tangga kita.
Dengan demikian siapapun orangnya bila sudah dewasa dan telah berpenghasilan cukup tentu akan lebih rela, akan lebih ikhlas bila diwajibkan untuk menyantuni lingkungan dalam keluarganya sendiri dari pada lingkungan keluarga orang lain, apalagi untuk kepentingan kedua orang tua-nya apapun akan dia berikan, bahkan nyawanya sendiri, kecuali bagi anak durhaka, yang lupa kacang akan kulitnya.
Berdasarkan beberapa ayat di dalam Al Qur’an ada 22 golongan (mustahik) yang berhak atas santunan tersebut :
1. Kedua orang ibu-bapak,
2. Kerabat,
3. Hamba sahaya,
4. Anak-anak yatim (yatim – piatu),
5. Orang-orang fakir,
6. Orang-orang miskin,
7. Pengurus zakat,
8. Mualaf,
9. Orang-orang yang berhutang yang disebut Gorimin,
10. Orang-orang yang dalam perjalanan,
11. untuk memerdekakan budak,
12. Untuk berjihad di jalan Allah,
13. Untuk Allah,
14. Untuk Rosulullah,
15. Untuk kerabat Rosul,
16. Ibnu Sabil,
17. Untuk mesjid,
18. Tetangga dekat,
19. Tetangga jauh,
20. Teman sejawat,
21. Fuqoro (Orang-orang yang terusir, tergusur),
22. Yang meminta-minta.
Pelajari Surat-Surat : AL BAQARAH 2 : 177 & 215, AT-TAUBAH 9 : 18 & 60, AL ANFAL 8 : 41, AN-NISSA 4 : 36, AL HASYR 59 : 7-8.
MENGENAI SURAT AL AN’AM 6 : 79 dan 163.
Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas-samaawaati wal ardha haniifaw-wamaa ana minal musyrikiin ~ (AL AN’AM 6 : 79).
Berubah menjadi : Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas-samaawaati wal ardha haniifam-muslimaw-wamaa ana minal musyrikiin…
Walaupun secara harfiyah tidak terlalu mengubah makna, namun secara prinsip telah merubah naskah asli Al Qur’an.
Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa ana awwalul muslimin ~ (AL AN’AM 6 : 163). BERUBAH MENJADI : Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimiin.
Sampai saat ini penulis belum mengetahui dasar hukum dari perubahan ayat tersebut. Apakah boleh kita merubah ayat Al Qur’an semau gue? Seandainya ada Hadits yang mendasari perubahan tersebut, namun secara pribadi penulis tetap berpegang pada sumber aslinya, yaitu Al Qur’an.
Wa ana minal muslimin arti harfiyahnya adalah : Mulai saat ini aku berserah diri, berarti sebelumnya (tadi, kemarin) aku belum muslim.
Wa ana awalul muslimin : Sejak awal aku sudah berserah diri. Sejak dahulu kala aku sudah berserah diri, sejak aku masih di Alam Arwah. Hal ini sesuai dengan SURAT AL A’RAF 7 : 172 : Bukankah Aku Tuhan-mu? Semua Ruh menjawab : benar kami bersaksi...
Kepada Allah bersujud apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi ~ (AN NAHL 16 : 49).
Aku menciptakan kamu jauh sebelumnya, padahal kamu belum lagi berwujud apa-apa ~ (MARYAM 19 : 9)
Maka siapakah yang lebih jahat dari orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling dari Pada-Nya? Akan Kami beri ganjaran mereka yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan seburuk-buruknya siksaan ~ (AL AN’AM 6 : 157).
Bila kita sebagai ustad mengajarkan hal yang salah, kemudian kesalahan ini terus berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya, lalu dosanya kita bagaimana?
Oleh karena itu untuk surat Al An’am 6 : 79 dan terutama Al An’am 6 : 163, secara pribadi penulis tetap berpegang pada Al Qur’an sebagai sumber aslinya.
Karena penulis khawatir dan tidak ingin mendapat azab yang pedih dari Allah.
KIBLAT
Merupakan simbol perwujudan dari kemanunggalan arah yang menuju kepada suatu kemanunggalan pemujaan dan pengabdian, yaitu kepada Allah semata-mata, sehingga di negara manapun kita berada, ada keseragaman di dalam tata cara beribadah kepada Allah menurut syariat Islam.
Dan bagi setiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepada-Nya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan ~ (AL BAQARAH 2 : 148)
Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram, dan di mana saja kamu (sekalian) berada, palingkanlah wajahmu kearahnya ~ (AL BAQARAH 2 : 150)
Seandainya masalah kiblat itu belum di syariatkan, maka sesungguhnya setiap orang boleh saja menganggap seluruh ciptaan Allah ini sebagai kiblatnya.
Mengapa demikian? Oleh karena Dzat Allah adalah Dzat mutlak tanpa bentuk dan tanpa keterbatasan ruang dan waktu. Dzat Allah meliputi segala sesuatu, berarti kita berada dalam Tuhan. Kemanapun engkau menghadap disanalah Allah. Di dalam dirimu, apakah engkau tidak memperhatikan? Tanda-tanda kami disegenap penjuru dan pada diri mereka. Dzat Allah bersatu dengan engkau sekalian dimanapun engkau berada.
Pelajari Surat-Surat : AL BAQARAH 2 : 177 & 215, AT-TAUBAH 9 : 18 & 60, AL ANFAL 8 : 41, AN-NISSA 4 : 36, AL HASYR 59 : 7-8.
MENGENAI SURAT AL AN’AM 6 : 79 dan 163.
Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas-samaawaati wal ardha haniifaw-wamaa ana minal musyrikiin ~ (AL AN’AM 6 : 79).
Berubah menjadi : Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas-samaawaati wal ardha haniifam-muslimaw-wamaa ana minal musyrikiin…
Walaupun secara harfiyah tidak terlalu mengubah makna, namun secara prinsip telah merubah naskah asli Al Qur’an.
Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa ana awwalul muslimin ~ (AL AN’AM 6 : 163). BERUBAH MENJADI : Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimiin.
Sampai saat ini penulis belum mengetahui dasar hukum dari perubahan ayat tersebut. Apakah boleh kita merubah ayat Al Qur’an semau gue? Seandainya ada Hadits yang mendasari perubahan tersebut, namun secara pribadi penulis tetap berpegang pada sumber aslinya, yaitu Al Qur’an.
Wa ana minal muslimin arti harfiyahnya adalah : Mulai saat ini aku berserah diri, berarti sebelumnya (tadi, kemarin) aku belum muslim.
Wa ana awalul muslimin : Sejak awal aku sudah berserah diri. Sejak dahulu kala aku sudah berserah diri, sejak aku masih di Alam Arwah. Hal ini sesuai dengan SURAT AL A’RAF 7 : 172 : Bukankah Aku Tuhan-mu? Semua Ruh menjawab : benar kami bersaksi...
Kepada Allah bersujud apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi ~ (AN NAHL 16 : 49).
Aku menciptakan kamu jauh sebelumnya, padahal kamu belum lagi berwujud apa-apa ~ (MARYAM 19 : 9)
Maka siapakah yang lebih jahat dari orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling dari Pada-Nya? Akan Kami beri ganjaran mereka yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan seburuk-buruknya siksaan ~ (AL AN’AM 6 : 157).
Bila kita sebagai ustad mengajarkan hal yang salah, kemudian kesalahan ini terus berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya, lalu dosanya kita bagaimana?
Oleh karena itu untuk surat Al An’am 6 : 79 dan terutama Al An’am 6 : 163, secara pribadi penulis tetap berpegang pada Al Qur’an sebagai sumber aslinya.
Karena penulis khawatir dan tidak ingin mendapat azab yang pedih dari Allah.
KIBLAT
Merupakan simbol perwujudan dari kemanunggalan arah yang menuju kepada suatu kemanunggalan pemujaan dan pengabdian, yaitu kepada Allah semata-mata, sehingga di negara manapun kita berada, ada keseragaman di dalam tata cara beribadah kepada Allah menurut syariat Islam.
Dan bagi setiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepada-Nya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan ~ (AL BAQARAH 2 : 148)
Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram, dan di mana saja kamu (sekalian) berada, palingkanlah wajahmu kearahnya ~ (AL BAQARAH 2 : 150)
Seandainya masalah kiblat itu belum di syariatkan, maka sesungguhnya setiap orang boleh saja menganggap seluruh ciptaan Allah ini sebagai kiblatnya.
Mengapa demikian? Oleh karena Dzat Allah adalah Dzat mutlak tanpa bentuk dan tanpa keterbatasan ruang dan waktu. Dzat Allah meliputi segala sesuatu, berarti kita berada dalam Tuhan. Kemanapun engkau menghadap disanalah Allah. Di dalam dirimu, apakah engkau tidak memperhatikan? Tanda-tanda kami disegenap penjuru dan pada diri mereka. Dzat Allah bersatu dengan engkau sekalian dimanapun engkau berada.
Katakanlah bahwa AKU dekat. Lebih dekat AKU dari pada urat leher. Tuhan menempatkan diri antara manusia dengan qolbunya. Barang siapa mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya. Allah adalah bathinnya manusia dan manusia adalah kenyataan dari pada Allah. Rahasia kalian adalah rahasia KU. Di dalam dada ada qolbu, di dalam qolbu ada fuad, di dalam fuad ada sir, di dalam sir ada Aku.
Al kisah ketika Al Halaj akan dihukum pancung, salah seorang petugas berkata : Jangan biarkan wajahnya menghadap ke kiblat. Kemudian Al Halaj berkata : Kemanapun kau hadapkan wajahku disanalah Allah.
Dengan demikian kita tidak perlu bersusah payah mencari Tuhan ke tempat yang jauh-jauh, karena dalam Ke-Esa-an Nya, Dia tidak dimana-mana dan tidak ke mana-mana. Tuhan adalah dekat, bahkan teramat dekat. Di dalam dirimu.
Aku hadapkan wajahku kepada (Tuhan) yang menciptakan langit dan bumi.
Secara haqiqi : Hadapkan dirimu kepada dirimu sendiri, disanalah Allah. Tak ada yang lain. Di dalam dirimu, apakah engkau tidak memperhatikan. Di dalam sir ada Aku. Aku berada di dalam hati seorang mukmin yang benar. Barang siapa yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri, maka ia akan tersesat semakin jauh.
Dengan demikian, bila kita perhatikan dengan seksama, maka akan tampak adanya beberapa pegertian Kiblat : Kiblat Mekah (ka’bah), Kiblat diri (jasad), Kiblat hati (Qolbi), Kiblat Haqq (di dalam sir ada Aku).
Berdasarkan firman-firman Allah serta Hadits-Hadits tersebut di atas, maka bila kita tidak melihat dan tidak menyadari adanya unsur-unsur Ke-Ilahian yang tersembunyi di dalam setiap ciptaan Nya, berarti kita termasuk kedalam golongan Islam metaforikal atau Islam semu, bukan Islam tulen.
Al Ghazali mengatakan bahwa Tauhid murni adalah penglihatan atas Tuhan dalam semua benda. Ada juga yang mengatakan : Fa inna’l’aarif man yaraul haqq fi kulli syai’in. Seorang arif adalah dia yang melihat Tuhan dalam semua benda. Dia tidak hanya melihat Tuhan semua benda (semua makhluk) tapi juga melihat setiap benda (semua mahluk) sebagai realitas dari pada Tuhan.
As Syibli berkata : Aku tidak melihat segala sesuatu kecuali Allah. Sedangkan Muhammad bin Wasi berkata : Aku tidak melihat segala sesuatu tanpa melihat Allah di dalamnya.
Setelah Aku sempurnakan kejadiannya, Aku hembuskan Ruh-Ku ke dalamnya.
Al kisah ketika Al Halaj akan dihukum pancung, salah seorang petugas berkata : Jangan biarkan wajahnya menghadap ke kiblat. Kemudian Al Halaj berkata : Kemanapun kau hadapkan wajahku disanalah Allah.
Dengan demikian kita tidak perlu bersusah payah mencari Tuhan ke tempat yang jauh-jauh, karena dalam Ke-Esa-an Nya, Dia tidak dimana-mana dan tidak ke mana-mana. Tuhan adalah dekat, bahkan teramat dekat. Di dalam dirimu.
Aku hadapkan wajahku kepada (Tuhan) yang menciptakan langit dan bumi.
Secara haqiqi : Hadapkan dirimu kepada dirimu sendiri, disanalah Allah. Tak ada yang lain. Di dalam dirimu, apakah engkau tidak memperhatikan. Di dalam sir ada Aku. Aku berada di dalam hati seorang mukmin yang benar. Barang siapa yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri, maka ia akan tersesat semakin jauh.
Dengan demikian, bila kita perhatikan dengan seksama, maka akan tampak adanya beberapa pegertian Kiblat : Kiblat Mekah (ka’bah), Kiblat diri (jasad), Kiblat hati (Qolbi), Kiblat Haqq (di dalam sir ada Aku).
Berdasarkan firman-firman Allah serta Hadits-Hadits tersebut di atas, maka bila kita tidak melihat dan tidak menyadari adanya unsur-unsur Ke-Ilahian yang tersembunyi di dalam setiap ciptaan Nya, berarti kita termasuk kedalam golongan Islam metaforikal atau Islam semu, bukan Islam tulen.
Al Ghazali mengatakan bahwa Tauhid murni adalah penglihatan atas Tuhan dalam semua benda. Ada juga yang mengatakan : Fa inna’l’aarif man yaraul haqq fi kulli syai’in. Seorang arif adalah dia yang melihat Tuhan dalam semua benda. Dia tidak hanya melihat Tuhan semua benda (semua makhluk) tapi juga melihat setiap benda (semua mahluk) sebagai realitas dari pada Tuhan.
As Syibli berkata : Aku tidak melihat segala sesuatu kecuali Allah. Sedangkan Muhammad bin Wasi berkata : Aku tidak melihat segala sesuatu tanpa melihat Allah di dalamnya.
Setelah Aku sempurnakan kejadiannya, Aku hembuskan Ruh-Ku ke dalamnya.
Allahu bathinul insan, al insanu dzahirullaah. Allah adalah bathinnya manusia dan manusia adalah realitas Allah.
Kemanapun engkau menghadap di sanalah Allah. Di dalam dirimu, apakah engkau tidak memperhatikan. Di dalam Sir ada Aku.
Salam Santun
0 Komentar