Macam-Macam Puasa Sunnah Berpahala Besar, Cukup Beberapa Hari Agar Dicatat Puasa Setahun Penuh dan Dihapus Dosa-dosa Setahun yang Lalu dan yang Akan Datang
Puasa adalah amalan yang sangat utama. Puasa juga merupakan salah satu ibadah yang agung karena Allah telah mensyariatkan puasa kepada umat Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam dan umat-umat sebelumnya sebagaimana firman Allah:
يأيها الذين ءامنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa sebagaimana puasa juga telah diwajibkan kepada umat-umat sebelum kalian” (QS Al Baqarah : 183)
Semua dalil-dalil tentang keutamaan puasa secara umum pun mencakup puasa sunnah, tidak hanya puasa wajib saja. Sebelum membahas keempat macam puasa sunnah, ada baiknya kita ulas keutamaan puasa secara umum, yaitu:
1. Pahala puasa tidak terbatas
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, bersabda
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabb-nya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi” (HR. Muslim no. 1151).
Imam Al Qurtubi rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, “Allah mengkhususkan balasan puasa (yaitu dengan tidak menyebutkan bentuk balasannya-pent) daripada ibadah yang lain karena dua hal yaitu: pertama, puasa mencegah keinginan syahwat tidak sebagaimana ibadah yang lain. Kedua, karena puasa adalah amalan yang bersifat rahasia antara hamba dan Allah, maka peluang untuk berbuat riyanya sangat kecil. Berbeda dengan amalan yang nampak, maka peluang untuk berbuat riya lebih besar. (Al Jami’ Li Akamil Qur’an)
2. Bagi orang yang berpuasa ada 2 kebahagiaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “…Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan, ia bergembira ketika berbuka, dan ia bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Abdul Muhsin hafidzahullah mengatakan, “yang dimaksud dengan “bergembira ketika buka” bukanlah bergembira karena makan, minum akan tetapi yang dimaksudkan adalah bergembira karena dapat menyempurnakan amalan shalih (yaitu puasa di hari itu)… yang dimaksud dengan “bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya” adalah bergembira karena mendapatkan pahala dari Allah” (dikutip secara ringkas dari Syarah Sunan Abi Dawud)
3. Pintu Ar-Rayyan bagi orang yang berpuasa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya dalam surga ada satu pintu yang di sebut dengan Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan memasuki pintu tersebut pada hari kiamat, tidak ada selain mereka yang akan memasukinya. Jika orang terakhir yang berpuasa telah masuk ke dalam pintu tersebut maka pintu tersebut akan tertutup.” (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Doa orang berpuasa tidak tertolak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Ada tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa imam yang adil, doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan doa orang yang terdhalimi” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya terdapat doa yang dikabulkan ketika berbuka bagi orang yang berpuasa” (HR Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani di Shahih Jami’)
5. Puasa akan menjadi syafa’at pada hari kiamat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat pada hari kiamat. Puasa mengatakan, ‘Wahai Rabbku, aku menghalanginya dari makan dan syahwat pada siang hari maka berilah ia syafaat karenaku.’ Al-Qur’an pun berkata, ‘Aku menghalanginya dari tidur pada malam hari maka berilah ia syafaat karenanya.” Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Maka keduanya (puasa dan Al Qur’an) memberikan syafaat.” (HR. Ahmad dan Al Hakim)
6. Bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi daripada minyak misk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “…dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk…” (HR. Bukhari dan Muslim)
7. Dijauhkan dari api neraka selama 70 tahun perjalanan
Dari Abu Said Al Khudri radhiallahu anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, bersabda:
ما من عبد يصوم يوما في سبيل اللّه إلا باعد اللّه بذلك اليوم وجهه عن النار سبعين خريفا
“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah, kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh ribu musim.” (HR. Al-Bukhari no. 2628 dan Muslim no. 1153)
Puasa adalah amalan yang sangat utama. Puasa juga merupakan salah satu ibadah yang agung karena Allah telah mensyariatkan puasa kepada umat Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam dan umat-umat sebelumnya sebagaimana firman Allah:
يأيها الذين ءامنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa sebagaimana puasa juga telah diwajibkan kepada umat-umat sebelum kalian” (QS Al Baqarah : 183)
Semua dalil-dalil tentang keutamaan puasa secara umum pun mencakup puasa sunnah, tidak hanya puasa wajib saja. Sebelum membahas keempat macam puasa sunnah, ada baiknya kita ulas keutamaan puasa secara umum, yaitu:
1. Pahala puasa tidak terbatas
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, bersabda
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabb-nya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi” (HR. Muslim no. 1151).
Imam Al Qurtubi rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, “Allah mengkhususkan balasan puasa (yaitu dengan tidak menyebutkan bentuk balasannya-pent) daripada ibadah yang lain karena dua hal yaitu: pertama, puasa mencegah keinginan syahwat tidak sebagaimana ibadah yang lain. Kedua, karena puasa adalah amalan yang bersifat rahasia antara hamba dan Allah, maka peluang untuk berbuat riyanya sangat kecil. Berbeda dengan amalan yang nampak, maka peluang untuk berbuat riya lebih besar. (Al Jami’ Li Akamil Qur’an)
2. Bagi orang yang berpuasa ada 2 kebahagiaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “…Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan, ia bergembira ketika berbuka, dan ia bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Abdul Muhsin hafidzahullah mengatakan, “yang dimaksud dengan “bergembira ketika buka” bukanlah bergembira karena makan, minum akan tetapi yang dimaksudkan adalah bergembira karena dapat menyempurnakan amalan shalih (yaitu puasa di hari itu)… yang dimaksud dengan “bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya” adalah bergembira karena mendapatkan pahala dari Allah” (dikutip secara ringkas dari Syarah Sunan Abi Dawud)
3. Pintu Ar-Rayyan bagi orang yang berpuasa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya dalam surga ada satu pintu yang di sebut dengan Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan memasuki pintu tersebut pada hari kiamat, tidak ada selain mereka yang akan memasukinya. Jika orang terakhir yang berpuasa telah masuk ke dalam pintu tersebut maka pintu tersebut akan tertutup.” (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Doa orang berpuasa tidak tertolak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Ada tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa imam yang adil, doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan doa orang yang terdhalimi” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya terdapat doa yang dikabulkan ketika berbuka bagi orang yang berpuasa” (HR Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani di Shahih Jami’)
5. Puasa akan menjadi syafa’at pada hari kiamat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat pada hari kiamat. Puasa mengatakan, ‘Wahai Rabbku, aku menghalanginya dari makan dan syahwat pada siang hari maka berilah ia syafaat karenaku.’ Al-Qur’an pun berkata, ‘Aku menghalanginya dari tidur pada malam hari maka berilah ia syafaat karenanya.” Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Maka keduanya (puasa dan Al Qur’an) memberikan syafaat.” (HR. Ahmad dan Al Hakim)
6. Bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi daripada minyak misk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “…dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk…” (HR. Bukhari dan Muslim)
7. Dijauhkan dari api neraka selama 70 tahun perjalanan
Dari Abu Said Al Khudri radhiallahu anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, bersabda:
ما من عبد يصوم يوما في سبيل اللّه إلا باعد اللّه بذلك اليوم وجهه عن النار سبعين خريفا
“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah, kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh ribu musim.” (HR. Al-Bukhari no. 2628 dan Muslim no. 1153)
Ada yang menafsirkan ‘di jalan Allah’ dengan jihad dan ada juga yang menafsirkannya dengan ketaatan kepada Allah secara umum, wallahu a’lam.
Selain hal tersebut di atas, puasa sunnah merupakan amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan (as saabiqun al muqorrobun) [Lihat Al furqon baina awliyair rohman wa awliyaisy syaithon, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 51]. Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah mendapatkan cinta Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi,
وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya” (HR. Bukhari no. 2506).
Berikut ini akan diulas 4 macam puasa sunnah yang keutamaannya sangat menggiurkan dapat sangat disayangkan jika dilewatkan di sisa-sisa umur kita yang hanya sebentar hidup di dunia ini. Puasa-puasa beikut ini hanya terjadi beberapa hari dalam setahun, jadi jangan sampai lengah!
1. Puasa 6 Hari di Bulan Syawal, seperti berpuasa setahun penuh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164)
Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh, -pen) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan) [Syarh Muslim, 4/186]. Jadi seolah-olah jika seseorang melaksanakan puasa Syawal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا) »
“Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” – QS. Al An’am ayat 160 (HR. Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1007).
Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صيام شهر رمضان بعشرة أشهر وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام سنة
“berpuasa ramadhan seimbang dengan sepuluh bulan, dan berpuasa enam hari seimbang dengan dua bulan,maka yang demikian itu sama dengan berpuasa setahun.” (HR.Nasaai dalam Al-kubra (2860),Al-Baihaqi (4/293),dishahihkan Al-Albani dalam Al-Irwa’ (4/107)
Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan semisal dan inilah balasan kebaikan yang paling minimal (Lihat Fathul Qodir, Asy Syaukani, 3/6 dan Taisir Al Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 282).
Inilah nikmat yang luar biasa yang Allah berikan pada umat Islam.
Selain itu, melakukan puasa syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan. Jika Allah subhanahu wa ta’ala menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan sholih selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Dia akan tunjuki untuk melakukan amalan sholih lainnya, diantaranya puasa enam hari di bulan Syawal (Lihat Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 394). Hal ini diambil dari perkataan sebagian salaf,
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417)
Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan perkataan salaf lainnya, ”Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 394.)
Jangan hanya puasa Ramadhan saja dan merasa yakin amalan kita diterima Saudaraku! Mari kita lanjutkan dengan puasa 6 hari di bulan syawal. Mari kita kerjakan di awal bulan syawal, karena hal tersebut lebih utama.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Para fuqoha berkata bahwa yang lebih utama, enam hari di atas dilakukan (satu hari-pen) setelah Idul Fithri (1 Syawal) secara langsung. Ini menunjukkan bersegera dalam melakukan kebaikan.” (Syarhul Mumti’, 6: 465)
Akan tetapi jika kita masih memiliki utang (qodho’) puasa, maka usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa Syawal yaitu puasa setahun penuh. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Barangsiapa yang (telah) berpuasa (di bulan) Ramadhan…”, maka bagi yang mempunyai utang puasa Ramadhan diharuskan menunaikan/membayar utang puasanya dulu, kemudian baru berpuasa Syawwal [Lihat asy Syarhul Mumti’ (3/100)].
Meskipun demikian, barangsiapa yang berpuasa Syawwal sebelum membayar utang puasa Ramadhan, maka puasanya sah, tinggal kewajibannya membayar utang puasa Ramadhan [Lihat keterangan syaikh Abdullah al-Fauzan dalam kitab “Ahaadiitsush shiyaam” (hal. 159].
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Siapa yang mempunyai kewajiban qodho’ puasa Ramadhan, hendaklah ia memulai puasa qodho’nya di bulan Syawal. Hal itu lebih akan membuat kewajiban seorang muslim menjadi gugur. Bahkan puasa qodho’ itu lebih utama dari puasa enam hari Syawal.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 391).
2. Puasa ‘Arafah (bagi mereka yang tidak menunaikan ibadah haji), menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang, dan
3. Puasa ‘Asyura (hari kesepuluh dari bulan Muharram) serta sehari sebelumnya (hari kesembilan), menghapus dosa-dosa tahun lalu
Diriwayatkan dari Abu Qatadah Radhiyallahu anhu, ia berkata,
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ j عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ، فَقَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ. وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ، فَقَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَضِيَةَ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau menjawab, ‘Ia menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.’ Beliau juga ditanya tentang puasa hari ‘Asyura, beliau menjawab, ‘Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu.’”[Shahih: Irwaa-ul Ghaliil (no. 955), Shahiih Muslim (II/818, no. 1162)]
Akan tetapi, bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, maka yang lebih utama adalah tidak berpuasa pada hari Arofah sebagaimana yang diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya berikut ini:
Dari Ummu al-Fadhl bintu al-Harits Radhiyallahu anhuma bahwasanya ada beberapa orang yang ada di dekatnya pada saat di ‘Arafah sedang berselisih tentang puasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari ‘Arafah. Ada sebagian mereka berpendapat bahwa beliau berpuasa dan sebagian yang lain mengatakan beliau tidak berpuasa, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawakan segelas susu, saat itu beliau berada di atas untanya di ‘Arafah, lalu beliau meminumnya. [Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/236, no. 1988), Shahiih Muslim (II/791, no. 1123), Sunan Abu Dawud (VII/106, no. 2424)]
Juga diriwayatkan dari hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhu bahwa beliau ditanya tentang hukum berpuasa pada hari Arafah di Arafah?,beliau menjawab”
حَجَجْتُ مع النبي e فلم يَصُمْهُ وَمَعَ أبي بَكْرٍ فلم يَصُمْهُ وَمَعَ عُمَرَ فلم يَصُمْهُ وَمَعَ عُثْمَانَ فلم يَصُمْهُ وأنا لَا أَصُومُهُ ولا آمُرُ بِهِ ولا أَنْهَى عنه
“aku menunaikan ibadah haji bersama Nabi shallahu ‘alaihi wasalam dan beliau tidak berpuasa pada hari itu,aku bersama Abu Bakar radhiallahu’anhu beliau pun tidak berpuasa padanya,aku bersama Umar dan beliau pun tidak berpuasa padanya,aku bersama Utsman dan beliau pun tidak berpuasa padanya. Dan akupun tidak berpuasa padanya,dan aku tidak memerintahkannya dan tidak pula melarangnya.” (HR.Tirmidzi:751.Dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)
Berpuasalah juga pada tanggal 9 Muharram!
Diriwayatkan juga dari Abu Ghathfan bin Tharif al-Muri, ia berkata, “Aku mendengar Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, ‘Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa ‘Asyura dan beliau menganjurkan para Sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Kalau begitu, pada tahun yang akan datang kita akan berpuasa pada hari yang kesembilan (tasu’a) insya Allah.’ Ibnu ‘Abbas berkata, ‘Akan tetapi belum sampai tahun depan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggal dunia.’” [Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2136)], Shahiih Muslim (II/797, no. 1134), Sunan Abu Dawud (VII/110, no. 2428]
Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh sekaligus kesembilan agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja. Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat isyarat mengenai hal ini. Ada juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu salah dalam penentuan hari ’Asyura’ (tanggal 10 Muharram). Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi menambah hari kesembilan agar tidak menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a’lam. (Syarh Muslim, 8: 12-13)
Ibnu Rojab mengatakan, ”Di antara ulama yang menganjurkan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram sekaligus adalah Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Adapun Imam Abu Hanifah menganggap makruh jika seseorang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 99)
Intinya, kita lebih baik berpuasa dua hari sekaligus yaitu pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Karena dalam melakukan puasa ‘Asyura ada dua tingkatan yaitu:
Tingkatan yang lebih sempurna adalah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram sekaligus.
Tingkatan di bawahnya adalah berpuasa pada 10 Muharram saja (Tajridul Ittiba’, hal. 128).
Jadi, minimalnya, kita harus menjaga puasa ‘Asyura (10 Muharram), sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَومَ فَضْلِهِ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا اليَوْمِ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ وَهذَا الشَّهْرُ يَعْنِي شَهْرُ رَمَضَانَ
“Aku tidak pernah mendapati Rasulullah menjaga puasa suatu hari karena keutamaannya dibandingkan hari-hari yang lain kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura dan bulan ini yaitu bulan Ramadhan” (Bukhari, no 1902 dan Muslim no 1132)
Hal ini menandakan akan keutamaan besar yang terkandung pada puasa di hari ini.
Disyariatkan juga untuk berpuasa pada sebagian besar hari di bulan Muharram, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَيْلِ.
“Sebaik-baik puasa setelah puasa bulan Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, bulan Muharram dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” [Shahih: Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2122), Shahiih Muslim (II/821, no. 1163), Sunan Abi Dawud (VII/82, no. 2412), Sunan an-Nasa-i (III/206), Sunan at-Tirmidzi (I/274/436)]
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Puasa yang paling utama di antara bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram, Rajab -pen) adalah puasa di bulan Muharram (syahrullah).” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 67)
Sesuai penjelasan Ibnu Rajab, puasa sunnah (tathowwu’) ada dua macam:
- Puasa sunnah muthlaq. Sebaik-baik puasa sunnah muthlaq adalah puasa di bulan Muharram.
- Puasa sunnah sebelum dan sesudah yang mengiringi puasa wajib di bulan Ramadhan. Ini bukan dinamakan puasa sunnah muthlaq. Contoh puasa ini adalah puasa enam hari di bulan Syawal. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 66)
Di antara sahabat yang gemar melakukan puasa pada bulan-bulan haram (termasuk bulan haram adalah Muharram) yaitu ‘Umar, Aisyah dan Abu Tholhah. Bahkan Ibnu ‘Umar dan Al Hasan Al Bashri gemar melakukan puasa pada setiap bulan haram (Latho-if Al Ma’arif, hal. 71). Bulan haram adalah bulan Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram dan Rajab.
4. Puasa di Awal Dzulhijah, lebih dicintai daripada bulan-bulan lainnya
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ.
“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968. Shahih).
Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya. Di antara amalan yang dianjurkan di awal Dzulhijah adalah amalan puasa.
Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, …” [Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2129)], Sunan Abi Dawud (VII/102, no. 2420), Sunan an-Nasa-i (IV/220)].
Itulah keempat macam puasa yang hanya terjadi beberapa hari dalam setahun dan sayang untuk dilewatkan. Hanya butuh beberapa hari untuk menahan lapar dan haus agar dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang diampuni dan dihitung puasa setahun penuh, insyaAllah.
Untuk melengkapi pembahasan di atas, ada baiknya kita ulas puasa sunnah lainnya.
5. Puasa Senin dan Kamis
Inilah alasan dan keutamaannya :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ
“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya).
Dari Abu Qatadah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari senin? Maka beliau menjawab :
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فيه وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أو أُنْزِلَ عَلَيَّ فيه
“itu adalah hari yang aku dilahirkan padanya, dan aku diutus, atau diturunkan kepadaku (wahyu).” (HR.Muslim: 1162)
Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari senin dan kamis. Lalu ada yang bertanya: sesungguhnya engkau senantiasa berpuasa pada hari senin dan kamis? Beliau menjawab:
تُفَتَّحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يوم الإثنين وَالْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ فِيهِمَا لِمَنْ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شيئا إلا الْمُهْتَجِرَيْنِ يُقَالُ رُدُّوا هَذَيْنِ حتى يَصْطَلِحَا
“dibuka pintu-pintu surga pada hari senin dan kamis, lalu diampuni (dosa) setiap orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali dua orang yang saling bertikai, dikatakan: biarkan mereka berdua sampai keduanya berbaikan.” (HR.Tirmidzi (2023),Ibnu Majah (1740),dan dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Hal ini merupakan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.” (HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Shahih)
Juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan yang lainnya dari Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau ditanya tentang puasanya Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam, maka beliau menjawab:
وَكَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ
“adalah beliau senantiasa menjaga puasa pada hari senin dan kamis” (HR.Tirmidzi (745), Ibnu Majah:1739, An-Nassai (2187), Ibnu Hibban (3643) dan dishahihkan Al-Albani dalam shahih Ibnu Majah)
Puasa senin atau kamis, tidak harus dilakukan secara bergandengan. Anda boleh puasa senin saja atau kamis saja, sesuai kemampuan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Ar-Rajihi pernah ditanya, bolehkah puasa senin saja tanpa kamis, atau puasa kamis saja tanpa senin. Jawaban beliau : “Tidak masalah puasa hari senin saja atau kamis saja. Yang terlarang adalah puasa hari jumat saja.”
Kemudian beliau menyebutkan dalil larangan mengukhusus puasa hari jumat saja. Selanjutnya beliau kembali menegaskan : “Adapun hari senin, tidak masalah senin saja atau kamis saja, puasa empat hari saja tidak masalah. Larangan ini hanya khusus untuk puasa hari jumat.” (http://ar.islamway.net/fatwa/15111).
Perhatian: Puasa Senin dan Kamis BUKAN semata-mata puasa hari kelahiran
Sebagian orang menganjurkan untuk melakukan puasa hari kelahiran. Mereka berdalil dengan rutinitas puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari senin. Karena beliau lahir hari senin.
Jika kita perhatikan, hadis di atas (HR. Muslim: 1162) tidaklah menunjukkan anjuran puasa ketika hari kelahiran (ada yang menyebut weton). Ada beberapa alasan yang mendukung hal ini,
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan puasa hari senin, bukan dalam rangka menyebutkan alasan, tapi menjelaskan hukum. Sahabat bertanya kepada beliau tentang hukum berbagai puasa sunah, termasuk diantaranya puasa hari senin, bagaimana status puasa hari senin?. Beliau menjelaskan bahwa senin adalah hari yang mulia, karena pada hari itu beliau dilahirkan dan beliau diangkat sebagai nabi. Bukan dalam rangka memperingati hari kelahiran beliau. (Simak Dalil Falihin penjelasan Riyadhus Shalihin, Ibnul Allan, 7/61).
- Yang menjadi alasan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merutinkan puasa hari senin adalah sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadis Usamah bin Zaid. Pada hadis ini, Usama betul-betul menanyakan apa sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merutinkan puasa senin kamis. Beliau memberikan alasan bahwa pada hari itu, amal para hamba dilaporkan kepada Tuhan semesta alam. Dan beliau ingin ketika amal beliau dilaporkan, beliau dalam keadaan puasa.
Inilah alasan yang sejatinya, mengapa beliau merutinkan puasa senin – kamis. Karena itu, rutinitas beliau berpuasa senin, bukan dalam rangka mempuasai hari weton beliau.
- Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dikenal weton. Tidak ada istilah hari pasaran wage – kliwon – legi, dst. yang mereka kenal adalah nama hari satu pekan: Ahad, senin, selasa, dst. Dalam pelajaran sejarah islam, kita tidak pernah dikenalkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir hari senin wage, atau senin kliwon. Yang kita tahu secara pasti, beliau dilahirkan hari senin.
6. Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah
Dianjurkan berpuasa tiga hari setiap bulannya, pada hari apa saja.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
“Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: [1] berpuasa tiga hari setiap bulannya, [2] mengerjakan shalat Dhuha, [3] mengerjakan shalat witir sebelum tidur.”( HR. Bukhari no. 1178)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku:
صُمْ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا, وذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ.
‘Puasalah tiga hari dari tiap bulan. Sesungguhnya amal kebaikan itu ganjarannya sepuluh kali lipat, sehingga ia seperti puasa sepanjang masa.’” [Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/220, no. 1976), Shahiih Muslim (II/812, no. 1159), Sunan Abu Dawud (VII/79, no. 2410), tanpa kali-mat yang di tengah, Sunan an-Nasa-i (IV/211)]
Keutamaan lainnya, rutinitas puasa 3 hari tiap bulan akan menghilangkan kesempitan hati.
Dari Amr bin Syurahbil, dari seorang sahabat radhiyallahu ‘anhu, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا يُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ؟ صَوْمُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
“Maukah kutunjukkan amalan yang bisa menghilangkan panas dada? Itulah puasa 3 hari setiap bulan.” (HR. Ahmad 20738, Nasai 2385, Ibn Abi Syaibah 36635, dan sanadnya dishahihkan Syuaib Al-Arnauth).
Bebas hari yang mana saja!
Mu’adzah bertanya pada ‘Aisyah,
أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَتْ نَعَمْ. قُلْتُ مِنْ أَيِّهِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ كَانَ لاَ يُبَالِى مِنْ أَيِّهِ صَامَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab, “Iya.” Mu’adzah lalu bertanya, “Pada hari apa beliau melakukan puasa tersebut?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak peduli pada hari apa beliau puasa (artinya semau beliau).” (HR. Tirmidzi no. 763 dan Ibnu Majah no. 1709. Shahih)
Hadits ini menjelaskan bahwa diperbolehkan pada hari yang mana saja dari bulan tersebut ia berpuasa,maka ia telah mengamalkan sunnah.
Namun, hari yang utama untuk berpuasa adalah pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dikenal dengan ayyamul biid.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.” (HR. An Nasai no. 2345. Hasan).
Disebut sebagai “ayyamul biidh” (hari-hari putih) disebabkan karena malam-malam yang terdapat pada tanggal tersebut bulan bersinar putih dan terang benderang (lihat fathul Bari: 4/226).
Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Hasan)
Ar-Ruyani mengatakan : “Puasa 3 hari setiap bulan hukumnya dianjurkan. Jika bertepatan dengan ayamul bidh, itu lebih disukai.” (Fathul Bari, 4/227)
Yang lebih menunjukkan keutamaan yang besar dalam berpuasa pada hari-hari putih tersebut, dimana Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam tidak pernah meninggalkan amalan ini. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhu bahwa beliau berkata:
كان رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم لا يَدَعُ صَوْمَ أَيَّامِ الْبِيضِ في سَفَرٍ وَلا حَضَرٍ
“adalah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam tidak pernah meninggalkan puasa pada hari-hari putih,baik diwaktu safar maupun disaat mukim.” (HR.At-Thabarani, dishahihkan Al-Albani dalam shahihul jami’: 4848).
7. Puasa Daud
Cara melakukan puasa Daud adalah sehari berpuasa dan sehari tidak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أحَبُّ الصِّيَامِ إلى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَأحَبُّ الصَّلاةِ إِلَى اللهِ صَلاةُ دَاوُدَ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ الليل، وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَكَانَ يُفْطِرُ يَوْمًا وَيَصُوْمُ يَوْمًا
“Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR. Bukhari no. 3420 dan Muslim no. 1159)
Dalam riwayat lain beliau shallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
لَا صَوْمَ فَوْقَ صَوْمِ دَاوُدَ عليه السَّلَام شَطْرَ الدَّهَرِ صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا
“tidak ada puasa (yang lebih utama) diatas puasa Dawud Alaihisssalam,setengah tahun, berpuasalah sehari dan berbukalah sehari.” (HR.Bukhari: 1879, Muslim:1159)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
أُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنِّى أَقُولُ وَاللَّهِ لأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ . فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ الَّذِى تَقُولُ وَاللَّهِ لأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ » قُلْتُ قَدْ قُلْتُهُ . قَالَ « إِنَّكَ لاَ تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ ، فَصُمْ وَأَفْطِرْ ، وَقُمْ وَنَمْ ، وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا ، وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ » . فَقُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ » . قَالَ قُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ . قَالَ « فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا ، وَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَهْوَ عَدْلُ الصِّيَامِ » . قُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « لاَ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ » .
Disampaikan kabar kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa aku berkata; “Demi Allah, sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku akan shalat malam sepanjang hidupku.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya (‘Abdullah bin ‘Amru): “Benarkah kamu yang berkata; “Sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku pasti akan shalat malam sepanjang hidupku?“. Kujawab; “Demi bapak dan ibuku sebagai tebusannya, sungguh aku memang telah mengatakannya“. Maka Beliau berkata: “Sungguh kamu pasti tidak akan sanggup melaksanakannya. Akan tetapi berpuasalah dan berbukalah, shalat malam dan tidurlah dan berpuasalah selama tiga hari dalam setiap bulan karena setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa dan itu seperti puasa sepanjang tahun.” Aku katakan; “Sungguh aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah“. Beliau berkata: “Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah selama dua hari”. Aku katakan lagi: “Sungguh aku mampu yang lebih dari itu“. Beliau berkata: “Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah sehari, yang demikian itu adalah puasa Nabi Allah Daud ‘alaihi salam yang merupakan puasa yang paling utama“. Aku katakan lagi: “Sungguh aku mampu yang lebih dari itu“. Maka beliau bersabda: “Tidak ada puasa yang lebih utama dari itu“. (HR. Bukhari no. 3418 dan Muslim no. 1159)
Ibnu Hazm mengatakan, “Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari melakukan puasa lebih dari puasa Daud yaitu sehari puasa sehari tidak.” (Al Muhalla, Ibnu Hazm, 7/13)
Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengatakan, “Puasa seperti puasa Daud, sehari berpuasa sehari tidak adalah lebih afdhol dari puasa yang dilakukan terus menerus (setiap harinya).” (‘Aunul Ma’bud, 5/303)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Daud sebaiknya hanya dilakukan oleh orang yang mampu dan tidak merasa sulit ketika melakukannya. Jangan sampai ia melakukan puasa ini sampai membuatnya meninggalkan amalan yang disyari’atkan lainnya. Begitu pula jangan sampai puasa ini membuatnya terhalangi untuk belajar ilmu agama. Karena ingat, di samping puasa ini masih ada ibadah lainnya yang mesti dilakukan. Jika banyak melakukan puasa malah membuat jadi lemas, maka sudah sepantasnya tidak memperbanyak puasa.…Wallahul Muwaffiq.” (Syarh Riyadhus Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, 3/470)
Perhatian!
Diantara aturan puasa daud yang perlu diperhatikan, bahwa orang yang merutinkan puasa Daud maka dia tidak diperbolehkan melakukan puasa sunah yang lain. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma di atas.
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk lebih dari puasa Daud,
وَلاَ تَزِدْ عَلَيْهِ
“Jangan kalian tambah melebihi hal itu.” (HR. Ahmad 6867, Bukhari 1975, dan yang lainnya).
Ibnu Hazm bahkan berpendapat bahwa orang yang melaksanakan puasa sunah lebih dari rutinitas puasa Daudnya maka dia tidak mendapat pahala untuk puasa tambahan yang dia lakukan. Dalam karyanya Al-Muhalla, Ibnu Hazm menegaskan,
‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa tidak ada yang lebih afdhal dibandingkan puasa Daud, maka kesimpulan yang benar bahwa orang yang berpuasa lebih dari puasa Daud, telah menggugurkan nilai afdhalnya. Dan jika menggugurkan nilai afdhalnya, berarti tamabahan puasa yang dia lakukan menjadi gugur tanpa ragu lagi. Sehingga menjadi amal yang tidak berpahala. Bahkan ini mengurangi pahalanya. Sehingga puasa semacam ini sama sekali tidak halal’ (Al-Muhalla, 4/432).
Karena itu, bagi anda yang sedang menjalani puasa Daud, rutinkan secara istiqamah, dan anda tidak perlu memikirkan puasa sunah yang lain.
Aturan lain yang perlu diperhatikan terkait puasa Daud, puasa ini tidak boleh dilaksanakan di hari larangan puasa, seperti ketika hari raya, atau hari tasyrik. Begitu hari larangan ini selesai, anda bisa mulai dari hitungan pertama.
An-Nawawi menjelaskan,
“Ulama sepakat haramnya puasa di dua hari raya, apapun puasanya. Baik puasa karena nazar, sunah, kafarah, atau sebab lainnya.” (Syarh Shahih Muslim, 8/15)
8. Puasa di Bulan Sya’ban
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156).
Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156)
Yang dimaksud di sini adalah berpuasa pada mayoritas harinya (bukan seluruh harinya) sebagaimana diterangkan oleh Az Zain ibnul Munir (Lihat Nailul Author, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, 4/621). Para ulama berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib. (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 8/37)
Harap diperhatikan juga bahwa sehari atau dua hari sebelum ramadhan tidak diperbolehkan untuk berpuasa, terkecuali seseorang yang menjadi hari kebiasaannya berpuasa maka dibolehkan, seperti seseorang yang terbiasa berpuasa senin kamis, lalu sehari atau dua hari tersebut bertepatan dengan hari senin atau kamis. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam bahwa beliau bersabda:
لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ ولا يَوْمَيْنِ إلا رَجُلٌ كان يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah kalian mendahului ramadhan dengan berpuasa sehari dan dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa pada hari itu maka boleh baginya berpuasa. (HR.Muslim: 1082)
Penutup
Semoga kita terdorong untuk melakukan puasa Asyura. Cukup ayat ini sebagai renungan. Allah Ta’alaberfirman,
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
“(Kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”.” (QS. Al Haqqah: 24)
Mujahid dan selainnya mengatakan, ”Ayat ini turun pada orang yang berpuasa. Barangsiapa meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena Allah, maka Allah akan memberi ganti dengan makanan dan minuman yang lebih baik, serta akan mendapat ganti dengan pasangan di akhirat yang kekal (tidak mati)” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 72). Inilah balasan untuk orang yang gemar berpuasa.
Semoga Sholawat dan Salam selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga hari kiamat.
0 Komentar