GAMBAR PENAMPANG JANTUNG MANUSIA TAMPAK SEPERTI LAFAD ALLAH JANTUNG BERDENYUT SENDIRI TANPA PERINTAH SIAPAPUN (SIFAT HAYUN DAN QOYUM)
DZAT WAJIBUL WUJUD
Maha suci Allah dari segala macam perumpamaan. Walaupun demikian di dalam Al Qur’an, keberadaan wujud Allah merupakan keberadaan wujud yang paling dimanifestasikan. Setiap yang berwujud akan mempunyai nama dan sifat.
Tuhan adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya Allah adalah seperti rongga dalam dinding. Dalam rongga itu ada pelita. pelita itu dalam bola kaca. Kaca itu laksana bintang berkilau. Dinyalakan dengan minyak zaitun yang diberkati, yang tumbuhnya bukan di timur dan bukan di barat, yang minyaknya saja hampir-hampir berkilau dengan sendirinya, walaupun api tidak menyentuhnya. Cahaya di atas Cahaya. Allah menuntun dengan Cahayanya kepada Cahayanya bagi siapa saja yang dia kehendaki dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia. Allah Maha Mengetahui segalanya ~ (AN NUR 24 : 35 ).
(Cahaya itu menerangi) rumah-rumah di dalamnya Allah berkenan untuk dihormati dan disebut Namanya dan bertasbih di waktu pagi dan petang ~ (AN NUR 24 : 36).
Keberadaan (eksistensi, kehadiran) Dzat yang dimanifestasikan disebut wujud idhopi, dinamakan juga bayangan. Sesuai firman Allah :
Apakah kamu tidak memperhatikan Tuhan memanjangkan bayang-bayang-Nya ~ (AL FURQAAN 25 : 45).
Agar DIA bisa merefleksikan bayangan Dirinya Sendiri, maka Dia telah membuat cermin-cermin yang beraneka ragam dari Dirinya Sendiri. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini adalah merupakan cermin-cermin tersebut. Cermin yang baik adalah cermin yang mempunyai dua sisi, yaitu sisi terang dan sisi gelap (sifat Jamal dan sifat Jalal). Dalam hal ini ternyata manusia mempunyai sifat seperti cermin tersebut, karena manusiapun mempunyai dua sisi, yaitu qolbu sebagai sisi terang dan jasmani sebagai sisi gelap. Semakin terang qolbu, semakin jelas pula qolbu merefleksikan Tuhan, sesuai dengan Hadits Qudsi :
Aku tidak bisa berada di bumi ataupun di langit, tapi aku bisa berada dalam hati seorang mukmin yang benar ~ (HADITS).
Di dalam setiap rongga anak Adam, Aku ciptakan suatu mahligai yang disebut dada, di dalam dada ada kolbu, di dalam kolbu ada fuad, di dalam fuad ada syagofa, di dalam syagofa ada sir, di dalam sir ada Aku tempat Aku menyimpan rahasia … ~ (HADITS)
Setiap cermin tidak ambil bagian dalam pengamatan, cahaya yang terang benderang dan kegelapan cermin merupakan alat pengamatan. Walaupun cerminnya beraneka ragam, namun Wajah Sang Pengamat Tetap Satu. Bila kemudian cerminnya hancur luluh, Wajah Sang Pengamat Tetap Abadi.
SIFAT-SIFAT DZAT
Sifat Dzat adalah merupakan manifestasi dari Asma dan Asma merupakan manifestasi daripada Dzat. Berarti Sifat juga merupakan manifestasi daripada Dzat. Di dalam setiap Sifat Dzat terkandung suatu potensi untuk bertindak dan berbuat yang akan menimbulkan akibat-akibat. Sebagai akibat penciptaan maka muncul kehidupan. Adanya kehidupan mengakibatkan munculnya kesadaran akan adanya Dzat. Bila tak ada kehidupan maka tidak akan ada yang menyebut Asma Allah.
Yang pertama kali mengajukan konsep sifat dua puluh dari Dzat adalah Abu Hasan Al Ashary, ulama besar pendiri mahzab Ahlussunnah Wal Jamaah yang ahli dalam Ilmu Kalam (ilmu Usuluddin). Konsep sifat dua puluh tersebut sampai saat ini telah dikenal dan diyakini oleh masyarakat Islam secara luas.
Pada waktu itu konsep Al Ahsary ini banyak mendapat tantangan dari para ulama lainya, diantaranya adalah Hambali dan Al Ghazali yang berpendapat bahwa masalah Ketuhanan tidak bisa dijangkau hanya atas dasar konsepsi akal manusia, Ilmu Kalam ajaran Al Ashary dianggap sebagai penyebab timbulnya silang pendapat diantara sesama Umat Islam.
Adanya perselisihan pendapat diantara para ahli Ilmu Kalam, para ahli filsafat Islam dan para ahli Ilmu Fiqih mengakibatkan umat Islam terpecah belah menjadi bermacam-macam aliran (mazhab), antara lain adalah Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali, Mazhab Maliki dan Mazhab Safi’i.
Al Ghazali berhasil mempersatukan pola fikir para ahli syari’at Ilmu Kalam dan pola pikir ahli syari’at Ilmu Fiqih dan juga pola pikir mereka dengan para sufi ahli Tasawwuf. Menurut Al Ghazali : Pendekatan diri dan ma’rifat kepada Allah tidak bisa dilakukan melalui Ilmu Kalam maupun melalui Ilmu Fiqih, akan tetapi harus melalui jalan yang ditempuh oleh para sufi ahli tasawwuf yaitu : Bersihkan hati, istirahatkan pikiran melalui dzikrullah untuk mencapai fana dan kasyaf.
Jalan tersebut penuh dengan bermacam-macam tantangan dan ujian dari Allah yang harus diatasi dengan tetap berpegang pada Tali Allah, bersih hati, rasa kasih-sayang, ketawakalan, kesabaran dan keihklasan serta dzikrullah, mengingat Allah. Oleh karena dengan dzikrullah itulah hati akan menjadi tenang dan tentram, tidak akan ada perselisihan lagi, karena sadar bahwa Allah-lah Yang Maha Benar. Akhirnya mi’raj melalui proses fana dan kasyaf.
Kesempurnaan keberagamaan seorang adalah bila dia telah mencapai tahapan iman, islam dan ihsan. Iman bisa dipelajari melalui ilmu Usuluddin. Islam dipelajari melalui ilmu Fiqih. Ihsan hanya bisa dicapai melalui tasawwuf.
Al Kisah : Ada seorang yang bertanya kepada Rosulullah : Ya Rosulullah apakah Ihsan itu? Kemudian Rosulullah menjawab : Ihsan ialah keadaan ketika engkau menyembah Allah, seakan-akan engkau melihat NYA, bila sekiranya engkau tidak melihat NYA, maka Allah akan melihat engkau.
Para ulama Tasawuf mengatakan bahwa Syare’at tanpa Haqekat adalah hampa, sedangkan Haqekat tanpa Syare’at adalah batal.
Junaed Al Bagdady mengatakan : Syare’at tanpa Haqeqat adalah fasik, sedangkan haqekat tanpa Syare’at adalah zindik, bila seseorang melakukan keduanya maka sempurnalah kebenaran orang itu. Seorang sufi, dia fana dalam dirinya dan baqa dalam Tuhannya. Menurut beliau tasawuf adalah mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat tercela.
Menurut Asy-Syadzili tasawuf adalah praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan.
Ada juga yang mengatakan bahwa tasawuf adalah membina kebiasaan baik serta menjaga hati dari berbagai keinginan dan hasrat hawa nafsu. Tasawuf adalah ilmu untuk memperbaiki hati dan menjadikannya memasrahkan diri semata-mata kepada Allah. Jalan tasawuf dimulai sebagai ilmu, ditengahnya adalah amal dan pada akhirnya adalah karunia Allah.
Abu Bakar Aceh mengatakan bahwa Al Qur’an adalah sumber pokok, Hadits-Sunnah Rosul petunjuk pelaksanaan yang penting, sedangkan Tassawuf adalah urat nadi pelaksanaan ajaran tersebut.
Tasawuf adalah suatu seni perjalanan spiritual yang transendental, bukan merupakan pekerjaan intelektual melalui kajian ilmiah, bahkan menurut para sufi ilmu pengetahuan merupakan tabir yang sangat pekat.
Mengenai masalah mistik atau tasawuf ini Simuh cenderung memilih definisi dari kamus Inggris yang disusun oleh Hornby dkk yaitu :
Ajaran atau kepercayaan tentang haqekat (kebenaran sejati) atau Tuhan bisa didapatkan melalui meditasi atau tanggapan kejiwaan yang bebas dari tanggapan akal pikiran dan pancaindera. Ciri khusus tassawuf adalah proses fana dan kasyaf.
Tasawwuf sesuai dengan ajaran Al Ghazali secara garis besarnya adalah pelajaran tentang tata cara memurnikan atau mensucikan jasmani dan ruhani, mensucikan lahir dan batin agar bisa menjadi insan kamil yang mendapatkan keridhoan Allah… disertai dzikrullaah sehingga mencapai proses fana dalam dirinya, baqa dalam Tuhannya, musnah ke-aku-annya, tenggelam dalam Tuhannya. Akhirnya kasyaf terbukanya hijab. Dari tulisan-tulisan tentang tasawuf ini, jelas bahwa basis dari tasawuf adalah kesucian hati serta cara menjaganya dari segala hal yang bisa mengotorinya kemudian hasil akhirnya adalah hubungan yang benar-benar harmonis antara manusia dengan Penciptanya.
Dzat Allah merupakan sumber kehidupan. Akibat adanya sifat-sifat kehidupan muncul kesadaran akan adanya (keberadaan) Dzat. Bila tidak ada kehidupan (insan) maka tidak akan ada yang menyebut Asma Dzat (Allah), tak ada yang bersyahadat :
Laa ilaaha ilallaah Muhammadarosulullaah...
Pernyataan pertama Laa ilaaha ilallaah memberi nafas kehidupan kepada pernyataan kedua Muhammadarosulullah sedangkan pernyataan kedua menyatakan adanya Dzat Allah. Dengan demikian pernyataan pertama dan kedua sangat erat kaitannya, kedua-duanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain, merupakan suatu kesatuan dua kalimah Syahadat, dwi tunggal yang menurut istilah para sesepuh adalah loro-loroning tunggal, tunggal-tunggaling wisesa.
Artinya kurang lebih adalah : dua dalam kemanunggalan, manunggal dalam keEsaan Dzat Yang Maha Kuasa.
Dalam KeEsaanNya Dzat mempunyai bermacam-macam Asma dan bermacam-macam Sifat. Keberagaman Asma dan Sifat tidak menyebabkan Dzat bertambah menjadi lebih dari satu. Dalam ke Esaan Nya, Dzat tidak menjadi berjenis-jenis.
Sifat yang beragam, pasangan dan juga kebalikkannya adalah satu didalam aspek keEsaan Dzat. Misalnya Sifat Jamal-Terang dan Jalal-Gelap, Asma Hadi (Yang Memberikan Petunjuk) dan Asma Mudzil (Yang Menyesatkan), dimana Asma yang satu tidak mengganggu Asma yang lain. Dengan demikian :
Siapapun yang telah diberi petunjuk Allah, maka tak ada sesuatu apapun yang bisa menyesatkannya, dan siapapun yang telah disesatkan Allah, Rosulullahpun tidak bisa meluruskannya.
Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang dapat petunjuk dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapat seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepada-Nya ~ (AL KAHFI 18 : 17)
Siapa-siapa yang dikehendaki Allah dibiarkan-Nya sesat, siapa-siapa yang dikehendaki Allah ditempatkan-Nya di jalan yang lurus ~ (AL AN’AM 6 : 39).
Sesungguhnya Dzat tidak mempunyai manifestasi apapun tanpa manifestasi dari Asma dan Sifat. Apapun yang ada, sifat baik maupun sifat jahat adalah merupakan akibat dari manifestasi Asma dan Sifat, bukan manifestasi dari Dzat.
Dalam hal ini harus kita ingat bahwa semua kebaikan berasal dari Allah. Dibalik ujian dari Tuhan yang terjadi pada diri kita itulah yang terbaik, karena selalu ada hikmah. Semua keburukan yang terjadi pada diri kita, itu karena ulah kita sendiri yang melenceng dari sunnatullah.
Apapun kebaikan yang kamu terima, datangnya dari Allah. Apapun bencana yang menimpa dirimu, karena kesalahanmu ~ (AN-NISAA 4 : 79)
Bersabarlah menunggu keputusan Tuhan-mu, sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami dan bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu sewaktu kau bangkit berdiri dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu malam dan tatkala bintang-bintang tenggelam saat fajar ~ (ATH-THUR 52 : 48-49)
Setelah kita menggali dan mempelajari kerangka teoritis atau hipotesa tentang Dzat serta penurunan martabat Dzat sampai kepada rincian Wahidiyyah maka secara garis besarnya akan tampak empat kerangka dasar dari hipotesa tersebut :
WUJUD (KEBERADAAN, ESENSI, EKSISTENSI)
Adalah merupakan manifestasi dari sesuatu yang sebelumnya tidak ada, menjadi ada. Dari bentuk imaginer (a’yan-I-tsabiita) dalam pengetahuan Tuhan, kemudian Tuhan yang menjadikan mereka wujud. Dari esensi Dzat, muncul eksistensi Dzat kemudian muncul kehidupan dalam tahapan Wahidiiyyah.
ILMU (PENGETAHUAN)
Adalah suatu konsepsi (ide) serta aktualisasi atau pembuktian dan perwujudan dari objek-objek yang diketahui. Hanya Tuhan yang memiliki semua ilmu. Dia Yang maha mengetahui segala sesuatu. Dari pengetahuan diri, menjadi pengetahuan akan kemampuan diri yang maha mendengar, maha melihat … kemudian terealisir menjadi panca indera.
NUR ( CAHAYA, KEPRIBADIAN, EGO)
Adalah manifesatasi Diri Nya sendiri sehingga Dia tampak sebagai yang lain. Dia membimbing dengan Cahaya Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia adalah Cahaya langit dan bumi. Dia sebagai Nurul Ilman, Nurul Iman, Nurul Islam dan Nurul Ihsan.
SYUHUUD (KETAATAN, KEKUASAAN, KEHENDAK)
Kesadaran akan potensi diri akan menimbulkan ketaatan, kekuasaan dan kehendak. Dia sendiri yang maha taat akan janji Nya. Dia yang ditaati dan Dia adalah ketaatan itu sendiri. Dia membuktikan Ketaatan Dirinya sendiri melalui proses-proses Tanuzzulaat secara bertahap, merupakan suatu proses keluarnya yang ghoib (yang tidak tampak) dan internal (bathin) menjadi tampak (eksternal), merupakan proses penyaksian dari Dirinya Sendiri melalui Cerminnya sendiri.
HAQIQAT MUHAMMAD
Dzat (Allah) memanifestasikan (menyatakan) Dirinya sebagai Nur, Utusan-Nya sebagai Nur, Kitabnya (Al Quran) sebagai Nur, Agama-Nya (Islam) sebagai Nur, Ilmu-Nya sebagai Nur, Iman dan Ihsan sebagai Nur. Oleh karena itu adalah wajar bila Al Hallaj mengajukan konsep tentang Nur Muhammad sebagai penciptaan awal dari segala macam ciptaan Allah, jauh sebelum teori Big bang muncul.
Seperti halnya Al Ashary, maka Al Hallaj pun mendapat banyak tantangan dari para ulama lainnya, sehingga Al Hallaj mengalami nasib yang sangat tragis.
Sebaiknya kita tidak terlalu terpaku untuk memperdebatkan kedua konsepsi tersebut, masalah keyakinan tidak bisa dipaksakan, tergantung kepada diri kita masing-masing. Kedua konsep tersebut hanyalah sekedar kerangka teoritis untuk memudahkan pemahaman kita akan keberadaan Dzat laesa kamitslihi syai’un, tidak serupa dengan apapun. Sesungguhnya Maha Suci Allah dari segala macam perumpamaan… Nur Muhammad dianggap sebagai kesadaran kosmik (SIR). Di dalam SIR ada AKU, merupakan sumber asli dari semua pernyataan Diri dalam rinciannya mulai dari Wahdah sampai ke Wahidiiyyah, Haqiiqati Insani, Insan Kamil sampai menjadi debu.
Hadits Rosulullah : Aku berasal dari Cahaya Allah dan seluruh alam semesta berasal dari cahayaku. Aku adalah bapak dari segala Ruh dan Adam adalah bapak dari segala jasad.
Sebagai Berkah Suci yang memberi Rahmat kepada seluruh alam semesta, maka Haqiiqat Muhammad adalah lebih berhak untuk mendapat gelar Juru Selamat dari pada Nabi-Nabi lainnya yang hanya sekadar diutus untuk satu Kaum saja, yaitu Bani Israil, bukan untuk Bangsa Indonesia ataupun untuk bangsa-bangsa lain.
Setiap firman Allah yang disampaikan oleh Rosulullah tidak ditujukan hanya untuk satu kaum namun berlaku umum dengan seruan sebagai berikut : Hai Manusia atau Hai orang-orang yang beriman atau Hai Bani Adam, Hai orang-orang kafir, Hai ahlul kitab.
Berarti Wahyu Islami atau Firman Allah yang disampaikan oleh Rosulullah tidak hanya bagi yang muslim saja, namun sesungguhnya ditujukan untuk seluruh umat manusia di dunia. Kemudian Wahyu Islami juga tidak pernah mengajarkan masalah dosa waris dan tidak pernah mengajarkan bahwa dosa seseorang bisa ditanggung orang lain. Setiap orang hanya menanggung dosanya masing-masing.
Katakanlah : Bagiku amalku dan bagimu amalmu. Kamu tiada bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan dan aku tiada bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan ~ (YUNUS 10 : 41 )
Barang siapa mengerjakan kebaikan sebesar debu, niscaya akan dilihatnya balasan dari kebaikan itu dan barang siapa mengerjakan kejahatan niscaya akan dilihatnya balasan dari kejahatan itu ~ (AZ-ZILZAL 99 : 7-8)
Sebagai berkah suci maka Haqiiqat Muhammad mencakup semua Asma Dzat, kecuali Asma Hadi (Yang Memberi Petunjuk), sedangkan Asma kebalikan dan pertentangannya dicakup oleh Iblis kecuali Asma Mudzil (Yang menyesatkan).
Semua mahluk sangat tergantung kepada Allah Yang Maha Meliputi segala sesuatu.
Bila seseorang telah diberi petunjuk Allah maka iblis pun tak akan bisa menyesatkannya demikian pula sebaliknya, bila seseorang telah disesatkan Allah, Rosulullah pun tidak akan bisa meluruskannya, kehendak Allah juga yang berlaku.
HAQIIQATI MUHAMMAD MEMPUNYAI 2 ASPEK :
1. Aspek Internal (Bathin)
Sebagai Nur merupakan realisasi ( manifestasi ) Diri Dzat yang menerangi benda-benda lain (Sifat Jamal). Mula-mula Allah menjadikan alam semesta ini dalam kegelapan ( Sifat Jalal ) : Inna’llaaha kholaqol kholaqo fizhzhulumaatin, kemudian diterangi oleh Nur Muhammad : Minazhzhulumaati ilan nuuri. Dari gelap menjadi terang. Tuhan akan membimbing dengan Cahaya Nya kepada CahayaNya.
Dalam kehidupan sehari-hari yang pertama kali kita rasakan adalah adanya cahaya, kemudian benda-benda, bentuk-bentuk dhohir, semua yang ada di dunia ini bisa terlihat dengan jelas.
2. Aspek Eksternal (Zhohir)
Adalah Muhammad yang diciptakan sebagai Insan, sebagai hamba dan Utusan Allah (Abduhu wa Rosulluhu). Sebagai Insan, Jasmani Muhammad adalah Realitas Kemanusiaan (Haqiiqati insaniah).
Kemudian sebagai Ruuhi Azzaam, yaitu Ruh Muhammad yang diciptakan dari Nuur Muhammad sampai ke Insan Kamil. Sabda Rosulullah : Yang pertama kali diciptakaan Allah adalah akal dan cahayaku.
TAJALLIYAAT (PEMUNCULAN)
Laa ilaaha illallaah : Tiada Tuhan selain Allah. Laa (tiada, nafi) adalah merupakan pemusnahan diri dan dunia (fana) kemudian menjadi kekal (baqa) dalam Tuhan, hanya Ahadiiyyah (Allah) yang ada (isbat), Yang Maha Luas tanpa keterbatasan pengetahuan, tanpa keterbatasan ruang dan waktu atau apapun juga.
Pemusnahan diri berarti mengosongkan hati dan pikiran dari segala macam permasalahan. Hati dan pikiran tercurah semata-mata hanya kepada Allah, hilangkan ke-aku-an (ego) kita. Itulah yang disebut dzikir atau meditasi. Pada saat ke-aku-an kita sirna, fana menurut Al Ghazali atau samadi menurut orang Hindu, maka Ke-Aku-an Dzat akan muncul untuk memperlihatkan sifat Jamal Nya (Keindahan Nya) dan masuk ke dalam kekosongan kita. Itulah yang disebut kasyaf. Aku dengan Aku yang ada di dalam diri kita saling berhadapan.
Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan ~ (Hadits).
Aku mempunyai waktu khusus dengan Tuhan, di dalamnya tidak ada lagi malaikat dan rosulnya ~ (Hadits).
Haqq (Kebenaran) tersembunyi di dalam Ruh, Ruh tersembunyi di dalam Qolbu dan Qolbu (bathin) tersembunyi di dalam Qaalib (tubuh). Penggerak tubuh adalah Ruh, penggerak Ruh adalah Al Haqq (Al Bathin).
Haqiiqati Muhammad adalah merupakan titik pertama dalam mana Dzat mengetahui Dirinya sendiri. Mengenal Dzat harus melalui Dzat. Dalam tahapan ini ruh kita menjadi Ruhul Kudus, karena telah terbebas dari masalah keduniawian, ruh telah mengalami pencerahan.
Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tentram ~ (AR RAD 13 : 28).
Barang siapa yang hatinya dibuka oleh Allah kepada Islam (Fitrah) maka ia itu mendapat Cahaya dari Tuhan-nya ~ (AZ-ZUMAR 39 : 22)
Yang pertama-tama Aku berikan kepada mereka yang beriman adalah Cahaya yang Aku taruh di hati mereka ~ (HADITS QUDSI)
Sedemikian luas dan lapangnya, sedemikian terang-benderangnya hati seorang mukmin, tenang dan tenteram dalam lautan ahadiiyah, seumpama tempat bersemayamnya Dzat yang maha luas tanpa batas. Para sufi mengatakan bahwa qolbu seorang mukmin adalah baitullah.
Dalam dada ada Qolbu, dalam Qolbu ada fuad, dalam fuad ada syagofa, dalam syagofa ada sir, dalam sir ada Aku, tempat Aku menyimpan rahasia ~ (Hadits).
Aku tidak berada di langit maupun di bumi, Aku berada di dalam hati seseorang mukmin yang benar~ (Hadits).
Al kisah seseorang bertanya kepada Rosulullah : Ya Rosulullah siapakah orang yang terbaik itu? Rosulullah menjawab : Yaitu orang-orang mukmin yang bersih hatinya. Ketika Rosulullah ditanya kembali : Ya Rosulullah apakah artinya bersih hati itu? Rosulullah menjawab : Yaitu orang yang taqwa, suci hati, tidak ada kepalsuan padanya, tak ada kezaliman, dendam, khianat dan rasa iri dengki.
Mukmin yang benar adalah mukmin yang tidak mempersekutukan Allah. Dia beriman kepada Allah, Rosul-rosul Allah, para Malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, hari akhirat dan beriman kepada segala ketentuan Allah serta bersih hatinya. Hatinya telah terbebas dari segala macam polusi penyakit hati, tawakal, penuh dengan kesabaran, senantiasa mensyukuri setiap nikmat dan karunia Allah, ikhlas menerima segala macam ketentuan Allah, setiap denyut jantungnya, setiap tarikan nafasnya, setiap gerak-geriknya merupakan ibadah semata-mata kepada Allah, tidak memikirkan ada tidaknya pahala, sudah benar-benar ikhlas, sudah benar-benar Lillahi Ta’ala, sudah tidak ada apa-apa dalam hatinya, kecuali Allah semata. Oleh karena itu hatinya menjadi lapang dan jiwanya menjadi tenang, tenteram dan damai, penuh rasa kasih sayang. Rahman-Rahim adalah Allah. Dalam hal ini dia telah terbebas dari masalah sifat dualitas Allah yang antagonis, tidak ada lagi keberpihakan pada saat menghadapi hal yang baik maupun yang buruk.
Dia bisa berlapang dada saat menghadapi keduanya, karena dalam ke-Esa-an Nya, baik atau buruk, surga ataupun neraka adalah merupakan manifestasi dari sifat Jamal dan sifat Jalal Allah. Namun kebanyakan manusia enggan menerima kedua sifat Allah yang saling bertolak-belakang itu secara seimbang. Misalnya antara tertawa bahagia dan air mata duka. Pada saat tertawa bahagia sesungguhnya air mata duka pun sedang menunggu giliran untuk bisa diterima manusia. Bila kita hanya berpihak pada salah satu sifat saja berarti kita menerima kehadiran Allah hanya sebagian saja. Kita belum beriman kepada Allah dengan seutuhnya, belum ikhlas. Jadi intinya adalah apapun yang kita hadapi kita harus bisa menerima dengan hati yang ikhlas dan penuh rasa syukur.
Orang arif yang sudah mencapai derajat ikhsan ibarat matahari yang senantiasa memberi, menyinari bumi tanpa pamrih. Hatinyapun bersifat lapang dan luas seperti lautan. Apapun yang mendatanginya dia terima dengan penuh keikhlasan, walau yang datang adalah air lumpur kotor dan berbau busuk sekalipun dia terima, dia angkat dan dia bersihkan jadi awan kemudian jadi air hujan yang jernih dan bermanfaat lagi tanpa meminta imbalan jasa.
Bagi mereka yang sudah kuat keimanannya, keinginan terhadap duniawi yang sangat berlebihan, keserakahan, ria, ujub, takabur, sum’ah yang dengan sengaja mencerita-ceritakan amal perbuatannya, hajbun hatinya terpesona oleh amal ibadahnya sendiri, rasa iri dengki, kemarahan, kebencian serta semua hawa nafsu di hatinya, adalah merupakan suatu dosa syirik tersembunyi yang harus dihindari. Karena hawa nafsu adalah bisikan syetan atau iblis.
Sucikanlah rumahku bagi mereka yang thowaf, itikaf, yang ruku dan sujud ~ (AL BAQARAH 2 : 125).
Janganlah kamu mempersekutukan Aku dengan apapun, sucikanlah rumahku bagi mereka yang thowaf, mendirikan dan ruku bersujud ~ (AL HAJJ 22 : 26)
Silahkan cari sendiri jawabannya mengenai makna haqiqi Rumah Ku yang harus disucikan agar kita tidak menjadi musyrik, agar kita menjadi mukmin yang benar karena kelak, suatu saat nanti, pasti kita semua akan kembali menghadap kepada Nya, dimana pada saat itu hanya mukmin yang benar, mukmin yang berjiwa tenanglah yang akan mendapat undangan khusus dan ucapan selamat dari Tuhan.
Wahai hamba-hamba-Ku yang berjiwa tenang, datanglah kepada Tuhan-mu dengan suka cita dan penuh keridhoan, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku ~ (AL FAJR 89 : 27-28)
Salaamun qaulam mirobbirrohiim ~ (YASIN 36 : 58)
Ayat inipun berlaku bagi seluruh umat manusia di dunia, karena Tuhan tidak membeda-bedakan umat yang bertaqwa kepada Nya, walaupun secara teknis berbeda-beda pola pelaksanaan syare’atnya.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mereka penganut agama Yahudi, Nasrani dan Shabin serta siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, serta melakukan kebajikan, mereka akan mendapat pahala dari Tuhan-nya dan mereka tidak merasa ketakutan dan duka cita ~ (AL BAQARAH 2 : 62)
Ayat ini sebagai bukti bahwa Allah tidak membeda-bedakan umatNya. Karena apapun nama agamanya, semua agama mengajarkan tentang fitrah. Mereka tidak akan pernah merasa ketakutan dan duka cita. Berarti mereka hidup dengan tenang dan damai. Oleh karena itu di batu nisan atau di surat kabar pada kolom duka cita tertulis : Telah meninggal dengan tenang, tidak pernah tertulis telah meninggal dengan sukses walaupun semasa hidupnya dia sangat–sangat sukses.
Bila saat tersebut tiba, siapakah utusan yang akan menjemput kita?
Kami telah mengutus seorang utusan dalam diri-mu dst… ~ (AT-TAUBAH 9 : 128)
Oleh karena itu katakanlah Hasbiallah … ~ (AT-TAUBAH 9 : 129)
Cahaya di atas Cahaya, Allah akan membimbing dengan Cahayanya kepada yang Dia Kehendaki ~ (AN NUUR 24 : 35)
Hasbiallah merupakan kata kunci, oleh karena haqiqi nya adalah dzikrullah.. Allah Hu… Allah Hu … Allah Hu dalam hati ingat kepada Allah. Sampai semuanya menjadi sirna, fana, yang ada hanya Dzat Allah yang akan muncul untuk memperlihatkan Sifat Jamal Nya sebagai Nur Illahi yang akan menjemput ruhani.
Ruhani akan kembali kepada Cahaya Allah yang disebut Swarga… yang berasal dari kata SWAR dan GA. Swar artinya Cahaya (Nur Illahi) sedangkan Ga artinya Kembali. Swarga artinya Kembali kepada Cahaya Allah Sumber Energi Quanta. Secara ilmiahnya sesuai teori Einstein dan juga sesuai Studi Kasus reinkarnasi dari Newton.
Bila saatnya tiba Ruhani akan kembali kepada Cahaya Allah, dikawal oleh nafsunya, yaitu : amarah, luwamah, sufiah dan mutmainahnya, sedangkan jasmani karena berasal dari tanah maka akan kembali lagi kepada tanah, menjadi energi quanta.
Dengan demikian berarti bagi mereka yang benar-benar beriman dan telah lulus dari berbagai ujian dari Allah maka dia pasti akan mendapatkan perlakuan khusus serta bonus yang luar biasa yaitu : dia langsung dijemput tanpa harus melalui jembatan shirothol mustaqim, dia diberi ucapan selamat Salaamun Qaulam mirobbirrohiim dia akan mendapat undangan khusus dan keridhoan Allah serta mendapat kemuliaan di sisi Allah. Jenazahnya tampak dengan wajah tersenyum berseri-seri dan bercahaya.
Pada hari itu wajah mereka berseri-seri (bercahaya) karena melihat wajah Tuhan-nya ~ (AL-QIYAMAH 75 : 22-23)
TABIR (HIJAAB, SELUBUNG)
1. Tabir personal (pribadi, keakuan, ego)
Tabir ini tidak akan hilang selama diri kita sebagai hamba (sebagai manusia) masih diselubungi oleh ego kita sendiri, seperti halnya kita menggosok batu yang tidak pernah akan mengkilap.
2. Tabir dari sifat-sifat
Tabir ini akan menghilang bila kita mengubah akhlak dan sifat kita menjadi Dzat dan Sifat Allah, seperti halnya kita menggosok karat dari sebuah gelas kaca.
Sebenarnya tabir hanyalah hayalan (imajinasi) daripada keakuan atau keberadaan diri sendiri (ego). Dengan adanya ilmu pengetahuan kadang-kadang rasa keakuan akan menjadi semakin besar, perasaan gengsi, harga diri, angkuh, ujub, ria, iri, dengki dsb. Sekarang ini banyak yang lupa diri, karena hati nuraninya tertutup. Dengan demikian pengetahuan dan keakuan akan menjadikan tabir semakin rapat dan semakin tebal, sehingga akan membutakan mata hati kita kepada Al Haqq, Yang Maha Benar.
Bila saatnya tiba Ruhani akan kembali kepada Cahaya Allah, dikawal oleh nafsunya, yaitu : amarah, luwamah, sufiah dan mutmainahnya, sedangkan jasmani karena berasal dari tanah maka akan kembali lagi kepada tanah, menjadi energi quanta.
Dengan demikian berarti bagi mereka yang benar-benar beriman dan telah lulus dari berbagai ujian dari Allah maka dia pasti akan mendapatkan perlakuan khusus serta bonus yang luar biasa yaitu : dia langsung dijemput tanpa harus melalui jembatan shirothol mustaqim, dia diberi ucapan selamat Salaamun Qaulam mirobbirrohiim dia akan mendapat undangan khusus dan keridhoan Allah serta mendapat kemuliaan di sisi Allah. Jenazahnya tampak dengan wajah tersenyum berseri-seri dan bercahaya.
Pada hari itu wajah mereka berseri-seri (bercahaya) karena melihat wajah Tuhan-nya ~ (AL-QIYAMAH 75 : 22-23)
TABIR (HIJAAB, SELUBUNG)
1. Tabir personal (pribadi, keakuan, ego)
Tabir ini tidak akan hilang selama diri kita sebagai hamba (sebagai manusia) masih diselubungi oleh ego kita sendiri, seperti halnya kita menggosok batu yang tidak pernah akan mengkilap.
2. Tabir dari sifat-sifat
Tabir ini akan menghilang bila kita mengubah akhlak dan sifat kita menjadi Dzat dan Sifat Allah, seperti halnya kita menggosok karat dari sebuah gelas kaca.
Sebenarnya tabir hanyalah hayalan (imajinasi) daripada keakuan atau keberadaan diri sendiri (ego). Dengan adanya ilmu pengetahuan kadang-kadang rasa keakuan akan menjadi semakin besar, perasaan gengsi, harga diri, angkuh, ujub, ria, iri, dengki dsb. Sekarang ini banyak yang lupa diri, karena hati nuraninya tertutup. Dengan demikian pengetahuan dan keakuan akan menjadikan tabir semakin rapat dan semakin tebal, sehingga akan membutakan mata hati kita kepada Al Haqq, Yang Maha Benar.
Berarti bukan seberapa banyak ilmu yang harus kita pelajari namun seberapa dekat kita kepada Allah! Ilmunya cukup Basmallah saja! Sesungguhnya Allah sangat dekat namun terhalang ego kita yang tinggi. Bila kita ingin keluar dari tabir, ubahlah sifat-sifat kita, akhlak kita, keakuan kita masuk ke dalam Akhlak dan Sifat-Nya, sebagaimana akhlak dan sifat Rosulullah. Serahkan diri kita sepenuhnya dalam kekosongan dan keheningan, dalam kefanaaan, jangan biarkan fikiran (pengetahuan) datang, bila pikiran datang menguasai diri, maka pikiran tersebut akan mengukir gambaran hayal (imajinasi) di dalam bathin kita, sehingga bathin kita akan seperti museum, seperti super market.
Sabda Rosulullah : Segala sesuatu ada pembersihnya, pembersih hati adalah dzikir. Tidak ada sesuatu yang dapat melepaskan manusia dari azab selain dari pada dzikrullah.
Sabda Rosulullah : Segala sesuatu ada pembersihnya, pembersih hati adalah dzikir. Tidak ada sesuatu yang dapat melepaskan manusia dari azab selain dari pada dzikrullah.
Kiamat tidak akan terjadi selama masih ada orang-orang yang berdzikirullah.
Dengan berdzikrullaah, berserah diri kepada Allah, tabir akan terkikis, hati akan menjadi tenang dan tentram, hati akan menjadi terang benderang, memancarkan sifat-sifat ke-Ilahian sebagai sumber kekuatan yang maha dahsyat.
0 Komentar