Tarekat merupakan cara bagi orang-orang yang menjalankan laku mistik atau tasawuf untuk mencapai tujuan utamanya, yakni memperoleh cita makrifat pada alam gaib dan mendapatkan penghayatan langsung pada zat Allah atau al-Haq.

Tumbuhnya tarekat dalam Islam sesungguhnya bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri, yaitu sejak Nabi Muhammad saw diutus menjadi Rasul. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Nabi Muhammad saw sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahannust dan khalwat di Gua Hira' di samping untuk mengasingkan diri dari masyarakat Makkah yang sedang mabuk mengikuti hawa nafsu keduniaan. Tahhanust dan Khalwat nabi adalah untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh problematika dunia yang kompleks tersebut.



Proses khalwat nabi yang kemudian menerima wahyu dari malaikat Jibril disebut tarekat tersebut sekaligus diajarkannya kepada Sayyidina Ali ra. sebagai cucunya. Dan dari situlah kemudian Ali mengajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai kepada Syeikh Abdul Qodir Jaelani di daerah Timur Tengah, dan lalu masuk ke Indonesia dibawa melalui para wali yang terkenal dengan sebutan Wali Songo pada jalur Syaikh Syarif Hidayatullah/Sunan Gunung Djati. Sebagaimana dalam silsilah tarekat Haqmaliyah yang merujuk pada Syaidina Ali r.a dan Abdul Qadir Jaelani dan seterusnya adalah dari Nabi Muhammad saw, dari Malaikat Jibril dan dari Allah Swt.

Tarekat (thariqah) secara harfiah berarti "jalan" sama seperti syariah, sabil, shirath dan manhaj. Yaitu jalan menuju kepada Allah guna mendapatkan ridho-Nya dengan mentaati ajaran-ajaran-Nya.

Semua perkataan yang berarti jalan itu terdapat dalam Al Quran, seperti QS Al-Jin : 16," Kalau saja mereka berjalan dengan teguh di atas thariqah, maka Kami (Allah) pasti akan melimpahkan kepada mereka air (kehidupan sejati) yang melimpah ruah".

Istilah thariqah dalam perbendaharaan kesufian, merupakan hasil makna semantik perkataan itu, semua yang terjadi pada syariah untuk ilmu hukum Islam.

Setiap ajaran esoterik/bathini mengandung segi-segi eksklusif. Jadi, tak bisa dibuat untuk orang umum (awam). Segi-segi eksklusif tersebut misalnya menyangkut hal-hal yang bersifat "rahasia" yang bobot kerohaniannya berat, sehingga membuatnya sukar dimengerti.  Oleh sebab itu mengamalkan tarekat itu harus melalui guru (mursyid) dengan bai'at dan guru yang mengajarkannya harus mendapat ijazah, talqin dan wewenang dari guru tarekat sebelumnya. Seperti terlihat pada silsilah ulama sufi dari Rasulullah saw, sahabat, ulama sufi di dunia Islam sampai ke ulama sufi di Indonesia.

Pada dasarnya, tarekat dalam dunia tasawuf tidak terbatas jumlahnya, karena setiap manusia seharusnya mencari dan merintis jalannya sendiri sesuai dengan kemampuan ataupun taraf kesucian hatinya masing-masing. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika banyak dijumpai berbagai jenis tarekat dalam dunia tasawuf.

Pengertian tarekat menurut mitologi ialah : “jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang telah ditentukan dan dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dan dikerjakan oleh Sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai berantai”.

Dari Abu Al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani mengatakan : “kata Tariqat pada para sufi mutakhir dinisbatkan bagi sejumlah peribadi sufi yang bergabung dengan seorang guru( Syekh) dan tunduk dibawah aturan-aturan terperinci dengan jalan rohaniyah ,yang hidup secara kolektif secara zawiyah, ribath dan khanaqah, atau berkumpul secara periodic dalam acara-acara tertentu, serta mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun rohaniyah yang teratur”.

Adapun pengertian Tareqat Qodiriyah ialah : seperti yang telah dikatakan oleh Prof. Dr. Hamka, ”tharekat-tharekat itu berdiri sendiri, dibawah pimpinan syekh dan memakai nama dibangsakan kepada syekh-syekhnya itu. Yang sangat terkenal ialah tareqat Qodiriyah yang didirikan dan dibangsakan kepada sayyid Abdul Qodir Jailani di negeri Baghdad”.

Menurut Huston Smith dalam The Concise Encyclopedia of Islam, bahwa Syekh Abdul Qodir Jailani adalah peletak dasar-dasar tareqat Qodiriyah. Tareqat ini adalah yang pertama lahir dengan memiliki bentuk dan karakteristik tersendiri. Menurut keterangan lain bahwa tareqat ini lahir setelah wafatnya Syekh Abdul Qodir Jailani dan dibangun oleh orang-orang yang menganut dan meneruskan ajarannya.

Dengan kata lain dia tidak mendirikan tareqat Qodiriyah. Tareqat Qodiriyah bermula dari ribath dan madrasah Syekh Abdul Qodir Jailani, tempat dia menyampaikan ajaran-ajaran tasawufnya. Dia memimpin tempat tersebut sejak tahun 521 H hingga wafatnya tahun 561 H. Setelah itu ribath diteruskan kepemimpinannya oleh anak-anaknya kemudian dilanjutkan oleh murid-muridnya dengan zawiyah sebagai pusat kegiatannya, yaitu suatu tempat dimana para sufi melatih diri dalam bertasawuf. Dari zawiyah inilah tareqat Qodiriyah mengalami perkembangan pesat. Ditempat tersebut para murid mendapatkan ajaran dan pembinaan ruhani yang sesuai dengan ajarannya, bagi murid yang sudah tamat akan diberikan ijazah yang berupa Khirqah dengan melakukan janji untuk meneruskan ajarannya yang telah didapat. 
Bagi Syekh Abdul Qodir Jailani sendiri tentang perolehan khirqah tidak terlalu penting, pembentukan jiwa sufi lebih utama dan dianggap cukup. Murid-muridnya banyak memegan peran penting dalam penyebaran ajaran tasawufnya. Ada beberapa nama muridnya yang diketahui menyebarkan ajaranya yaitu : Muhammad ibn Abd al-Samad di Mesir, Muhammad al-Bata’ihi dan Taqiy al-Dina al-Yunini di Suriah, dan Ali al-Hadad di Yaman. Pada abad ke-15, tarekat ini masuk dan berkembang di anak benua India.

Perkembangan yang sama terjadi di Afrika Utara. Pada tahun 1550 M, tarekat ini tersebar di Afrika Timur. Pada abad ke-17, tarekat ini mulai masuk ke Turki. Penyebar didaerah ini bernama Ismail Rumi (wafat 1631 atau 1643 M), dia kira-kira mendirikan 40 pusat tarekat di Istambul dan sekitarnya. Tareqat Qodiriyah tersebar di Asia Kecil dan Eropa Timur, setelah beberapa desawarsa kemudian di Indonesia tareqat ini adalah yang pertamakali masuk menurut sumber-sumber yang ada di Indonesia. Orang yang pertama menganut tarekat Qodiriyah dari Indosesia ialah Hamzah Fansuri (wafat sekitar 1590 M) dia masuk tarekat Qodiriyah antara Baghdad dan Syahr-I Naw (Ayuthia, ibukota Muangrtai). Hamzah memperoleh ilmu Syekh Abdul Qodir Jailani melalui jalan ruhani.

Setelah Hamzah Fansuri tarekat ini berkembang di Aceh. Syekh Yusuf Makasari adalah orang yang masuk tarekat didaerah tersebut. Tarekat Qodiriyah di Aceh berhubungan dengan tarekat yang lahir di India (Gujarat) tarekat di Indonesia juga mendapat pengaruh dari Yaman.

Di Indonesia tarekat Qodiriyah bergabung dengan tarekat Naksabandiyah. Pengabungan kedua tarekat ini dilakukan oleh tokoh asal Indonesia, Ahmad Khatib ibn Abd Al-Ghaffar Sambas, yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad ke-19 berasal dari Kalimantan barat, akan tetapi meninggal di Mekkah tahun 1878 M.

Diantara murid-murid Ahmad Khatib ialah: Abd Al-Karim dari Banten, sebagai orang yang menyebarkan dan mempopulerkan tarekat Qodiriyah-Naqsabandiyah didaerah ini dan Syekh Tolhah dari Cirebon yang mempunyai murid bernama Abdullah Mubarak. Mengenai murid syekh Tholhah yang dikenal sebagai pendiri Pesantren Suryalaya ini, penulis buku tarekat Naqsabandiyah di Indonesia.

Martin Van Bruinessen mengatakan: “Khalifah dari Kiyai Tolhah Cirebon yang paling penting ialah Abdallah Mubarak, belakang dikenal sebagai Abah sepuh. Abdallah melakukan baiat ulang dengan Abd Karim Banten di Mekkah, dan pada tahun 1905 M mendirikan pesantren Suryalaya di Pangerageung, dekat Tasikmalaya (Jawa Barat).

Dibawah pimpinan putranya dan penerusnya Abah Anom (K.H. A. Shohibul wafa Tadjul Arifin) pesantren ini menjadi lebih terkenal secara nasional karena pengobatan yang dilakukan terhadap para korban Narkotika, penderita gangguan kejiwaan dan macam-macam penyakit lainya dengan mengamalkan dzikir tarekatnya.

Abah Anom banyak mendapatkan patronase dari para pejabat tinggi dari Golkar yang telah dimasukinya hamper sejak permulaan berdirinya organisasi tersebut. Khalifahnya ada diseluruh jawa di Singapura di Sumatra Timur, Kalimantan Barat dan Lombok.

Zikir kepada Allah dengan mengucap Laailaaha illallah, adalah amalan utama di Pondok Pesantren Suryalaya sejak masa Abah Sepuh hingga Abah Anom.

Zikir tersebut diamalkan setelah shalat wajib sebanyak 165 kali atau lebih, diluar shalat wajib.  Zikir tersebut tidak dilarang untuk diamalkan, bahkan dianjurkan. 

Zikir ini dinamakan Zikir Jahar, yakni zikir yang diucapkan dengan suara keras. Zikir yang lain yaitu Zikir Khafi, yaitu zikir yang dibaca dalam hati. Ini juga menjadi amalan pokok sebagai realisasi tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah.

Zikir pokok tarekat Qadiriyah yaitu membaca Istighfar paling sedikit dua kali atau dua puluh kali dengan lafadz Astaghfir Allah al-ghafur al-Rahim.
Kemudian membaca shalawat ummi sebanyak itu pula dengan lafadsz Allahuma shali’ala sayyidina Muhammad wa’ala alihi wa shahbihi wa sallim.

Setelah itu membaca La ilaha illallah seratus enampuluh kali setelah selesai shalat fardhu. Pengucapan lafadz Lailaha illallah memiliki cara tersendiri, yaitu kata la dibaca sambil dibayangkan dari pikiran ditarik dari pusat hingga otak, kemudian kata ilaha dibaca sambil menggerakkan kepala kesebelah kanan, lalu kata illallah dibaca dengan keras sambil dipukulkan kedalam sanubari, yaitu kebagian sebelah kiri.

Setelah selesai melakukan zikir itu lalu membaca Sayyidina Muhammad Rasul Allah Shalallah ‘alaihi wa sallam, lalu membaca shalawat Allahuma shalli’ala sayyidina Muhammad shalatan Tunjina biha min jami al-ahwal wa al-afat hingga akhirnya. Kemudian membaca surat Al-Fatihah ditujukan kepada Rasulullah SAW dan kepada seluruh Syekh-syekh tarekat Qadiriyah serta para pengikutnya juga seluruh oragn islam baik yang masih hidup maupun yang sudah mati.

Sebelum dan ketika melakukan zikir tersebut seorang murid membayangkan wajah guru (mursyid) didepanya dan limpahan karunia Allah kepada Nabi dan Syekh. Bagi setiap orang yang menganut tarekat Qadiriyah harus berpegang kepada akidah para sahabat, tabi’in dan tabi;it tabi;in yaitu yang disebut akidah al-salaf al-salih.

Berpedoman kepada Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW, agar dalam menjalani tarekat tidak tersesat.  Bagi pemula (mubtadi, agar memiliki sifat bersih hati, jernih muka, suka memberi kebajikan, menghapus kejahatan, sabar dalam kekafiran, menjaga kehormatan syekh, bergaul baik sesama ikhwan, memberi nasihat kepada orang kecil dan orang besar, menjauhi permusuhan dan berkorban dalam masalah agama dan dunia.

Selain persyaratan tersebut diatas, setiap orang yang hendak mengikuti tarekat Qadiriyah harus menjalani dua tahapan.

Pertama, yaitu tahap permulaan yang terdiri dari :

1. Mengikuti dan menerima bai’at guru sebagai pertemuan pertama antara guru dan murid.

2. Penyampaian wasiat oleh guru kepada Murid.

3. Pernyataan guru membay’at muridnya diterima menjadi murid dengan lafadz tertentu.

4. Pembacaan do’a oleh guru yang terdiri dari do’a umum dan do’a khusus.

5. Pemberian minum oleh guru kepada murid sambil dibacakan beberapa ayat Al-Quran.

Setelah pemberian minum tersebut, maka selesailah tahap permulaan. Dan dengan demikian maka resmilah seorang murid menjadi pengikut tarekat Qadiriyah.

Kedua, tahap perjalanan, maksudnya ialah tahap murid menuju Allah melalui bimbingan guru. Murid harus melalui tahap dalam waktu yang bertahun-tahun sebelum ia memperoleh karunia Allah yang dilimpahkan kepadanya. Selama perjalanan itu, murid masih menerima ilmu hakikat dari gurunya. Selain itu dia dituntut untuk berbakti kepadanya, dan menjauhi larangannya. Murid harus terus berjuang untuk melawan nafsunya dan melatih diri (mujahadah dan Riyadhah).

Apabila murid telah berhasil melalui tahapan tersebut, maka guru memberikan ijazah dan memberikan talqin tauhid kepada muridnya, dengan telah diterima ijazahnya maka murid menyandang gelar guru atau syekh dalam tarekat Qadiriyah.

Seorang murid yang telah menjadi syekh sudah tidak terikat lagi dengan gurunya, akan tetapi dia masih boleh untuk mengikutinya. Dan berdasarkan petuah Syekh Abdul Qodir Jailani bahwa murid yang telah menjadi syekh boleh mandiri dan yang menjadi walinya adalah Allah.

Mengenai corak tarekat Qodiriyah, Syekh Ali ibn al-Haiti ra. Memberikan komentar, ”Tarekat adalah tauhid semata dan pentauhidan diri serta menghadirkannya dalam segala sikap ubudiyah dengan melepaskan dari segala sesuatu dan untuk sesuatu”.

Selain itu syekh Abdi ibn Musafir ra. Juga memberikan komentar : ”Tarekatnya adalah kepasrahan kepada alur-alur takdir dengan keselarasan hati dan ruh, pernyataan lahir dan batin, dan pembersihan jiwa dari sifat-sifat kedirian (nafs) serta mengasingkannya dari memandang manfaat,  mudharat, kedekatan dan rasa jauh”.

Ajaran tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, ajaran utamanya zikir. Ajaran zikir menempati posisi sentral dalam keseluruhan doktrin tarekat, yang sumbernya sangat jelas dikemukakan dalam berbagai ayat-ayat al-Qur’an. Antara lain, bahwa orang-orang yang beriman diminta untuk selalu berzikir dengan sebanyak-banyaknya (QS. Al-Ahzab:41). Juga dinyatakan, dengan berzikir membuat hati tenang atau jiwanya tenteram (QS. Thaha:14).

Zikir kepada Allah tidak mengenal waktu, selamanya dan di mana saja selalu baik dan tetap dianjurkan. Bila seorang mukmin lupa kepada Allah maka Allah akan membuat dirinya lupa. Sebaliknya, dengan senantiasa mengingat Allah maka manusia akan dapat menginsafi bahwa kehidupannya berasal dari Allah dan kelak akan kembali kepada-Nya. Adapun praktek suluk yang dilakukan murid ketika masuk tarekat dimulai dengan prosesi bai’at, atau sering juga disebut talqin zikir.

Urutan ritualnya sebagai berikut :

a. Murid dan Mursyid sama-sama membaca : Bismillâhirrahmânirrahîm

b. Murid dan Mursyid sama-sama membaca : Allâhumma iftah lî futûh al-Ârifîn (7X)
c. Murid dan Mursyid sama-sama membaca : Alhamdulillâh wa al-shalât wa al-salâm ‘alâ habîbik al-adhîm habîb al-aliyyil adhîm Saayyidinâ Muhammad al-hâdî ilâ shirât al-mustaqîm d. Murid dan Mursyid sama-sama membaca: Allâhummashalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad wa ‘alâ alih wa sallim (2X)

e. Guru mengajarkan zikir, yang selanjutnya ditirukan oleh murid : Lâ ilâha illa Allâh (3X), Sayyidunâ Muhammadun Rasulullâh

f. Keduanya membaca shalawat munjiyat : Allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad shalâtan tunjînâ bihâ min jamî’ alahwâl wa al-‘âfât wa taqdhî lanâ bihâ jamî’ al-hâjat wa tuthahhirunâ bihâ min jamî’ al-sayyiât wa tarfa’unâ bihâ indaka a’lâ al-darajât wa tuballighunâ bihâ aqshâ al-ghâyât min jamî’ al-khairât fi al-hayât wa ba’d al-mamât

g. Guru membaca ayat : Innâ al-ladzîna yubâyi’unaka innamâ yubayi’unallâh yadullâhi fauqa aidîhim faman nakatsa fainnama yankutsu ‘alâ nafsih wa man ûfia bimâ ‘âhada alaihullâh fasayu’tîhi ajran ‘adhîmâ

h. Membaca Hadiah Al fatihah untuk Rasulullah saw dan kepada ahli silsilah Qadiriyah-Naqsyabandiyah khususnya Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan Sayyid Abu Qasim Junaid al-Baghdadi. Juga kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas dan Sayyid Abdul Karim Banten serta tempat guru mengambil ijazah

i. Guru men-tawajjuh-kan murid Setelah seorang murid mengikuti talqin ini maka secara resmi dia sudah menjadi pengikut tarekat. Selanjutnya dia mengamalkan ajaran-ajaran dalam tarekat tersebut, khususnya dalam tata cara dzikirnya.

Pertama-tama seorang zâkir harus membaca istighfâr (
Astaghfir Allah al-ghafur al-Rahim) sebanyak 3X, kemudian membaca shalawât ummi (Allahuma shali’ala sayyidina Muhammad wa’ala alihi wa shahbihi wa sallim) 3X, baru kemudian mengucapkan zikir dengan mata terpejam agar lebih bisa menghayati arti dan makna kalimat yang diucapkan yaitu lâ ilâha illa Allâh.

Tekniknya, mengucap kata la dengan panjang, dengan menariknya dari bawah pusat ke arah otak melalui kening tempat diantara dua alis, seolah-olah menggoreskan garis lurus dari bawah pusat ke ubun-ubun, suatu garis keemasan kalimat tauhid.

Selanjutnya mengucapkan ílâha seraya menarik garis lurus dari otak ke arah kanan atas susu kanan dan menghantamkan kalimat illa Allâh ke dalam hati sanubari yang ada di bawah susu kiri dengan sekuat-kuatnya.

Ini dimaksudkan agar lebih menggetarkan hati sanubari dan membakar nafsu-nafsu jahat yang dikendalikan oleh syetan. Selain dengan metode gerakan tersebut, praktek zikir di sini juga dilaksanakan dengan ritme dan irama tertentu. Yaitu mengucapkan kalimat lâ, ilâha, illa Allâh, dan mengulanginya 3X secara pelan-pelan.

Masing-masing diikuti dengan penghayatan makna kalimat nafy isbat itu, yaitu lâ ma’buda illa Allâh (tidak ada yang berhak disembah selain Allah), lâ maqsuda illa Allâh (tidak ada tempat yang dituju selainAllah), dan lâ maujuda illa Allâh (tidak ada yang maujud selain Allah).

Setelah pengulangan ketiga, zikir dilaksanakan dengan nada yang lebih tinggi dan dengan ritme yang lbih cepat. Semakin bertambah banyak bilangan zikir dan semakin lama, nada dan ritmenya semakin tinggi agar “kefanaan” semakin cepat diperoleh. Setelah sampai hitungan 165 X zikir dihentikan, dan langsung diikuti dengan ucapan Sayyidunâ Muhammadur Rasulullâh shallallâhu ‘alaih wa sallam. Demikian teknik yang dilakukan, seterusnya setiap kali usai shalat maktubat¸ kewajiban zikir 165 X ini menjadi baku bagi murid yang sudah bai’at.

Jadi zikir pertama yang diamalkan murid adalah zikir nafy isbât, dengan suara jahr (dzikir suara keras), inilah yang merupakan inti ajaran Qadiriyah. Setelah itu, murid dapat melangkah kepada model zikir berikutnya yaitu ism dzat, yang lebih menekankan pada zikir sir dan terpusat pada beberapa “Lathifah”.

Nama Latifah tempat Berhubungan dengan Anggota Badan Sifat Kejahatan Sifat Kebaikan adalah :

Nama Latifah tempat Berhubungan dengan Anggota Badan Sifat Kejahatan Sifat Kebaikan adalah :

1. Qalbi, 2 jari di bawah susu kiri Jantung Hawa nafsu, cinta dunia, sifat iblis dan syaithan. Iman, Islam, Tauhid, ma’rifat, sifat Malaikat.

2. Ruh, 2 jari di bawah susu kanan Paru paru Loba (tamak) dan rakus Qana’ah (menerima apa adanya)

3. Sirr, 2 jari di atas susu kiri Hati kasar Pemarah dan dendam Pengasih, penyayang, lemah lembut

4. Khafi, 2 jari di atas susu kanan Limpa Hasad (dengki) dan Munafik Syukur, ridha, sabar, dan tawakkal

5. Akhfa, Di tengah tengah dada Empedu Riya’, takabbur, ujub, dan sum’ah Ikhlas, khusyu’, tadlarru’ (rendah hati)

6. Nafs Natqiyah, Di antara 2 kening Otak Jasmani Banyak kayalan, dan angan-angan Jiwa tenteram dan tenang pikiran

7. Kullu, Jasad Seluruh tubuh Seluruh anggota badan Jahil, lalai, lupa, lengah.


Untuk lebih jelasnya ajaran tentang pengisian “lathifah” tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut:

 
Bertambah ilmu dan amal Dapat dilihat dari tabel di atas beberapa sifat yang harus dihilangkan dalam diri seorang murid, dengan melalui zikir yang harus terisi dalam “lathifah” yang berjumlah 7 “lathifah” tersebut, untuk mencapai sifat-sifat yang terpuji. Sementara zikir yang harus dilakukan oleh seorang murid adalah sangat tergantung kepada kondisi batin seorang murid, berapa kali mereka akan berzikir, dan untuk menilai kemampuan murid dalam jumlah yang harus dibebankannya adalah sang guru dapat menilainya melalui “indera keenam”. Selain zikir sebagai ajaran khusus, tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah tetap sangat menekankan keselarasan pengamalan trilogi Islam, Iman, dan Ihsan, atau yang lebih akrab lagi dengan istilah syari’at, tarekat, dan hakekat. 

Dalam konteks ini pengamalan dalam tarekat hakekatnya tidak jauh berbeda dengan kalangan Islam lain. Semuanya dimaksudkan untuk dapat mengimplementasikan Islam secara kâffah, tidak saja dimensi lahir tetapi juga dimensi batin. 

Ajengan Pangersa Aa Cimaung Wakil Talqin penulis Yang Berada di Purwakarta (Yayasan Cermin Hati)

Adapun pokok-pokok ajaran Tarekat Qadiriyah yaitu ada lima macam :
-    Pertama Tinggi cita-cita.
-    Kedua Memelihara kehormatan.
-    Ketiga Memelihara nikmat.
-    Keempat Melaksanakan maksud.
-    Kelima Mengagungkan nikmat.

Salam Santun. Semoga bermanfaat.

Jika anda anda ingin menjadi Ikhwan Tarekat ini silahkan menghubungi wakil Talqin di Kota Anda.