Menurut Al Ghazali adalah penyaksian (musyahadah) secara langsung. Pencerahan adalah kasyaf, terbukanya tabir, berhadap-hadapan antara Ruh yang berasal dari Cahaya Allah dengan Cahaya Allah. Melalui cahaya ini orang-orang arif melakukan pendakian, mi’raj. Cahaya Allah akan senantiasa menyejukkan bathin kita. Cahaya itu akan membimbing serta memberikan petunjuk kepada kita untuk mendaki, naik ke tingkat demi tingkat berikutnya sampai kita mendapatkan harta yang luar biasa, mutiara yang tidak ada bandingnya di dalam bathin kita.
Perhatikan Firman Allah :
1. Surat Al Balad ayat 10-12 : Dan kami tunjukkan kepadanya dua jalan, akan tetapi dia tidak mau menempuh jalan yang mendaki. Tahukah kamu jalan yang mendaki itu.
2. Surat Al Insiqaaq ayat 19 : Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat.
3. Surat An Nuur ayat 35 : Cahaya diatas Cahaya, Tuhan akan membimbing dengan Cahaya-Nya kepada yang Dia kehendaki.
Selanjutnya berpulang kepada diri kita masing-masing, apakah ingin naik tingkat atau tidak. Apakah kita ingin menyempurnakan keberagamaan kita? Bila ingin, ya kita harus mengikuti jejak Rosulullah saw sewaktu di gua Hira atau mengikuti jejak para Sufi untuk mempelajari tasawuf.
Di dunia ini, jarang sekali orang yang mau mempelajari tasawuf, tidak ada paksaan dalam ajaran Islam. Seharusnya tasawuf di ajarkan sejak dini, agar perilaku para remaja terkendali…
Untuk mempelajari tasawuf apakah perlu dibai’at oleh seorang guru? Apakah Rosulullah pernah dibai’at oleh seorang guru? Apakah Rosulullah memiliki Guru Mursid? Tidak ada seorangpun manusia yang pernah menjadi guru Rosulullah. Karena hati beliau bersih, bahkan dada beliau pernah dibelah kemudian hati beliau dicuci bersih oleh Malaikat Jibril, maka beliau bisa mendapat petunjuk langsung dari Allah. Beliau tidak pernah dibai’at oleh siapapun. Allah-lah Maha Guru Sejati Rosulullah yang telah membai’at Rosulullah.
Allah telah membai’at kita semua ketika masih di alam arwah. Allah berfirman : Bukankah Aku Tuhan-mu. Para Ruh menjawab : Benar kami bersaksi ~ (Al A’raf 7 :172).
Kata Rosulullah kita harus berpegang pada Al Qur’an dan Sunnah.
Apakah kita masih belum percaya kepada Rosulullah, sehingga kita harus berpegang pada guru mursid?
Allah pun berfirman : Katakanlah : jika kamu mencintai Allah ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mencintaimu dan juga mengampuni dosa-dosa kamu, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ~ (ALI IMRAN 3 : 31)
Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu berkata kepada manusia : Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah … ~ (ALI IMRAN 3 : 79)
Sabda Rosulullah saw : Apabila khalifah tidak ada, maka menghindarlah, dan tidak ada kewajiban bai’at bagi kaum muslimin, tinggalkan semua golongan yang ada.
Mintalah fatwa pada hati-nuranimu sendiri setelah orang lain memberimu fatwa.
Berarti bukan membuat dewan imamah palsu seperti halnya Islam Jamaah atau berupa bai’at-bai’at tarekat-tasawuf pada masa kini, itu semua tanpa dasar baik dari Kitabullah maupun dari Sunnah Rosulullah.
Apakah kita masih ingin dibai’at oleh seorang guru yang disebut guru mursid? Apakah pegangan kita harus beralih kepada guru mursid? Pada umumnya setelah kita dibai’at oleh seorang guru yang menamakan dirinya guru mursid, kita harus selalu patuh kepadanya.
Akibatnya muncul iman taklid dan panatisme yang berlebihan kepada guru tersebut. Kemudian beranggapan bahwa seolah-olah hanya ajaran gurunya saja yang paling benar. Pola pikir menjadi terpasung… Tidak berkembang. Kita lupa bahwa murid bisa berkembang jadi presiden. Apa yang diperintahkan guru segera dikerjakan tanpa dicerna lagi… Para murid yang dibai’at lupa bahwa guru mursid juga manusia biasa yang darahnya masih merah, masih mempunyai hawa nafsu.
Imam Al Ghazali tidak menghendaki kita taklid dan dogmatis… Karena beliau adalah orang yang sangat kritis. Beliau dikenal sebagai Hujatul Islam melalui bukunya : IHYA ULUMUDDIN. Lalu apakah Al Ghazali membai’at murid-muridnya? Bagaimana bila kita tidak pernah berjumpa dengan guru mursid?
Kini abad IPTEK. Bukalah internet untuk menambah wawasan tentang tasawuf. Kita tidak usah takut untuk berlatih dzikir–meditasi sendiri agar kita bisa mencapai tingkatan ikhsan…!!! Ingat Guru Sejati ada di dalam diri…!!!! Dia adalah Allah yang telah membai’at kita ketika masih di alam arwah dan Allah-lah yang akan membimbing perjalanan Ruh kita dengan Cahayanya menuju CahayaNya, bukan manusia (An Nuur 24 : 35)…!!! Ingat : laa ilaaha illallaah adalah benteng Ku, barang siapa yang memasukinya, maka dia berada dalam perlindungan-Ku ~ (Hadits Qudsi)
Islam itu dinamis tidak taklid dan tidak dogmatis :
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang MahaPemurah, yang mengajarkan manusia melalui kalam. Dia mengajarkan manusia apa-apa yang tidak diketahuinya ~ (Al Allaq 96 : 1-5)
Bertakwalah kalian kepada Allah dan Allah akan mengajari kalian …~ (Al Baqarah 2 : 282). Allah Guru Sejati…
Allah akan membimbing dengan Cahaya-nya kepada Cahaya-Nya bagi yang dikehendaki-Nya (An Nuur 24 : 35). Allah Guru Sejati...
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal ~ (Ali Imran 3 : 190)
Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya ~ (Yunus 10 : 100)
Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berpengetahuan jika kamu tidak mengetahui ~ (An Nahl 16 : 89)
Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang berusaha melakukan perubahan ~ (Ar Rad 12 : 11)
Ilmu Allah sangatlah luas, seperti samudera tanpa batas, tak mungkin kita bisa mempelajari semuanya. Kadang-kadang semakin banyak apa yang kita pelajari, ego kita menjadi semakin tinggi, sehingga kita menjadi semakin menjauh dari Tuhan. Oleh karena itu bukan seberapa banyak apa yang harus kita pelajari, namun seberapa dekat kita kepada Tuhan.
Selama ini ego kita yang ngoceh terus memohon kepada Tuhan, tanpa sedikitpun memberi kesempatan untuk mendengarkan Shabda Tuhan, apa kehendakNya untuk kita. Kita harus yakin bahwa Tuhan akan memberikan apa yang terbaik untuk kita di dunia ini. Oleh karena itu alangkah dungunya kita, kalau kita hanya merengek-rengek terus minta duniawi tanpa mau mendengarkan Shabda Tuhan.
Shabda Tuhan adalah hening, dalam hening Dia datang menampakkan CahayaNya, serta dengan lembut Dia menyapa hambanya. Dalam hening dengarkan Shabdanya melalui telinga bathin. Justru inilah harta yang amat sangat berharga bagi kita, bukan harta duniawi, namun perjumpaan denganNYA.
Kata Rosulullah, pembersih hati adalah Dzikir dan jalan terdekat menuju kepada Allah adalah dzikir. Bila hati bersih pintu hati akan terbuka lebar, jalan menuju Allah bebas hambatan. Oleh karena itu mulai sekarang kita harus belajar berdzikir secara bertahap. Sebaiknya dilakukan setelah selesai sholat apa saja agar suasana sakral, suasana religiusnya terbina tahap demi tahap.
Putarkan kaset musik lembut sebagai pembatas waktu serta wangi-wangian atau dupa wangi untuk membantu menentramkan suasana hati kita yang sedang kalut.
Duduklah dengan santai di atas kursi atau duduk bersila di atas lantai dengan alas yang empuk. Duduk setegak mungkin tapi harus santai, jangan dipaksakan. Usahakan agar posisi kepala, tulang punggung sampai tulang ekor berada dalam satu garis lurus. Kedua telapak tangan berada di atas paha.
Santai,senyum dan pasrah sebagai langkah awal dari relaksasi.
Agar perhatian kita tidak bercabang-cabang, maka mata harus dipejamkan. Niatkan dalam hati untuk memusatkan perhatian ke satu titik di kening di antara kedua alis mata atau membayangkan lafad Allah, atau bayangkan wajah ibu kita, atau bayangkan wajah kita sendiri, hanya niat saja, tanpa harus memaksakan diri. Semakin dipaksa kerja otak akan semakin giat. Biarkan seperti air mengalir. Biarkan apa adanya. Setiap pikiran yang berkelebat jangan dianalisa, namun harus kita sadari agar kita segera kembali ke titik semula. Lambat laun pun akan terjadi relaksasi secara alami. Santai, senyum dan pasrahkan semuanya kepada Allah.
Ujung lidah dilipat ke atas menyentuh langit-langit yang artinya dengan ujung lidah kita mengukir asma Allah pada langit-langit. Bila suatu saat nanti kita sudah tidak sanggup lagi untuk mengucapkan Asma Allah, maka cukup dengan menempelkan ujung lidah pada ukiran tersebut, berarti kita eling, ingat kepada Allah, maka kita mati dalam keadaan muslim…mati dalam keadaan berserah diri.
Bacalah buku RAIHLAH HAKIKAT, JANGAN ABAIKAN SYARIAT terjemahan Wahyuddin dari Syeikh Abdul Qadir Jaelani : Adab as-Suluk wa at-Tawashshul ila Manazil al Muluk., di halaman terakhir..! Diceriterakan bahwa pada saat menjelang maut, ujung lidah Syeikh Abdul Qadir Jaelani dilipat ke atas menyentuh langit-langit mengucapkan ALLAH HU… ALLAH HU … kemudian beliau wafat, sebagai muslim.
Ujung lidah tersebut akan memberikan rangsangan ke langit-langit diteruskan ke otak, ke kelenjar hypofisis, hypothalamus, thalamus dan kelenjar pineal. Hypofisis akan mengeluarkan hormon pertumbuhan untuk regenerasi sel-sel tubuh kita, daya kekebalan tubuh kita meningkat, dan sel anti kanker meningkat, sehingga tubuh kita menjadi sehat. Selain itu otak pun akan mengeluarkan hormon Endomorpin dan Melatonin yang akan mencapai kadar optimalnya pada saat puncak dzikir-meditasi, sehingga terjadi ekstase, otot-ototnya rileks, hatinya tenang dan tentram.
Bila otaknya direkam maka akan muncul gelombang Alpa kemudian pada puncak meditasi muncul gelombang Theta, dengan frekwensi 4–7 Hz.
Karena pengaruh Endomorpin pembuluh darah melebar, sirkulasi darah ke otak lancar, nutrisi dan oksigenisasi ke otak meningkat, sehingga sel otak yang aktif pun meningkat. Secara alami kita menjadi manusia yang cerdas lahir dan bathin. Kecerdasan Emosional dan kecerdasan Spiritualnya meningkat. Ini luar biasa.
Pada saat menahan nafas, penyerapan oksigen menjadi optimal, sehingga proses metabolisme di dalam tubuh meningkat, terjadilah reaksi kimia berantai di dalam tubuh sehingga aktifitas elektron meningkat yang akan menimbulkan gelombang elektromagnetik disekeliling tubuh kita. Bila saat meditasi gelombang elektromagnet ini direkam dengan alat photo Kirlian yang sudah dimodifikasi maka akan terekam cahaya aura, diawali cahaya merah, kuning, hijau, biru, ungu dan pada saat puncak meditasi akan muncul cahaya putih di sekeliling tubuh kita.
Kata Jalaluddin Rumi, apapun agamanya hasil akhir dari keimanan sama
Perhatikan Firman Allah :
Apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya, Aku tiupkan Ruh-Ku kepadanya ~ (AL HIJR 15 : 29)
RUH berasal dari CAHAYA ALLAH. RUH berasal dari DZAT YANG MAHA SUCI. Oleh karena itu RUH tetap SUCI tidak akan pernah kena polusi duniawi. Oleh karena Ruh tetap suci maka Ruh bisa berkomunikasi dengan Tuhan, bukan jasmaninya. Berarti Cahaya dengan Cahaya saling berkomunikasi.
Sesuai dengan Hadits Rosulullah : Mengenal Tuhan harus melalui Tuhan.
Ruh masuk kedalam jasmani manusia sambil membawa amanah :
Sesungguhnya telah kami tawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, akan tetapi mereka semua enggan memikulnya, karena takut menghianatinya, namun manusia bersedia memikulnya, karena manusia sungguh zalim dan bodoh ~ (AL AHZAB 33 : 72)
Semua JIWA-RUH sebelum dihembuskan kedalam jasmani Allah telah memberinya amanah, dibai’at dengan syahadat agar NAFSU-nya terkendali. Setelah di dunia amanah tersebut dilalaikan, karena ada nafsu. Oleh karena itu manusia disebut insan yang artinya lalai.
Wa iz akhaza Robbuka min bani adama min zuhurihim zurriyyatahum wa asyhadahum ala anfusihim alastu birobbikum, qolu bala syahidna.
Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap mereka (dan berfirman) : Bukankah AKU TUHANMU? Semua jiwa (ANFUSIHIM) menjawab benar kami bersaksi (Surat AL A’RAAF 7 : 172).
ANFUSIHIM bentuk jamak dari NAFS, dimana NAFS ini ada yang mengartikan NAFSU atau EGO, ada yang mentafsirkan JIWA dan ada juga yang mentafsirkan sebagai RUH. Kata NAFS (ANFUSIHIM) dalam Surat AL A’RAAF 7 : 172 akan lebih pas bila ditafsirkan sebagai NAFSU. Karena Ruh tetap suci, maka secara logika yang diberi amanah, yang dibai’at dengan syahadat itu NAFSUNYA, agar NAFSUNYA TERKENDALI, bukan jasmaninya dan bukan pula Ruhnya.
Ketika masih di dalam kandungan, kita sudah hidup karena sudah diberi Ruh, tapi belum bernafas…nafsunya belum muncul. Setelah lahir kedunia baru kita bernafas yang keluar masuk melalui lubang hidung. NAFAS berasal dari kata NAFS, artinya NAFSU yang bisa dikendalikan dengan cara MENGATUR PERNAFASAN melalui DZIKIR QOLBU, sehingga KESADARAN RUHNYA bangkit mengendalikan NAFSU.
Kesadaran Ruh adalah kesadaran sejati… Agar kesadaran Ruh kita bangkit maka jasmani harus “dimatikan”, kerja otak harus dihentikan, otak harus berhenti berfikir. Ego kita harus dimatikan sehingga kesadaran Ruhnya bangkit untuk berkomunikasi dengan Allah dengan cara DZIKIR-MEDITASI. Hening, tanpa suara, tanpa kata-kata, karena yang bisa berkomunikasi serta yang akan kembali kepada Tuhan adalah Ruh. Oleh karena itu hati harus bersih dari segala macam nafsu. Petunjuk dari Allah datangnya ke hati, bukan ke otak…
Jangan terpesona pada suara-suara yang lewat telinga, itu bisikan syaitan. Bila mendengar bisikan atau suara lewat telinga kita mohon di dalam hati kepada Allah : Yaa Allah hamba mohon mujizatnya dua kalimah syahadat, sambil menahan nafas baca dalam hati dua kalimah syahadat, melalui imaginasi tiupkan ke telinga kita yang menerima bisikan.
Pada saat Rosulullah pertama kali menerima Firman Allah, beliau menggigil ketakutan karena mendengar suara yang menakutkan, bumi terasa berguncang. Ketika menerima Firman-firman Allah berikutnya, beliau sudah terbiasa, suara yang terdengar pun bervariasi, suatu ketika berdengung seperti suara lebah, kadang-kadang seperti suara lonceng, suara seruling, musik surgawi yang merdu. Setelah mendengar suara-suara tersebut Rosulullah merasa bahwa Firman itu sudah ada di dalam qolbunya. Dengan demikian sesungguhnya Al Qur’an sudah terprogram dalam hati kita masing-masing. Itulah Al Qur’an sejati yang ada di dalam diri.
Perhatikan beberapa Firman Allah :
Dialah Jibril yang telah menurunkan Al Qur’an ke dalam qolbumu atas izin Allah ~ (AL BAQARAH 2 : 97)
(Al Qur’an) ini adalah ayat-ayat yang nyata di dalam hati orang-orang yang diberi ilmu dan hanya orang-orang durjana yang mengingkari ayat-ayat Kami ~ (AL ANKABUT 29 : 49 .)
Dia (Allah) akan memberi petunjuk kepada Hatinya ~ (AT-TAGABUN 64 : 11)
Sesungguhnya Al Qur’an yang mulia berada pada kitab yang terpelihara dan tidak tersentuh kecuali oleh mereka yang di sucikan ~ (AL WAQI’AH 56 : 77-78)
Oleh karena itu Rosulullah bersabda :
Belajarlah sampai ke negeri CINA,
Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam dirimu,
Apa yang dimaksud kitab yang kekal yang berada di dalam dirimu?
Itulah Al Qur’an yang mulia, Al Qur’an sejati yang ada di dalam diri.
Kenapa Rosulullah saw menganjurkan belajar ke negeri Cina? Kenapa bukan ke negeri Arab? Ada apa di negeri Cina? Di negeri Cina ada tata cara dzikir-meditasi… Konon kabarnya Rosulullah SAW. pernah berniaga ke wilayah Timur dan membawa SUTRA dari Timur. Secara logika penghasil sutra di wilayah Timur adalah Negara CINA. Bukan suatu hal yang mustahil bila Allah menghendaki, Rosulullah saw dipertemukan dengan TOKOH SPIRITUAL CINA yang mengajarkan meditasi kepada Rosulullah SAW, kemudian beliau melakukannya di GUHA HIRO. Konon kabarnya Rosulullah saw meditasi di Guha Hiro selama 40 malam berturut-turut, sampai turun WAHYU pertama.
Menurut Al Ghazali dan Ibnu Arabi : Barang siapa mengenal dirinya maka dia mengenal Tuhannya. Barang siapa mengenal Tuhannya maka dia merasa dirinya bodoh. Barang siapa mencari Tuhan keluar dari dirinya maka dia akan tersesat semakin jauh…
Walaupun ini bukan Hadits Rosulullah, namun sangat populer di kalangan para sufi! Faktanya memang Allah tidak ada di Mekah.
Apakah Tuhan ada di Mekah ataukah di Cina? Tidak ada satu ayatpun yang mengatakan Allah ada di Mekah atau di Cina!
Perhatikan firman-firman ALLAH :
Katakanlah bahwa Aku dekat ~ (AL BAQARAH 2 : 186 ).
Lebih dekat Aku dari pada urat leher ~ (AL QAF 50 : 16).
Akan Kami perlihatkan kepada mereka, tanda-tanda Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka ~ (FUSHSHILAT 41 : 53)
Dzat Allah meliputi segala sesuatu ~ (FUSHSHILAT 41 : 54)
Dia bersamamu dimanapun kamu berada ~ (AL HADID 57 : 4)
Kami telah mengutus seorang utusan dalam diri-mu ~ (AT TAUBAH 9 : 128)
Di dalam dirimu apakah engkau tidak memperhatikan ~ (AZZARIYAT 51 : 21)
Tuhan menempatkan diri antara manusia dengan Qolbunya ~ (AL ANFAL 8:24)
Sesuai Hadits Qudsi : Dalam dada ada kolbu, di dalam kolbu ada fuad, di dalam fuad ada syagofa, di dalamnya ada Sir, di dalam Sir ada AKU…
Oleh karena itu wajarlah bila AL GHAZALI serta para sufi tidak menganjurkan mencari Tuhan ke Mekah, tapi mencari Tuhan ke dalam diri, agar tidak tersesat.
Kenyataannya memang benar bahwa perjalanan mencari dan mengenal Allah bukan perjalanan ke Masjidil Harom, bukan pula ke Mekah, namun perjalanan dari alam lahiriyah ke alam bathiniyah, perjalanan yang transendental, perjalanan yang tidak masuk akal.
Ingat bahwa Hadist mulai dipermasalahkan setelah 100 tahun Rosulullah wafat, melalui perdebatan panjang antar kelompok kepentingan, mungkin wajar bila ada Hadits yang sengaja dihilangkan! Who know gitu loh...!?
Menurut Charan Singh yang beragama Hindu :
Untuk bertemu dengan Tuhan, kita harus bisa mati selagi hidup. Kita harus meditasi, yaitu hening, mengosongkan pikiran, menghampakan tubuh dan membawa aliran jiwa atau ruh ke suatu titik diantara dan dibelakang mata, yang disebut mata ke tiga, sambil dalam hati mengulang-ngulang nama Tuhan.
Dengan meditasi kita menyatukan jiwa atau ruh dengan kekuatan Cahaya dan Suara di dalam. Hanya dengan memusatkan perhatian kita ke mata ketiga itu sajalah kita bisa mendengar suara di dalam. Suara di dalam itulah yang akan menarik kita naik ke dalam cahaya. Yang dimaksud mata ketiga adalah pusat pikiran dan jiwa atau ruh dalam keadaan sadar, terletak ditengah-tengah dahi diantara kedua alis mata, lebih tepatnya lagi, kira-kira satu setengah inci dari pusat itu ke arah dalam.
Selama kita masih belum menarik kesadaran kita ke pusat mata ketiga dan menghubungkannya dengan Ruh, dengan Sumber Suara, Sumber Firman di dalam, kita tidak dapat mati selagi hidup. Proses kematian pun seperti itu, ruh kita akan tertarik naik mulai dari telapak kaki ke pusat mata ketiga. Perbedaan penting adalah pada mati selagi hidup hubungan ruh dengan tubuh tidak terputus. Setelah mencapai mata ketiga maka perjalanan ruh yang sesungguhnya akan dimulai.
Bila seluruh kesadaran telah meninggalkan tubuh bagian bawah dan kita telah melewati mata ke tiga, maka ruh kita akan keluar dari tubuh jasmani dan memasuki alam astral, Out Of Body Experience (OOBE). Tanpa mati selagi hidup, tanpa meditasi kita tidak bisa masuk ke dalam untuk berjumpa dengan Tuhan, Guru Sejati kita. Satu-satunya jalan untuk mencapai Guru Sejati adalah melalui meditasi.
Tujuan meditasi adalah untuk memperoleh ketenangan serta perasaan cinta kasih di dalam hati. Ketenangan baru diperoleh bila semua penutup telah disingkirkan dari jiwa, maka jiwa pun menjadi bersinar dan menjadi murni, sehingga layak untuk bersatu dengan Tuhan.
Meditasi adalah do’a tanpa kata-kata. Do’a dengan kata-kata adalah sarana menuju meditasi. Dengan meditasi kita berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan tanpa pamrih, berserah diri secara sempurna. Meditasi adalah do’a yang sesungguhnya, do’a yang terbaik, yang amat sangat menyenangkan Tuhan, yang akan diterima Tuhan, karena Ruh kita ingin kembali bersatu dengan-Nya.
Pada puncak meditasi akan dicapai suatu kondisi “trance” mistik. Suatu tingkatan kenikmatan dimana kesadaran akan dunia materi hilang. Keheningan yang sangat dalam. Kondisi seperti itulah yang disebut samadhi, akhirnya mencapai Yoga, artinya penyatuan, manunggal, dimana ruh kita memasuki alam ghoib.
Istilah SAMADHI menurut AL GHAZALI adalah mencapai tahap fana dan kasyaf. Fana artinya lebur dan larut. Kata Al Hallaj bagaikan anggur tercampur air murni. Sedangkan kasyaf artinya terbukanya hijab atau tabir. Dalam hal ini pandangan mata bathin kita, mata hati kita, mata kebijaksanaan kita akan menjadi tajam.
Mulai hari ini Aku buka tabir yang menutupi matamu, maka pandangan matamu menjadi tajam ~ (Al Qaaf 50 : 22)
Menurut Suma Ching Hai yang beragama Budha :
Walaupun pada awalnya berbeda-beda namun untuk mencapai puncak pencerahan Ruhani hanya ada satu jalan yaitu melalui kontemplasi pada Cahaya dan Shabda yaitu Getaran di dalam. Sehingga kita bisa melakukan kontak dengan Ruh, dimana Ruh ini merupakan manifestasi dari Cahaya dan Getaran Suci. Inilah yang disebut metode Kuan Yin. Metode ini adalah metode pendengaran dan penglihatan ruhani, metode transendental (tak terjangkau akal) yang tidak dapat diuraikan melalui bahasa manusia. Semua ditransmisikan dalam keheningan.
Shabda, Firman atau Logos tersebut merupakan musik surgawi, merupakan bahasa dari Cinta Kasih Universal dan Kecerdasan Agung. Semua ajaran berasal dari Suara Hening ini, semua bahasa berasal dari bahasa Universal ini. Melodi surgawi ini dapat menyembuhkan semua luka, serta dapat memenuhi dan memuaskan semua dahaga duniawi. Suara inipun dapat membersihkan kita dari semua dosa-dosa dan membawa kita ke Sumber Asalnya.
Jalaluddin Rumi Sufi besar dari Persia menulis sebagai berikut : Bila makrifat kepada Dzat ingin kau dapat, lepas aksara, galilah makna. Katupkan bibirmu, tutup matamu, sumbat telingamu. Tertawakan aku manakala engkau tidak melihat Rahasia Yang Maha Benar.
Dengan demikian secara tidak langsung Rumi mengajak kita untuk bertafakur, mengajak kita untuk bermeditasi, mengajak kita untuk menyelam lebih dalam sampai ke dasar samudera makrifat, untuk mendapatkan mutiaranya. Mencari Dia Yang Sejati. Dia Yang Berdiri Dengan Sendirinya tanpa penolong. Belum ada apa-apa disampingnya. Belum ada nada, belum ada suara yang bisa kita dengar, belum ada aksara, belum ada Kitab apapun, belum ada Zabur, Taurat, Injil maupun Al Qur’an dan Hadits. Dia wajib adanya, tapi bisa juga mungkin adanya. Dia berada dalam kekosongan, kehampaan, kesunyatan, keheningan.
Tutup semua kitab, buka mata hati… Hening, dalam keheningan rasakan keberadaan-Nya dengan Nurani yang bening, dalam hening dengarkan Shabda-Nya, dengarkan Firman-Nya dengan telinga bathin.
Rumi mengisyaratkan agar kita tidak terpaku pada aksara. Al Kitab ibarat perahu yang membawa kita ke tengah Samudera Ahadiyah, Samudera Ketuhanan, bila kita ingin mendapatkan mutiaranya maka mau tidak mau kita harus menyelam, menyelam ke dalam qolbu, mencari dan mengenal Rumah Tuhan yang sejati, mencari Dia Yang Sejati,
Barang siapa mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhan-nya. Barang siapa mengenal Tuhannya maka dia merasa dirinya bodoh. Barang siapa mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri, maka dia akan tersesat semakin jauh.!
Rumi pun menulis sebagai berikut :
Salib dan Orang Kristen, dari ujung ke ujung ku periksa :
Dia tidak ada lagi di salib.
Aku pergi ke rumah berhala, ke pagoda tua; tiada tanda apapun di sana.
Aku pergi ke bukit Herat dan Kandahar; ku pandang :
Dia tidak ada di bukit maupun di lembahnya.
Dengan niat kuat ku beranikan diri ke puncak gunung Qaf;
Di tempat itu hanya ada tempat tinggal burung “Anqa”
Aku pun mengubah pencarianku ke Ka’bah;
Dia tidak berada di tempat kaum muda dan tua.
Aku bertanya kepada Ibnu Sina tentang-Nya;
Dia ternyata di luar jangkauannya.
Ku beranikan diri menuju ke “jarak dua busur”;
Dia pun tidak ada di ruang agung itu.
Aku menatap hatiku sendiri; disana kulihat Dia,
Dia tidak berada di tempat lain.
Pada bagian lain Rumi menulis sebagai berikut :
Jauh di dalam qolbu ada Cahaya Surga
marak menerangi paras lautan tanpa suara yang tiada batas.
Oh, bahagianya mereka yang menemukannya dalam tawakal,
Rupa segala yang dipuja setiap insan...dst
Sia-sialah kita mencari dengan nafsu tak terjinakan
untuk sampai pada visi Satu Jiwa Abadi
Cinta, hanya cinta yang dapat membunuh apa yang tampaknya telah mati,
ular nafsu yang telah membeku,
Hanya cinta, lewat air mata doa dan nyala rindu,
Terungkaplah pengetahuan yang tak pernah dapat di sekolah,
Semua menuju ke satu tujuan dalam Tuhan.
Pada bagian akhir dari puisi ini Rumi menulis :
Ketika kebenaran bersinar, tiada kata dan cerita yang dapat terucap
Kini dengarkan Suara di dalam hatimu.
Selamat berpisah
Selamat berpisah adalah ucapan selamat atas berpisahnya ruh dari jasad.
Dengan demikian sesungguhnya Rumi pun mengisyaratkan kepada kita untuk bisa mati sebelum mati melalui meditasi Cahaya dan Shabda. Meditasi untuk melihat Cahaya dan mendengarkan Shabda Tuhan di dalam Qolbu.
Karena di dalam kolbu ada AKU sebagai sumber Shabda, sebagai sumber Firman, sebagai Sumber Al Qur’an tanpa tulis.
Ingat baik-baik, petunjuk dari Alah itu ke hati bukan melalui telinga. Petunjuk itu dari AKU kepada AKU.
1 Komentar
Nuwun...
BalasHapus