1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling, mereka mengikuti majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemui majelis yang didalamnya ada dzikir, maka mereka duduk bersama-sama orang yang berdzikir, mereka mengelilingi para jamaah itu dengan sayap-sayap mereka, sehingga memenuhi ruangan antara mereka dengan langit dunia, jika para jamaah itu selesai maka mereka naik ke langit (HR Bukhari no. 6408 dan Muslim no. 2689)

2. Abdullah Ibnu Abas r.a berkata : “semasa zaman kehidupan Rosulullah(SAW) adalah menjadi kebiasaan untuk orang ramai berdzikir dengan suara yang kuat selepas berakhirnya sholat berjamaah (HR.Bukhori)

3. Abdullah Ibnu Abas r.a berkata :”Apabila aku mendengar ucapan dzikir, aku dapat mengetahui bahwa sholat berjamaah telah berakhir (HR.Bukhori)

4. Abdullah Ibnu Zubair r.a berkata :”Rasululloh(SAW) apabila melakukan salam daripada solatnya, mengucap doa/zikir berikut dengan suara yang keras-”La ilaha illallah…”(Musnad Syafi’i)

5. Sahabat Umar bin Khattab selalu membaca wirid dengan suara lantang, berbeda dengan Sahabat Abu Bakar yang wiridan dengan suara pelan. Suatu ketika nabi menghampiri mereka berdua, dan nabi lalu bersabda: Kalian membaca sesuai dengan yang aku sampaikan. (Lihat al-Fatâwâ al-hadîtsiyah, Ibnu Hajar al-Haitami, hal 56)

6. “Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir seusai orang orang melaksanakan sholat wajib dgn berjamaah sudah menjadi kebiasaan pada masa nabi SAW, kata Abdullah bin Abbas : ketika saya mendengar dzikir tersebut saya tahu bahwa orang2 sudah selesai melaksanakan sholat berjamaah (Bukhari No. 841 )

7. Diriwayatkan oleh Abu Ma’bad:
(budak yang telah bebas dari Ibn ‘Abbas) Ibn ‘Abbas berkata padaku, “Dalam masa hidup pada Nabi itu lazim untuk menyelenggarakan zikir Puji-pujian pada Allah bersuara keras sesudah jamaah shalat wajib. (Sahih Bukhari 1/802)

8. Imam Zainuddin al-Malibari menegaskan: “Disunnahkan berzikir dan berdoa secara pelan seusai shalat. Maksudnya, hukumnya sunnah membaca dzikir dan doa secara pelan bagi orang yang shalat sendirian, berjama’ah, imam yang tidak bermaksud mengajarkannya dan tidak bermaksud pula untuk memperdengarkan doanya supaya diamini mereka.” (Fathul Mu’in: 24). Berarti kalau berdzikir dan berdoa untuk mengajar dan membimbing jama’ah maka hukumnya boleh mengeraskan suara dzikir dan doa.

Memang ada banyak hadits yang menjelaskan keutamaan mengeraskan bacaan dzikir, sebagaimana juga banyak sabda Nabi SAW yang menganjurkan untuk berdzikir dengan suara yang pelan. Namun sebenarnya hadits itu tidak bertentangan, karena masing-masing memiliki tempatnya sendiri-sendiri. Yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

8. Contoh hadits yang menganjurkan untuk mengeraskan dzikir riwayat Ibnu Abbas berikut ini: “Aku mengetahui dan mendengarnya (berdzikir dan berdoa dengan suara keras) apabila mereka selesai melaksanakan shalat dan hendak meninggalkan masjid.” (HR Bukhari dan Muslim)

9. Ibnu Adra’ berkata: “Pernah Saya berjalan bersama Rasulullah SAW lalu bertemu dengan seorang laki-laki di Masjid yang sedang mengeraskan suaranya untuk berdzikir. Saya berkata, wahai Rasulullah mungkin dia (melakukan itu) dalam keadaan riya’. Rasulullah SAW menjawab: “Tidak, tapi dia sedang mencari ketenangan.”

10. Hadits lainnya justru menjelaskan keutamaan berdzikir secara pelan. Sa’d bin Malik meriwayatkan Rasulullah saw bersabda, “Keutamaan dzikir adalah yang pelan (sirr), dan sebaik rizki adalah sesuatu yang mencukupi.” Bagaimana menyikapi dua hadits yang seakan-akan kontradiktif itu. berikut penjelasan Imam Nawawi:

11. “Imam Nawawi menkompromikan (al jam’u wat taufiq) antara dua hadits yang mensunnahkan mengeraskan suara dzikir dan hadist yang mensunnahkan memelankan suara dzikir tersebut, bahwa memelankan dzikir itu lebih utama sekiranya ada kekhawatiran akan riya’, mengganggu orang yang shalat atau orang tidur, dan mengeraskan dzikir lebih utama jika lebih banyak mendatangkan manfaat seperti agar kumandang dzikir itu bisa sampai kepada orang yang ingin mendengar, dapat mengingatkan hati orang yang lalai, terus merenungkan dan menghayati dzikir, mengkonsentrasikan pendengaran jama’ah, menghilangkan ngantuk serta menambah semangat.” (Ruhul Bayan, Juz III: h. 306).

Jadi, Masihkah ada yang memaksakan pendapat bahwa Dzikir Jahar itu dilarang???

Ikhtilaafu ummatii rahmah, perbedaan di kalangan ummatku adalah rahmat, Maka semoga kita yang mengaku ummatnya bukannya malah menjadikan perbedaan menjadi sumber bencana perpecahan, bukan Rahmat???

Saya coba mengutip perkataan indah dari Imam Ali b. Abi Thalib  bahwa :

"Tak seorang pun dapat mencari kebenaran sebelum ia sanggup berfikir bahwa jalan kebenaran itu sendiri mungkin salah".

Mari kita terus belajar, belajar tanpa apriori, belajar tanpa merasa paling benar, semoga Allah SWT membantu kita mendapatkan ilmu-Nya

Perhatikan firman-firman Allah :

Katakanlah bahwa Aku dekat (AL BAQARAH 2 : 186). 

Lebih dekat Aku dari pada urat leher (AL QAF 50 : 16). 

Akan Kami perlihatkan kepada mereka, tanda-tanda Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka (FUSHSHILAT 41 : 53).

Dzat Allah meliputi segala sesuatu (FUSHSHILAT 41 : 54).

Dia bersamamu dimanapun kamu berada (AL HADID 57 : 4).

Kami telah mengutus seorang utusan dalam diri-mu (AT TAUBAH 9 : 128).

Di dalam dirimu apakah engkau tidak memperhatikan (AZZARIYAT 52 : 21).

Tuhan menempatkan diri antara manusia dengan kolbunya (AL ANFAL 8:24). 

HADITS QUDSI :
Di dalam setiap rongga anak Adam Aku ciptakan suatu mahligai yang disebut dada, dalam dada ada kolbu, dalam kolbu ada fuad, dalam fuad ada syagofa, di dalam syagofa ada Sir, di dalam Sir ada AKU ….
Aku tidak berada di bumi, Aku tidak berada di langit, tapi Aku berada  dalam hati orang-orang yang beriman

Oleh karena itu wajar bila para sufi mengatakan : Qolbu mukmin baitullah...
Wajar juga bila Rosulullah-pun tidak menganjurkan mencari Tuhan ke Mekah, tapi menganjurkan mencari Tuhan ke dalam diri agar tidak tersesat..!!!

Apa kata Rosulullah ?
Barang siapa mengenal dirinya maka dia mengenal Tuhannya. Barang siapa mengenal Tuhan-nya maka dia merasa dirinya bodoh. Barang siapa  mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri, maka dia akan tersesat semakin jauh…

Konon kabarnya ini bukan Hadits Rosulullah namun dipopulerkan oleh Al Ghazali… Kita harus ingat bahwa Hadits-Hadits Rosulullah mulai dipermasalahkan setelah 100 tahun Rosulullah wafat. Konon waktu itu mulai tampak adanya gejala-gejala pemalsuan hadits yang muncul di wilayah sebelah timur, pada saat pemerintahan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khulafa ar-Rasyidin yang ke-lima. 

Umar bin Abdul Aziz memerintahkan Ibnu Shihab az-Zuhri untuk menghimpun sunah-sunah Rosulullah dan membukukannya menjadi beberapa eksemplar. Selanjutnya khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirimkan satu buku kepada setiap pejabat di wilayah-wilayah kekuasaan Islam. Buku hadits pertama kali muncul setelah 200 tahun Rosulullah wafat, melalui perdebatan panjang antar kelompok kepentingan.  Jadi wajar bila ada Hadits-Hadits Qudsi ataupun Hadits-Hadits Rosululah yang dibuang atau mungkin ada juga yang diberi bumbu, kita tidak Tahu… Kenyataannya memang benar, mencari dan mengenal Allah bukan perjalanan ke mekah, tapi perjalanan dari alam lahiriyah ke alam bathiniah.

Firman Allah :

Dialah Jibril yang telah menurunkan Al Qur’an ke dalam qolbumu atas izin Allah  (AL BAQARAH 2 : 97)

(Al Qur’an) ini adalah ayat-ayat yang nyata di dalam hati orang-orang yang diberi ilmu dan hanya orang-orang durjana yang mengingkari ayat-ayat Kami (AL ANKABUT 29 : 49)

Dia (Allah) akan memberi petunjuk kepada Hatinya (AT-TAGABUN 64 : 11)

Sesungguhnya Al Qur’an yang mulia berada pada kitab yang terpelihara dan tidak tersentuh kecuali oleh mereka yang di sucikan (AL WAQI’AH 56 : 77-78)

Oleh karena itu Rosulullah bersabda : 
Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri.
Selanjutnya Rosulullahpun bersabda :

- Segala sesuatu ada pembersihnya, pembersih Kolbu (Qolb) adalah dzikir 
- Dzikir adalah jalan terdekat menuju kepada Allah.

Qolbu mukmin itulah baitullah yang hakiki, yang harus dibersihkan melalui dzikir. Bila hati kita bersih jalan menuju Tuhan terbuka lebar, bebas hambatan.  Dzikir adalah jalan tol menuju kepada Allah. Dzikirullah itu dilakukan setiap saat, dimana saja dan kapan saja. Dzikir itulah sholat yang kekal, dzikir itulah sholat bathin.

Allah adalah Al Bathin, Rumahnya dan KitabNya ada di dalam bathin, sholatnya pun sholat bathin dan wudunya adalah wudu perbuatan. Kata Rosulullah kita harus bisa mati sebelum mati, agar kesadaran Ruhnya bangkit untuk berkomunikasi dengan Allah, karena jasmani tidak bisa berkomunikasi dengan Allah.

Perhatikan Surat Al A’raaf 7 : 172 : Bukankah Aku Tuhanmu?  Semua Ruh menjawab : Benar kami bersaksi.

Apa kata Hamzah Fansuri?
Hamzah Fansuri berada di Mekkah, mencari Tuhan di Baitul Ka’bah, dari Barus ke Kudus terlalu payah, akhirnya dijumpai di dalam rumah…Rumah yang mana?

Apa kata Jalaluddin Rumi?
Aku menatap hatiku sendiri, disana kulihat Dia … Dia tidak berada di tempat lain.

Kata Rosulullah :
Urusan dunia engkau lebih tahu, tata cara beribadah ikutilah caraku.