Seseorang yang ingin menempuh menjadi jamaah suatu tarekat tertentu, biasanya, tidak dapat langsung di terima begitu saja. Ada tarekat tertentu yang mensyaratkan kepada calon murid untuk melakukan tindakan tertentu.
Tidak sedikit para Mursyid yang Kamil Mukammil melihat-lihat terlebih dahulu “kondisi” calon muridnya, apakah ia patut menjadi muridnya atau menunggu beberapa waktu atau langsung di tolak. Lho, apa pasal?
Itulah yang dialami Zainal Arifin (28) yang akrab disapa Ustadz Arif, alumnus Pondok Pesantren Huffadzhul Quran Tebu Ireng Jombang Jawa Timur, sebelum akhirnya berbaiat pada Tarekat Naqsabandi Haqqani Rabbani. “Meski sudah memegang Asyfa’ dan mampir ke PETA Tulung Agung, saya tak mendapat bai-at dari Romo Kyai Abdul Jalil Mustaqim. Pengalaman yang serupa juga saya dapatkan dari Abuya Dimyati, meski saya cicit dari salah seorang guru ruhani Abuya Dimyati dan saya sudah mendapatkan ijazah Hizb Nashor yang sanadnya bersambung kepada Abuya Dimyati dan Syeikh Yasin al-Fadangi, saya tidak mendapat bai-at dari Abuya,” tutur Arif.
Kecewakah Arif ? Tidak. Sebab Arif memang terlahir dari keluarga bertarekat dan telah lama ia memahami bahwa status ketarekatan individu menjadi hak perogrative Allah. Setiap Mursyid (yang Kamil Mukammil tentunya) telah memilki daftar nama siapa saja yang menjadi muridnya. Rupanya suratan taqdir tertulis Arif berbaiat kepada Grand Syeik Muhammad Hisham Kabbani Ar-Rabbani As-Sayyid.
Lalu, pelajaran apa yang didapat Arif ketika dan sesudah berbaiat? Arif merasa dikunjungi guru-guru ngajinya di desa saat ia kecil. Begitu juga dengan sosok KH Yusuf Makhsar dan Kiyai Adlan Ali, dua orang Kiyai yang dikaguminya saat ia nyantri di Tebu Ireng beberapa tahun yang lalu. Mereka hadir sekan memberi restu padanya berbaiat pada Tarekat Naqsabandi Haqqani Rabbani. Sesudah itu tak ada kata yang pernah bisa menjadi cermin yang pas untuk menjelaskan pengalaman ruhaninya usai berbabaiat, yang membuat penjelasan yang disampaikannya pun menjadi serba sedikit : “Habis sudah jiwa…, eksistensi…, saya. Tak punya lagi keinginan…kecuali yang diinginkan Allah Swt atas saya,” ungkap Arif yang terbata ketika menyampaikan proses perbaikan system metabolisme dan regenerasi sel-sel ruhaninya.
Tidak sedikit para Mursyid yang Kamil Mukammil melihat-lihat terlebih dahulu “kondisi” calon muridnya, apakah ia patut menjadi muridnya atau menunggu beberapa waktu atau langsung di tolak. Lho, apa pasal?
Itulah yang dialami Zainal Arifin (28) yang akrab disapa Ustadz Arif, alumnus Pondok Pesantren Huffadzhul Quran Tebu Ireng Jombang Jawa Timur, sebelum akhirnya berbaiat pada Tarekat Naqsabandi Haqqani Rabbani. “Meski sudah memegang Asyfa’ dan mampir ke PETA Tulung Agung, saya tak mendapat bai-at dari Romo Kyai Abdul Jalil Mustaqim. Pengalaman yang serupa juga saya dapatkan dari Abuya Dimyati, meski saya cicit dari salah seorang guru ruhani Abuya Dimyati dan saya sudah mendapatkan ijazah Hizb Nashor yang sanadnya bersambung kepada Abuya Dimyati dan Syeikh Yasin al-Fadangi, saya tidak mendapat bai-at dari Abuya,” tutur Arif.
Kecewakah Arif ? Tidak. Sebab Arif memang terlahir dari keluarga bertarekat dan telah lama ia memahami bahwa status ketarekatan individu menjadi hak perogrative Allah. Setiap Mursyid (yang Kamil Mukammil tentunya) telah memilki daftar nama siapa saja yang menjadi muridnya. Rupanya suratan taqdir tertulis Arif berbaiat kepada Grand Syeik Muhammad Hisham Kabbani Ar-Rabbani As-Sayyid.
Lalu, pelajaran apa yang didapat Arif ketika dan sesudah berbaiat? Arif merasa dikunjungi guru-guru ngajinya di desa saat ia kecil. Begitu juga dengan sosok KH Yusuf Makhsar dan Kiyai Adlan Ali, dua orang Kiyai yang dikaguminya saat ia nyantri di Tebu Ireng beberapa tahun yang lalu. Mereka hadir sekan memberi restu padanya berbaiat pada Tarekat Naqsabandi Haqqani Rabbani. Sesudah itu tak ada kata yang pernah bisa menjadi cermin yang pas untuk menjelaskan pengalaman ruhaninya usai berbabaiat, yang membuat penjelasan yang disampaikannya pun menjadi serba sedikit : “Habis sudah jiwa…, eksistensi…, saya. Tak punya lagi keinginan…kecuali yang diinginkan Allah Swt atas saya,” ungkap Arif yang terbata ketika menyampaikan proses perbaikan system metabolisme dan regenerasi sel-sel ruhaninya.
Allâhu Allâhu Allâhu Haqq!
0 Komentar